Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang, setiap orang berhak mendapatkannya meskipun berada di setiap waktu atau zaman berbeda. Pentingnya pendidikan untuk masyarakat Indonesia pada khususnya, tak lepas dari salah satu proses menunggu generasi baru yang memiliki kecerdasan lebih dalam membangun bangsa kedepannya. Tujuan pendidikan sendiri adalah untuk mencerdaskan dan mengembangkan potensi dalam diri, semakin bertumbuh dan berkembang maka setiap individu juga memiliki kreativitas dan pengetahuan yang lebih luas. Serta kepribadian yang baik dan menjadi bertanggung jawab, merupakan hasil dari pendidikan yang baik. Tetapi mirisnya banyak wilayah yang belum tersebar guru secara merata dikarenakan kurangnya kesejahteraan guru yang berada di wilayah 3T.Â
Hampir semua guru honorer yang bertugas di daerah terluar, terdepan, dan terpencil di Nusa Tenggara Timur masih jauh dari sejahtera. Banyak daerah mereka bergaji rendah, bahkan ada yang tidak digaji sama sekali. Pemerintah pun kesulitan membayar gaji mereka lantaran terbatasnya keuangan daerah.Â
"Guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara hanya kepala sekolah. Selebihnya adalah honorer tanpa standar gaji. Kalau sekolah pas dapat dana bos, paling banyak dikasih Rp 200.000 untuk beberapa bulan. Itu pun dibagi untuk tiga atau empat orang. Hitung-hitung di sini kami mengabdi tanpa gaji," Kata Orip Atte, guru pada SMA Negeri 4 Takari, Kabupaten Kupang, putra asli dari daerah tersebut.Â
Sekolah itu pun aslinya berdiri atas swadaya masyarakat. Masyarakat membangun sekolah dengan dinding pelepah dan atap daun. Masyarakat di daerah ini pun miskin, jadi para guru juga tidak bisa memaksa anak-anak membayar uang komite sekolah. Kalau ditagih secara terus menerus anak-anak malah tidak akan mau datang ke sekolah. Agar program mengajar para guru terus berjalan, maka para guru memahami kondisi tersebut, karena siapa tau ada perhatian dari pemerintah bagi nasib guru di sini.Â
Kendati tidak digaji, masyarakat setempat memperhatikan mereka dengan membangun mes guru. Sering kali pula, masyarakat memberikan makanan dari hasil kebun, seperti jagung, ubi, kelapa, dan sayuran. Sesekali guru-guru diberi daging ayam, daging sapi, atau daging hasil buruan warga di hutan.Â
"Di pedalaman itu, banyak guru tidak digaji. Gaji mereka bersumber dari dana bantuan operasional sekolah. Sayangnya, minimnya jumlah siswa menyebabkan angaran pun terbatas. Untuk menyiasati kebutuhan mereka, para guru ini bekerja serabutan. Terkadang, mereka menjadi buruh tani hingga jualan ikan dan daging keliling. Pekerjaan utama mereka di sekolah pun kadang berantakan." Kata Abraham Manafe, guru di SMA Negeri 1 Batu Putih, Kabupaten Timor Tengah Selatan.Â
Dalam catatan, gaji bagi guru honorer di NTT, terutama di daerah 3T, masih jauh di bawah upah minimum provinsi (UMP). Tahun 2021, UMP NTT sebesar Rp 1.950.000 per bulan, dan dinaikkan menjadi Rp 1.975.000 untuk tahun 2022.Â
Kondisi tersebut berdampak pada kualitas lulusan. Banyak anak yang kini duduk di sekolah menengah atas belum bisa membaca atau menghitung dengan lancar. Mereka dibiarkan naik kelas dan lulus ke jenjang berikutnya. Guru yang jarang ke sekolah tak berani membuat siswanya tahan kelas atau tidak lulus.Â
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi mengakui masih banyak guru honorer di NTT yang jauh dari sejahtera. Selama ini, pendapatan mereka bersumber dari dana bantuan operasional sekolah, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Skema perekrutan guru kontrak daerah pun sangat terbatas lantaran daerah memiliki keterbatasan anggaran.Â
Dengan banyaknya dampak negatif yang terjadi dari penyebaran guru honorer di daerah 3T, alangkah lebih baiknya pemerintah lebih mengutamakan memperbaiki dan meningkatkan fasilitas yang ada di daerah 3T untuk menunjang kesejahteraan para guru disana dan memaksimalkan hasil ajaran dari guru untuk para anak-anak. Apabila hal seperti ini dibiarkan, Indonesia tidak akan maju. Bagaimana tidak, mana mungkin para guru akan betah mengajar apabila fasilitas tidak mendukung?
Sumber: