www.antarafoto.com
Indonesia’s Got Talent (IGT) muncul kembali di layar televisi Indonesia. Tayangan ini menjadi alternative lain dalam jadwal televisi SCTV bertema ajang pencarian bakat (talent search) yang tengah menjamur di Indonesia. Reality show yang menampilkan berbagai bakat kontestan semua umur ini memulai musim keduanya tahun ini. Musim pertama sendiri siselenggarakan tahun 2010 di Indosiar yang menobatkan Vania Larissa yang memiliki talenta bernyanyi opera menjadi pemenang. Indosiar mendapatkan hak siar untuk membuat versi Got Talent di Indonesia layaknya America’s Got Talent, rintisan raja reality show dunia, Simon Cowell. Sayangnya, IGT tidak sesukses Indonesian Idol, X-Factor ataupun AFI. Popularitas IGT sangat flop dibanding Indonesia mencari bakat (IMB) yang saat itu tayang secara bersamaan.Tak heran, karena IMB muncul lebih awal dengan konsep yang identik. Antusias pemirsa televisi sudah terlanjur tersedot oleh IMB yang lumayan popular saat itu. Bahkan kontestan yang keluar sebagai pemenang di IMB dan IGT saat itu sama-sama penyanyi opera. Putri Ayu Silaen dari IMB dan Vania Larissa dari IGT. Setali tiga uang dengan acaranya, Putri Ayu lebih dikenal oleh masyarakat daripada Vania. IGT tak berhasil membangun karir Vania Larissa menjadi popular,hingga Vania akhirnya memenangkan Miss Indonesia 2013 di RCTI dan menjadi Miss Talent karena kemampuan vokalnya bernyanyi opera di ajang Miss World 2013 yang diadakan di Bali,Indonesia.
Musim kedua IGT disiarkan oleh SCTV. Berbeda dengan musim sebelumnya, kali ini tim produksi IGT tampak lebih serius dan total menayangkan sebuah reality show yang megah. Dengan konsep panggung yang sama dengan panggung America’s Got Talent, IGT berusaha mencuri perhaatian pemirsa penikmat ajang pencarian bakat. Dibawakan oleh presenter Ibnu Jamil dan Evan Sanders dan panel juri diisi oleh selebritis papan atas Indonesia, Anggun, Ari Lasso, Indi Barends hingga Jay Subiakto didapuk untuk menilai performa kontestan. Kehadiran Anggun menjadi yang paling menarik, sukses menjadi juri di X-Factor Indonesia dengan komentar-komentarnya yang membangun dan kedekatannya dengan Kontestan saat itu disertai ciri khasnya memanggil nama peserta menjadi magnet tersendiri untuk menghadirkannya kembali menjadi juri talent search.
Konsep panggung yang luar biasa megah dan komposisi juri yang mumpuni sejalan dengan aneka bakat yang ditampilkan. Walaupun masih memasuki babak audisi, IGT telah banyak mempertontonkan kontestan-kontestan unik dan berbakat. Mulai dari anak usia 6 tahun hingga kakek-kakek, Individu atau tim berlomba memperebutkan kata ‘ya’ dari juri. Mengadakan audisi di beberapa kota di Indonesia tampaknya sukses mendatangkan banyak bakat Indonesia yang seakan tak ada habisnya walaupun ajang pencarian bakat di negara ini termasuk banyak di berbagai stasiun televisi.
Walaupun mengusung konsep ajang pencarian bakat yang boleh diikuti anak-anak hingga dewasa, IGT anehnya mengkategorikan tayangannya di R-BO (Remaja-Bimbingan Orang Tua). Artinya tayangan ini hanya diperuntukkan untuk usia remaja dengan pengawasan orang tua. Ironic dengan peserta yang ditampilkan bahkan berusia 6 tahun. Beberapa kontestan yang lolos audisi adalah usia anak-anak yang memang sangat berbakat. Sudah tentu kategori R-BO ini kurang cocok untuk tayangan IGT.
Berbicara mengenai konten tayangan, R-BO memang pantas untuk disematkan untuk acara ini. Bakat-bakat peserta yang ditampilkan di IGT bisa jadi suatu hiburan menarik bagi sebagian orang tetapi bisa juga menjadi sajian menyeramkan bagi pihak lain. kontestan yang menunjukkan bakat bernyanyi ,menari atau komedi adalah hiburan mainstream yang hampir semua penonton tak bermasalah menyaksikannya. Tetapi IGT lebih dari itu, bakat-bakat ‘aneh’pun dihadirkan di acara ini. Sulap ala mentalist hingga akrobatik juga menghiasi panggung. Seperti yang ditampilkan pada episode Sabtu (12/4)malam hari ini, beberapa kontestan menghadirkan bakat tak biasa di panggung audisi. Seorang kontestan Pria menunjukkan keahliannya memasukkan benang dari mulut dan menariknya tanpa rasa sakit dari matanya. Tontonan ini tentu taka man bagi semua pemirsa televisi, apalagi anak-anak. Bahkan Anggun yang menjadi juripun tak berani menyaksikannya hingga selesai. Segmen selanjutnya,Anggun kembali harus meringis tak tahan melihat aksi seorang kontestan yang memasukkan gunting ke dalam mulutnya dengan trik-trik tertentu. Kontestan tersebut berhasil menyelesaikan aksinya dan lolos audisi, dengan mengoleksi tiga kata setuju dari juri (Indi, Ari dan Jay). Tak cukup sampai disana, kontestan selanjutnya adalah anak perempuan berusia 7 tahun yang sangat lucu menggemaskan. Bakatnya adalah berjalan di atas pecahan gelas tanpa terluka dan bahkan mampu selamat dari pisau-pisau tajam yang sengaja disusun di depannya saat berjalan dengan mata ditutupi kain hitam. Anggun seperti biasa tak melihat aksi tersebut sepenuhnya karena tidak tega. Pada penentuan, anak tersebut akhirnya diloloskan oleh keeempat juri (entah mengapa Anggun tidak konsisten).
Beberapa aksi kontestan tersebutlah yang mungkin menjadikan acara ini tak layak bagi anak-anak, sehingga dikategorikan R-BO. Sayangnya pesertanya tak sedikit yang menampilkan anak-anak. Dan kehadiran bakat anak-anaklah yang menjadi magnet kuat dari acara-acara talent search lintas umur seperti IGT. Seperti yang terjadi di IMB yang mempopulerkan penari breakdance cilik, Brandon.
Ini yang seringkali terjadi dalam berbagai tayangan televisi ndonesia dan menimbulkan kebingungan Publik. Seharusnya diadakan pengkategorian yang tegas terhadap materi siaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Tak hanya peserta yang dihadirkan berlawanan dengan kelas tontonan, pemirsa televisipun akan kebingungan untuk menikmati konten siaran. Akan lebih baik jika ‘bakat-bakat ekstrim’ memiliki tayangan khusus di acara yang berbeda hingga tidak terjadi penimbunan materi yang ambigu. Anak-anak di acara kategori anak saja, remaja di kategori remaja dan dewasa di kategori dewasa. Sehingga tidak terjadi kesalahan pengiriman pesan suatu tayangan televisi. Kalau tidak, bisa jadi anak-anak sekarang meniru tontonan televisi yang sudah sangat ekstrim untuk usia yang masih dini. Bisa rusak mental bangsa ini yang mulai terlihat dari banyaknya kasus penganiayaan yang dilakukan antar remaja dan bahkan anak-anak. Think Smart to be a Better Future!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H