[caption id="" align="aligncenter" width="460" caption="Sejumlah Kepala Daerah Menolak Pilkada oleh DPRD (IMAGE/DETIK.COM)"][/caption]
Kisruh RUU Pilkada memang semakin merebak saja. Setelah Ahok mengguncang Partai Gerindra dengan menolak mentah-mentah gagasan Fraksi DPR anggota Koalisi Merah Putih yang ingin mengembalikan pemilihan Kepala Daerah di tangan DPRD, kini sejumlah tokoh turut serta menyatakan dukungan. Hari ini, Kamis (11/9) sejumlah kepala daerah mengadakan rapat Koordinasi Luar Biasa Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) untuk mendeklarasikan sikap menentang terhadap hal tersebut. Kepala daerah yang menjadi subjek dalam persoalan ini menyatakan lebih menyetujui Pemilihan Langsung oleh Rakyat daripada harus melalui DPRD. Alasan yang sama seperti Ahok, anggota Apeksi menilai bahwa Pilkada oleh DPRD sarat akan kepentingan politik dan lebih mementingkan partisipasi rakyat dalam menentukan Pemimpinnya. Tak hanya Ahok, sejumlah kepala daerah yang juga merupakan Kader dari Partai Politik yang tergabung di KMP tak peduli bila harus membelot dan dikenakan sanksi dari Parpol pengusungnya.
Beberapa diantaranya adalah:
1.Walikota Lampung, Herman HN
Walikota Lampung ini merupakan kader dari Partai Amanat Nasional, yang mana merupakan satu penggagas Revisi UU Pilkada ini. Herman menyebut lebih baik mempertahankan Pilkada Langsung karena dengan begitu Kepala Daerah akan lebih takut kepada kepentingan Rakyat daripada kepentingan DPRD. Jika ketua RT saja dipilih langsung, mengapa Kepala daerah tidak ?
"Saya setuju via rakyat karena dekat dengan rakyat. Jika dipilih DPRD, kepala daerah takut DPRD. Maka lebih baik karena lebih membentuk Program rakyat," ujarnya (detik.com)
2.Walikota Bogor, Bima Arya
[caption id="" align="aligncenter" width="460" caption="Bima Arya (image/detik.com)"]
Satu rekanan parpol dengan Herman,Walikota Bogor juga lebih memilih Pilkada Langsung oleh Rakyat.Walau tidak menegaskan sikap akan meninggalkan Partai jika saja RUU ini disahkan, Bima Arya secara tegas menolak Pilkada oleh DPRD sekalipun dikenakan sanksi.
"Saya tidak berpikir keluar dari partai, tapi kalau partai memberikan sanksi karena saya berbeda pendapat, ya harus siap. Tapi tidak terpikir sedikit pun untuk keluar dari partai," kata Bima Arya.
Atas pernyataan ini, Ketua Komite Pemenangan Pemilu Nasional (KPPN) DPP PAN Joncik Muhammad menantang Bima untuk segera keluar dari PAN. Politikus yang satu ini tampaknya tak mau kalah emosional dari Fadli Zon dan Kawan-kawan.
3.Walikota Bandung, Ridwan Kamil
Sang walikota gaul dari Bandung ini juga menyatakan penolakannya terhadap RUU Pilkada oleh DPRD. Walau bukan menjadi kader aktif satu Parpol, sebelumnya Ridwan diusung oleh PKS dan Gerindra. Aksi penolakan Ridwan bahkan sampai ramai dibicarakan di Twitter terkait surat penolakannya yang dipublish ke akun miliknya. Uniknya, surat yang ditandatanganinya itu diselipi gambar wajah lucu. Walikota gaul Khas Bandung!
[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Lucunya gambar di surat Ridwan Kamil (image/solopos.com)"]
4.Wali Kota Manado Vicky Lumentut
Walikota Manado ini turut serta menghadiri rapat luar biasa tersebut dan senada dengan Ahok menolak usulan konyol KMP di DPR. Kader Demokrat ini juga tak takut melenceng dari kebijakan Partainya. Sebagai Ketua Umum Apeksi, Vicky mengkhawatirkan jika Pilkada oleh DPRD, maka tiap Kepala Daerah yang terpilih akan lebih mengutamakan kepentingan anggota DPRD itu sendiri. Seperti dikutip dari detik.com.
"Jangan heran jika nantinya para bupati dan wali kota tidak akan optimal bekerja membangun daerah, karena sibuk direcoki oleh DPRD," ucap Vicky
5.Bupati Solok, Syamsu Rahim
Kepala Daerah yang satu ini merupakan kader Golkar, tanpa rasa takut Syamsu menentang ide politik Pilkada oleh DPRD. Hal yang dikhawatirkannya adalah, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD nantinya akan menjadi mesin ATM untuk anggota dewan yang memilihnya. Dan tidak ada keluluasaan dalam menentukan program kerja.
"Kita harus membeli partai, kita harus membayar anggota dewan. Setiap kita mengesahkan Perda nanti selalu ada negosiasinya. Dalam pengalaman Orde Baru kan demikian, bahwa kita ini sebagai kepala daerah dijadikan objek, dijadikan ATM oleh anggota dewan yang mana mereka merasa berjasa," ujar Syamsu (detik.com)
Tindakan lima kepala daerah tersebut semakin menunjukkan bahwa ternyata masih banyak pejabat daerah yang perduli akan sikap rakyat dan mengesampingkan kepentingan politik yang seringkali sarat kepentingan. Sebagai politisi yang sudah lalang melintang di dunia yang digelutinya tentu saja mereka ini sudah paham betul apa yang sebenarnya terjadi di belakang kursi anggota Dewan yang terhormat itu. Gagasan RUU Pilkada oleh DPRD ini juga sangat sarat akan kepentingan dan mengarah pada usaha balas dendam untuk menjegal mulusnya Program Kerja Jokowi-JK nantinya. Jangankan Politisi, awam pun tahu apa makna di balik ide anggota Koalisi Merah Putih mengangkat isu ini. Apa yang kini dicemaskan oleh Kepala Daerah ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Pilkada langsung oleh Rakyat tetap menjadi pilihan yang terbaik.
Namun dari banyaknya pendapat/opini dan tanggapan dari berbagai tokoh mengenai polemik Pilkada ini, yang paling Penulis nantikan sebenarnya adalah tanggapan dari Sang Presiden SBY. Sebagai produk pertama demokrasi dan Pemilihan langsung oleh Rakyat, rasanya mudah bagi SBY untuk menentang Ide KMP itu. Walaupun sangat aneh ketika Partai Demokrat juga berada di belakang KMP. Namun mengamati pemberitaan di televisi dan media-media online bahkan sampai menjadi stalker di akun Facebook fan Page dan Twitter beliau, belum ada satupun postingan tentang Pilkada. Seperti biasa, Presiden selalu curhat di media sosial pribadinya. Tapi sampai hari ini tidak ada pernyataan langsung dari beliau.
Ternyata SBY telah merespon isu ini melalui Juru Bicaranya Julian Aldrin Pasha. Dan inilah tanggapan khas ala SBY yang diwakilkan melalui Julian.
"Presiden melihat ini adalah suatu warna demokrasi. Saya kira kita dengar rasionalnya dulu pasti ada alasan hal itu diajukan. Itu diusulkan, tetapi bilamana itu memang telah disepakati dan disetujui oleh DPR tinggal disahkan oleh DPR. Itu hanya usulan, itu bukan given dari presiden yang harus disahkan. Itu kan usulan, inisiatif bisa muncul dari pemerintah atau DPR. Dalam konteks ini muncul dari pemerintah. Kalau pada akhirnya nanti sepakat untuk tidak diimplementasikan atau tidak bisa dijalankan, tidak disetujui ya sudah”
Memang sudah menjadi kebiasaan SBY untuk selalu cari aman jika kata lambat terlalu kasar untuk disebutkan. Kemenangannya sebagai Presiden pada Pilpres 2004 lalu merupakan hadiah dari Demokrasi dan Pemilu langsung oleh rakyat untuk beliau. Tetapi ternyata masih terlalu sulit baginya untuk memiliki pandangan pribadi yang tegas akan kisruh RUU Pilkada ini. Ini memang bukan persoalan pemilihan Presiden, namun apa bedanya? Bukankah jika ini disetujui, tahuh depan atau bahkan bulan depannya lagi KMP akan mengusulkan Presiden dipilih MPR saja? Who knows?
[caption id="" align="aligncenter" width="464" caption="SBY (Image/viva.co.id)"]
Akhirnya semoga saja RUU Pilkada oleh DPRD tersebut tidak benar-benar disahkan. Demi demokrasi dan usaha keras para pejuang reformasi dulu dan tentunya untuk tetap menjaga bahwa Demokrasi masih utuh dengan Kedaulatan tertinggi masih di tangan Rakyat, bukan di tangan DPRD. Dan salut bagi Kepala Daerah yang menentang kebijakan tersebut, karena itu artinya mereka masih ‘tahu diri’ bahwa kedudukan itu diperolehnya melalui Pilkada langsung jadi harus tetap dipertahankan. Suara rakyat adalah suara Tuhankan? Nah, Suara DPRD? Ya, Suara Parpol dong!
Salam Demokrasi, No DemoCrazy!
Berita terkait:
Ini Tanggapan SBY Soal Polemik Pilkada via DPRD
Ketua PAN: Tolak Pilkada Lewat DPRD, Bima Harusnya Mundur dari Partai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H