[caption id="attachment_327441" align="aligncenter" width="300" caption="Aisyah dan Ayahnya (okezone.com)"][/caption]
Umumnya anak yang berusia delapan tahun mungkin sedang mengalami masa-masa bahagia dengan kasih sayang yang melimpah dari orang tuanya. Bermanja-manjaan dengan banyak fasilitas yang diberikan dan ditambah mencoba aneka permainan baru akan semakin melengkapi masa kecil bahagia seorang anak yang memang layak mendapatkannya. Namun pada kenyataannya tidak semua anak Indonesia yang mendapatkan masa-masa emas seperti itu. Siti Aisyah Pulungan, menjadi salah satu gambaran anak kurang beruntung di negeri ini. Bocah berusia 8 tahun ini terpaksa harus melupakan masa ‘bermanja-manjaan’ dan secara cepat harus bertransformasi untuk lebih bersikap dewasa menghadapi getirnya kehidupan yang dialaminya.
Bocah yang tinggal di Medan , Sumatera Utara ini sudah setahun lebih hidup bersama ayahnya di sebuah becak barang . Becak barang ini menjadi rumah bagi mereka dikarenakan tidak mampu mengontrak tempat yang lebih layak. Becak hasil ciclan ini menjadi satu-satunya tempat yang mereka gunakan untuk menampung pakaian dan peralatan lainnya. Awalnya, kehidupan Aisyah bersama ayahnya tidak segetir itu. Tetapi semenjak ayahnya, Muhammad Nawawi Pulungan yang bekerja sebagai sopir menderita sakit komplikasi Paru-paru semuanya berubah. Ibunya lebih memilih meninggalkan keduanya. Tak hanya itu, Uang tabungan Muhammad ludes untuk membayar pengobatan penyakit yang dideritanya. Pengobatan yang tak berlanjut karena kekurangan dana , semakin memperparah penyakit Muhammad hingga kini pria yang sudah kurus itu tak mampu lagi menggerakkan sebagian besar tubuhnya. Keadaan yang sangat menyedihkan tersebut membuat Muhammad terpuruk dan bahkan putus asa. Tak mampu lagi bergerak, Ia merasa menjadi tak berharga lagi. Tetapi puterinya yang berusia 8 tahun tersebut justru tak patah arang. Dengan tetap tegar, Aisyah menjadi tulang punggung bagi keduanya. Tanpa menyerah, Aisyah merawat ayahnya dan menjadi pengemis guna memberikan sesuap nasi untuk ayahnya. Setiap hari, Aisyah mendayung becak yang mengangkut tubuh ayahnya berkeliling berharap belas kasihan. Tak hanya itu, bocah yang akhirnya putus sekolah ini terkadang mengumpulkan barang rongsokan dan sampah plastik untuk dijual.
"Mulung juga, nanti di jual ke tukang botot (pengumpul) enggak jauh dari sini. Kalau tidurnya ya tetap di atas becak. Biasanya di depan ruko-ruko dekat Mesjid ini juga. Kalau hujan ya pindah. Cuma sering kebasahan juga kalau enggak sempat pindah ke halaman ruko yang ada atapnya,” tukasnya (okezone.com)
Untuk keperluan mandi, Aisyah kerap curi-curi untuk masuk ke kamar mandi masjid dan tak lupa Ia akan membasahi kain untuk mengusap badan ayahnya. Jika hari mulai gelap atau tengah hujan, Ia akan menumpang di teras rumah penduduk. Walau mengaku sering diusir, Aisyah tetap tak menyerah.
Aisyah mungkin hanya satu dari sekian juta anak di negeri ini. Di usianya yang masih delapan tahun Ia berubah menjadi malaikat untuk ayahnya. Dengan setia dan penuh pengabdian, Aisyah senantiasa menemani dan menjaga ayahnya. Aisyah merelakan kehilangan masa kanak-kanaknya yang harusnya masih asyik bermain dan bermain. Sikap yang ditunjukkan Aisyah ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat, bukan hanya kepada anak-anak akan berharganya cinta kepada orang tua. Ditengah maraknya sikap tidak sopan, angkuh, egois dan bahkan durhaka yang direpresentasikan anak-anak jaman sekarang kepada orang tua, kisah Aisyah menjadi tamparan keras yang sepantasnya menjadi teladan. Walaupun secara fisik Aisyah sama halanya dengan anak-anak lainnya yang lugu dan polos, siapa sangka di balik itu tersimpan hati yang mulia dan cinta yang besar kepada ayahnya. Kini malaikat kecil ini menjadi alasan paling berarti bagi Ayahnya untuk tetap berjuang hidup.
Kabar baik bagi Aisyah, pahitnya penderitaan yang dialaminya mendapat perhatian dari Pelaksana Tugas Walikota Medan,Dzulmi Eldin. Kabarnya Aisyah akan kembali disekolahkan sebagai harapannya dengan biaya dari Pemerintah Kota Medan. Ayahnya yang terkapar sakitpun akan mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit.
"Akan kita sekolahkan. Dia harus sekolah," kata Eldin kepada wartawan (detik.com)
Setiap manusia lahir kedunia dengan cerita yang berbeda-beda. Kesedihan ataupun kebahagiaan mungkin hanya sedikit cerita yang akan mengisi beberapa lembaran hidup kita. Hal yang paling penting ialah bagaimana cara menghargai apa yang tengah kita hadapi. Hingga kita tetap mampu untuk bersyukur saat menangis maupun saat tertawa. Semoga saja Aisyah dilimpahi kebahagiaan yang mampu menghapus air matanya selama ini. Harapan saya, Kisah ini menjadi contoh konkret bagi kita semua agar memahami rasa syukur dan mencintai orangtua setulusnya dan sepanjang hidup dalam keadaan apapun.
[caption id="attachment_327444" align="aligncenter" width="300" caption="idlehearts.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H