Mohon tunggu...
Sahrul Ramdani
Sahrul Ramdani Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Airlangga

Harapan terbaik untuk kita semua.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pakai Barang Palsu untuk Gaya Hidup, Adaptasi atau Jebakan?

6 Januari 2025   14:39 Diperbarui: 6 Januari 2025   16:29 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tas branded KW yang dijual di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara (KOMPAS.com/RIZKY SYAHRIAL)

Isu kenaikan tarif PPN menjadi 12% dapat memperburuk situasi ekonomi bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Adanya peningkatan harga barang dan jasa sangat mungkin membuat daya beli masyarakat akan cenderung berkurang. Bagi sebagian dari mereka yang selama ini menggunakan counterfeit goods untuk memenuhi kebutuhan gaya hidupnya, hal ini tampaknya semakin logis untuk dilakukan.

Counterfeit goods sebagai alat peniru prestise

Dalam artikel "Counterfeit Goods" yang ditulis oleh Richard S. Higgins dan Paul H. Rubin (1986), counterfeit good merujuk pada barang-barang yang dibuat menyerupai produk asli dengan menggunakan merek dagang atau logo terkenal tanpa izin dari pemilik merek. Secara sederhananya, counterfeit goods merupakan barang palsu, KW, atau tiruan.

Dalam masyarakat kapitalis, di mana simbol material sering kali dianggap sebagai indikator status sosial, counterfeit goods atau barang palsu menawarkan jalan pintas bagi mereka yang ingin terlihat seolah-olah memiliki akses ke high society. Meskipun realitasnya bisa berbanding terbalik atau terdapat perbedaan.

Menurut sebuah studi pada tahun 2022, konsumen kelas menengah di Indonesia cenderung memilih barang mewah palsu, khususnya produk fesyen, sebagai alternatif yang lebih terjangkau untuk memenuhi gaya hidup mereka. Hal ini juga didorong oleh tren global, di mana keterbatasan daya beli tidak menghentikan hasrat untuk memiliki status sosial tertentu, yang dapat dicapai melalui konsumsi counterfeit goods.

Lantas, apa dampak dari penggunaan counterfeit goods?

Mulai dari merugikan perekonomian negara hingga melanggengkan budaya konsumerisme

Grafik kerugian ekonomi Indonesia akibat beredarnya counterfeit goods pada tahun 2015 & 2020.
Grafik kerugian ekonomi Indonesia akibat beredarnya counterfeit goods pada tahun 2015 & 2020.

Berdasarkan studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian di Indonesia yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) yang bekerja sama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy-Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH), kerugian ekonomi Indonesia pada tahun 2020 akibat transaksi jual-beli produk-produk palsu mencapai 291 triliun rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun 2015 lalu yang hanya sebesar 65,1 triliun, nominal ini mengalami peningkatan yang sangat tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun