[caption id="attachment_322855" align="aligncenter" width="300" caption="republica.co.id"][/caption]
Jika ditanya siapa politisi paling popular saat ini, nama yang akan bertengger paling atas pastinya Joko Widodo. Gubernur DKI Jakarta ini memang sangat fenomenal saat ini, maka tak heran banyak Partai Politik yang berancang-ancang menampungnya jika saja Ia dilepaskan oleh PDI-P Partai yang membesarkannya. Diawali dari banyaknya prestasi saat menjabat Walikota Solo, termasuk sebagai salah satu pejabat paling bersih KKN dan pernah mendapatkan gelar salah satu Walikota terbaik di dunia, Jokowi muncul sebagai salah satu pemimpin idola yang merakyat. Keberhasilannya memimpin kota Solo memberanikan Parpol yang dipimpin Megawati mencalonkannya menjadi salah satu kandidat Calon Gubernur di Ibukota. Secara mengejutkan, Jokowi berhasil mengalahkan incumbent Fauzi Bowo dan popularitasnya pun semakin meningkat saat memimpin DKI Jakarta.
Pada Pemilihan Umum 2009, tentunya sebelum Jokowi dikenal seperti sekarang ini. Masyarakat lumayan tertarik kepada sosok Prabowo Subianto yang penampilannya mencolok daripada tokoh lain. Prabowo memiliki penampilan bersahaja dan sederhana dengan safarinya yang selalu melekat ketika Ia tampil di media. Terlepas dari seberapa mahalnya safari tersebut, Prabowo seperti memberikan kesan yang tidak mewah dan memang ini menarik perhatian sejumlah masyarakat saat itu. Walaupun Ia bersama Megawati kalah dalam Pemilihan Presiden.
Namun kemunculan Jokowi sekarang jauh lebih menunjukkan sikap bersahaja dan sederhana daripada Prabowo. Jokowi muncul di hadapan rakyat dengan gaya yang hampir tidak menunjukkan Dia seorang Pejabat tinggi. Dengan logat jawa dan cara bicara yang tidak memamerkan kekuasaan serta tak sungkan terjun langsung ke lapangan memeriksa berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat membuatnya dicintai Masyarakat. Dalam berbagai kesempatan Ia juga tak segan mengunjungi warga bahkan berbaur bersama tanpa pengawalan resmi saat menonton beberapa konser. Secara tidak langsung Jokowi dinilai masyarakat Pro Rakyat dan layak untuk memimpin. Inilah beberapa alasan mengapa sangat banyak masyarakat yang mengidolakan dan mencintainya. Tak hanya di Jakarta, popularitas Jokowi menjamah seluruh negeri. Ini saking banyaknya media yang mengulasnya dan kebanyakan ulasan tersebut adalah positif.
Popularitas tersebut seirama dengan ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi. Ketika Jokowi menjabat sebagai Walikota memberikan catatan yang positif, maka Ia dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menjadi Gubernur di Ibukota menjadikannya dikenal masyarakat luas ditambah terobosan-terobosannya bersama Ahok yang dinilai menguntungkan rakyat dan memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan Jakarta. ini juga menjadi alasan banyak masyarakat yang menginginkannya menjadi Calon Presiden Pemilu 2014. Walaupun belum menyelesaikan masa tugasnya menjadi Gubernur, Jokowi dimata masyarakat menjadi sosok baru yang paling tepat memimpin bangsa ini dibandingkan tokoh lama yang sudah membosankan seperti Megawati, Wiranto, Prabowo dan sebagainya. Tetapi Jokowi tetaplah usungan Parpol dan akan menuruti perintah dari Parpol yang menjadi kuda tunggangannya diterima di dunia politik.
Berawal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Jokowi berkembang menjadi politisi yang sangat popular dan menjadi pesaing kuat tokoh elit Partai Politik lain. Setidaknya melalui berbagai Survey, Jokowi selalu berada di daftar puncak Calon Presiden paling diinginkan masyarakat. Bahkan Ia mengalahkan popularitas Ketua Umum PDI-P, Megawati. Megawati yang sudah berkiprah di dunia politik jauh sebelum Jokowi, harus rela menerima popularitasnya dikalahkan politisi Juniornya ini. Sebelum kemunculan Jokowi, PDI P hanya memiliki Megawati sebagai tokoh yang didepankan. Menjadi Puteri Presiden Soekarno sekaligus proklamator Indonesia, memudahkan Megawati menapaki karir politiknya. Berbeda dengan Jokowi, rakyat biasa yang harus berjuang memberikan pola pemerintahan berbeda hingga dikenal luas oleh masyarakat. Kini Jokowi menjadi tokoh PDI P paling popular dan diidolakan masyarakat. Tak ayal lagi, kehadiran Jokowi ini juga akan meningkatkan elektabilitas partainya. Maka secara otomatis, PDI-P beruntung memiliki tokoh seperti Jokowi.
Tetapi kemudian memuncaknya euphoria pencapresan Jokowi akan menjadi salah satu masalah bagi internal partai merah tersebut. PDI P kini memiliki dua tokoh besar dalam partainya, Megawati dan Jokowi. Megawati yang menjadi ketua umum partai rintisan keluarganya ini selalu menjadi tokoh terdepan partai dan yang paling diandalkan. Karena rintisan keluarga, maka Megapun tak menutup-nutupi keinginnanya untuk mempertahankan trah Soekarno di sini. Puterinya, Puan Maharani juga menjadi ketua DPP partai dan selalu ikut bersamanya di barisan depan dalam setiap kesempatan. Menahan diri menjadi oposisi selama 10 tahun, Megawati tidak pernah menunjukkan keinginnannya untuk mundur dalam bursa pemimpin bangsa ini. Ia masih tampak memiliki obsesi untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sayangnya, kemunculan Jokowi sepertinya akan menambah berat langkahnya. Pasalnya, kini telah muncul dua kubu dalam internal partai yang dipimpinnya. Jika sebelumnya semua kader satu suara akan selalu mengusung Megawati menjadi Capres dan selalu menjadi pilihan satu-satunya hingga ia mungkin mengundurkan diri. Kini Kader partai itu memiliki dua opsi, yakni Megawati dan Jokowi.
Hingga terbentukah dua kubu dalm tubuh partai ini. Kader yang tua sepertinya akan tetap mengusung Megawati menjadi calon Presiden. Sementara itu kader lainnya lebih memilih Jokowi. Maka muncullah Pro Jokowi (PROJO) yang berniat mendeklarasikan Gubernur DKI ini. Ini tentunya bukan hal yang menyenangkan bagi PDI P terutama bagi Megawati. Elektabilitas Jokowi yang sangat tinggi menjadi alasan kuat muncullnya Projo. Selain itu, Jokowi menjadi kunci PDI-P mengambil kesempatan untuk menduduki kursi Presiden. Tetapi sebagai ketua Umum, Megawati menjadi orang yang berhak memilih dan mengumumkan siapa yang akan menjadi Capres PDI P. Di lain pihak, Jokowi selalu menunjukkan sikap patuh kepda Megawati dan belakangan Ia tak mau berkomentar terkait pencapresannya.
Megawati tentunya tidak bisa menganggap remeh munculnya PROJO. Karena bagaimanapun ini akan mengancam ketertiban di tubuh PDI-P yang akan mengancam perpecahan partai. Tetapi di balik itu Ia bisa bernafas lega mengingat Jokowi yang tidak terlalu terobsesi untuk menjadi Presiden. Bahkan Mega masih bisa tersenyum karena Jokowi terlihat sangat penurut dan tidak terlihat menyombongkan popularitasnya. Tetapi Megawati nampaknya masih mempertimbangkan berbagai hal hingga mendekati Pemilihan Legislatifpun Ia belum juga mengumumkan resmi Capres PDI P. Memang wajar saja mengingat dilema yang dihadapinya. Pertama Jika mementingkan kebutuhan partai, Ia harus merelakan Jokowi menjadi Capres karena kemungkinan menang tinggi tetapi Ia harus mengubur keinginannya menjadi Presiden dan gagal mempertahankan trah Soekarno. Kedua, jika tetap menjadi Capres kemungkinan besar akan terjadi pemberontakan internal partai tetapi Ia memiliki kesempatan untuk menggantikan SBY.
Terlepas dari apapun keputusan Megawati, pertama sekali Ia harus segera mencegah perpecahan Partainya mengingat semakin dekatnya Pemilu. Selain itu, sudah menjadi kewajiban Jokowi juga untuk menghindari munculnya kubu dalam PDI P dan tak kalah penting, Jokowi harus mampu lebih tegas dalam mengatasi kebingungan publik yang menantikan kepastiannya terkait keinginannya menjadi Capres. Sudah menjadi tanggung jawab moral untuk memberikan penjelasan kepada publik daripada sekedar mengucapkan “No Comment”. Akhirnya semoga saja Megawati menemukan keputusan terbaik dan Jokowi memberikan jawaban terbaik kepada publik akan rasa penasarannya. Dan tentu saja semoga Pemilu tahun ini berjalan dengan lancar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H