Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia dewasa. Mereka adalah individu yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik, mental, maupun sosialnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Keberadaan anak sebagai individu yang belum dewasa menghadirkan tanggung jawab besar pada orang tua atau wali mereka. Sayangnya, realitas menunjukkan bahwa tidak semua orang tua mampu atau bersedia memenuhi tanggung jawab ini. Fenomena membuang bayi, dengan segala alasannya, menjadi bukti tragis dari kurangnya pemahaman dan kesadaran akan arti penting perlindungan anak. Di tengah perjalanan pertumbuhan dan perkembangan yang seharusnya penuh kasih sayang, sebagian anak harus menghadapi kenyataan kehilangan hak-hak mereka sejak awal kehidupan.
Sabtu, 20 Januari 2024, sekitar pukul 10.00 Wita. Housekeeper dari artis Nana Mirdad, Tika, menemukan bayi baru lahir di semak-semak dekat rumah publik figur tersebut. Bayi itu, ditemukan dalam keadan telanjang dengan tali pusar yang masih belum dipotong. Lebih mirisnya, bayi diletakan tanpa alas, hanya ditaruh di tanah begitu saja.
Kondisi bayi yang semakin memprihatinkan, kulitnya yang mulai membiru dan pergerakan yang minim, membuat pesohor tersebut langsung membawa bayi itu ke rumah sakit terdekat, yakni Rumah Sakit Bali Mandara.
Kasus terbaru ini, hanyalah puncak gunung es dari banyaknya kasus pembuangan bayi yang terjadi di Indonesia. Jumlah kejadian serupa sangat mungkin melebihi data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yakni sebanyak 212 kasus pembuangan bayi yang terjadi pada tahun 2020 sampai dengan Juni 2021. Apalagi mengingat pendidikan seksual masih dianggap tabu di Indonesia.
Beragam alasan pelaku
Setiap perbuatan manusia, selalu didasarkan pada sebuah alasan, tidak terkecuali perbuatan membuang bayi. Beberapa alasan yang melatarbelakangi perbuatan ini, bisa berasal dari pelaku sendiri atau lingkungan sekitarnya. Perbuatan yang berdasar dari diri pelaku, bisa berupa ketidakmampuan untuk menjadi orang tua, baik secara fisik, mental, maupun finansial.
Ketidakmampuan fisik mencakup kurangnya pemahaman akan kebutuhan dasar seorang anak, seperti perawatan kesehatan, nutrisi, dan lingkungan yang aman. Di sisi lain, ketidakmampuan mental dapat melibatkan kurangnya kesiapan emosional dan psikologis untuk menghadapi tantangan yang muncul dalam mengasuh dan mendidik anak. Selain itu, ketidakmampuan finansial dapat memperburuk situasi, menciptakan tekanan ekonomi yang dapat memaksa pelaku untuk mengambil keputusan drastis, seperti membuang bayi.
Alasan lainnya, pelaku merasa malu atau takut dengan stigma negatif dari masyarakat, jika diketahui hamil di luar nikah. Fenomena ini umum terjadi karena mayoritas masyarakat Indonesia masih memegang teguh nilai-nilai lokal dan terkadang penerapannya hingga melampaui batas kemanusiaan.
Peran lingkungan dan keluarga memiliki pengaruh yang dominan ketika nilai-nilai lokal masih mendominasi pandangan hidup masyarakat. Kurangnya dukungan dari keluarga atau lingkungan terhadap proses kehamilan dan persalinan dapat membuat pelaku merasa terjebak dan menganggap tidak ada opsi lain selain membuang bayinya. Keadaan ini seringkali menempatkan perempuan pada posisi rentan terhadap diskriminasi, meningkatkan risiko mereka mengalami kekerasan seksual, serta menghadapi situasi kehamilan di luar nikah yang dapat membawa dampak serius pada kehidupan mereka. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan memahami, di mana nilai-nilai lokal tidak hanya terlestarikan, tetapi juga berintegrasi dengan penghargaan terhadap hak-hak dan kesejahteraan perempuan dalam masyarakat.