Wartawan Tabloid LINTAS Muhammad Said Welikin (kiri), foto bersama Tama S Langkun dari ICW (Indonesia Corruption Watch), pada acara Pelatihan Fungsi Monitoring Koordinasi dan Supervisi KPK untuk organisasi masyarakat sipil, dan jurnalis yang dilaksanakan LBH Makassar dan ICW, di Hotel Amaris Makassar, 9-10 Oktober 2013. ----------------------------------------------------------------------------------- ICW:
Masalah Kepangkatan Jadi Sandungan Tugas Korsup KPK
Roh dari pencegahan atau pemberantasan penyakit korupsi yaitu kerja sama. Sayangnya budaya gotong royong atau semangat kerjasama yang diwarisi para pejuang kita, ketika merebut kemerdekaan, hampir pudar, kalau tidak ingin dikatakan sudah punah. Dalam rangka membangun kerja sama untuk membasmi tikus-tikus penebar virus korupsi, maka beberapa waktu lalu, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Makassar, dan ICW (Indonesia Corruption Watch) melakukan pelatihan monitoring fungsi koordinasi dan supervisi untuk organisasi masyarakat sipil dan jurnalis. Kegiatan itu berlangsung selama dua hari 9-10 Oktober di Hotel Amris Jl Bougenville Makassar. Disampaikan pada petunjuk pelaksanaan, “Salah satu problem nyata dalam penegakan hukum perkara korupsi adalah korsup (koordinasi dan supervisi) diantara penegak hukum”. “Meskipun diatas kertas dan di dalam Undang-Undang aturannya begitu jelas, dalam praktek sehari-hari korsup merupakan problem yang sulit untuk diselesaikan”. "Sebetulnya problem koordinasi bukan hanya persoalan yang dihadapi institusi penegak hukum, tetapi juga problem yang dihadapai hampir semua instansi pemerintah”. "Koordinasi antara instansi begitu sulit sehingga berdampak pada penerapan kebijakan di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan”. Disebutkan juga dalam poin pendahaluan, “Kesepehaman ini bisa dimaknai dua hal. Pertama, sebagai bentuk kepatuhan terhadap Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana salah satunya adalah melakukan fungsi koordinasi dan supervisi”. “Kedua, sebagai cara agar pemberantasan korupsi lebih efektif, dengan semangat dan tujuan saling menguatkan”. "Karena penting untuk dipahami , secara prinsip KPK tidak sangggup menangani seluruh kasus korupsi yang ada di Indonesia, dan KPK tidak didesign untuk itu”. "Terungkap temuan awal ICW, ada sejumlah catatan permasalahan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam mengimplementasi kerja sama pemberantasan korupsi". “Salah satu permasalahan yaitu kepangkatan yang berbeda antara pihak yang mensupervisi (KPK) dengan pihak yang disupervisi (Polda dan Kejati) sering kali membuat pelaksanan fungsi ini tidak efektif”. "Bahkan ditataran tertentu, ego-sektoral masih muncul ketika KPK menjalankan tugasnya baik di Jakarta dan daerah”. “Dari sejumlah kegiatan diskusi dan seminar yang diikuti dengan tema pemberantasan kofrupsi, masih sering terucap dari pihak Polri dan Jaksa, ada keberatan jika lembaga baru seperti KPK kemudian bisa menjadi lebih tinggi dan mengatur “kakak-kakaknya” di kepolisian dan kejaksaan”. Menurut catatan pelaksana pelatihan “Hasil koordinasi dan supervisi KPK pada tahun 2013 (Januari-Oktober 2013), sekurangnya ada 748 penerimaan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) dari kepolisian dan kejaksaan yang diterima oleh KPK.” “Dari 748 SPDP yang diterima, 80 perkara diantaranya berada dalam koordinasi, 143 perkara sudah diklarifikasi ke aparat penegak hukum yang bersangkutan (kepolisian dan kejaksaan), dan 57 perkara sudah disupervisi oleh KPK". "Hasilnya hanya 7 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, sisanya masih dalam proses, dengan fakta seperti ini, pelaksana pelatihan berpandangan kondisi ini, bukan hasil terbaik yang dihasilkan dari kerjasam pemberantasan korupsi”. Lanjut pelaksana, “Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, karena kerja sama aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi merupakan kebutuhan mendesak". "Pada titik ini, diperlukan peran serta masyarakat dan jurnalis untuk sama-sama memberikan dukungannya agar kerja sama pemberantasan korupsi antara Polri, Kejaksaan dan KPK bisa berjalan dengan baik”. Sementara itu salah satu narasumber dari ICW Tama S Langkun mengungkapkan “Dari sisi kuantitas, laporan masuk ke KPK cukup banyak”. “Namun hanya sedikit yang ditindak lanjuti, karena laporannya tidak sistimatis serta tidak didukung data yang kuat”. “Olehnya itu teman-teman organisasi masyarakat sipil agar jangan bosan dan jangan berhenti belajar untuk memperbaiki kekurangan”, harap Tama.(Muhammad Said Welikin/LINTAS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H