DKPP, tugas dan fungsinya menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum atau yang selanjutnya disebut UU Pemilu telah dijelaskan mengenai definisi DKPP yakni pada Pasal 1 angka 24 yang menjelaskan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang selanjutnyadisingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanstaran kode etik Penyelenggara Pemilu.
Untuk Tugas dan Fungsi dari DKPP sendiri dijelaskan dalam Pasal 457 UU Pemilu yakni bahwasannya Pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 456 diselesaikan oleh DKPP. Adapun bunyi dari dari Pasal 456 ialah sebagai berikut: "Pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu merupakan pelanggaran terhadap etika Penyelenggara Pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebegai Penyelenggara Pemilu."
Siapa saja Penyelenggara Pemilu?
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 7 dijelaskan bahwasannya Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Lalu siapa saja pihak yang berhak melaporkan pelanggaran Pemilu/pelanggaran etik Pemilu ke DKPP?
Menurut ketentuan Pasal 458 ayat (1) dijelaskan bahwa Pengaduan tentang dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu diajukan secara tertulis oleh Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, tim kampanye,masyarakat, dan/atau pemilih dilengkapi dengan identitas pengadu kepada DKPP. Untuk pelaksanaan teknis terkait pengaduan/pelaporan ini dijelaskan dalam Pasal 457 ayat (3) yakni Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu sebogeimana dimaksud pada diatur dalam Peraturan DKPP.Â
Analisa Keputusan DKPP Nomor 135-141/PKE-DKPP/XII/2023
DKPP mendalilkan kewenangan KPU dalam mengeluarkan surat Keputusan KPU in casu yang dimaksud dalam Keputusan DKPP a quo pada hal. 186-188 yang menjelaskan sebagai berikut:
"Para Teradu menggunakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden selanjutnya disebut PKPU Nomor 19 tahun 2023) yang belum diubah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023. Selain itu, menurut Para Pengadu, Para Teradu telah keliru dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 a quo, yaitu dengan menerbitkan surat kepada Partai Politik Peserta Pemilu dengan Nomor 1145/PL.01-SD/05/2023 perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 17 Oktober 2023. Seharusnya menurut Para Pengadu, Para Teradu melakukan konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disingkat DPR) untuk melakukan perubahan PKPU akibat adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Terhadap hal tersebut, dalam sidang pemeriksaan terungkap fakta, sebagai berikut:
1. Bahwa benar pada tahapan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait diterimanya permohonan pengujian Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat KPU) menggunakan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, di mana dalam syarat yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) huruf q masih mengacu pada ketentuan Pasal 169 huruf q Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat UU Pemilu) sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.