[caption id="attachment_326767" align="aligncenter" width="300" caption="Ahok (http://cdn.ciricara.com)"][/caption]
Masyarakat Indonesia saat ini sedang terkena demam Jokowi. Pasalnya sejak lama diharapkan agar menjadi Calon Presiden tahun ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) secara resmi telah mendeklarasikan Jokowi sebagai Capres atas mandat dari ketua Umum partai berlambang benteng bermoncong putih itu. Megawati Soekarno Putri akhirnya melepaskan kesempatannya untuk kembali ke kursi presiden kepada Jokowi, setelah berhasil membuat masyarakat yang pro Jokowi penasaran dan bahkan telah bermunculan petisi-petisi yang mendukung Jokowi di berbagai media sosial. Tetapi rasa penasaran itu kini berakhir bahagia dengan keikutsertaan Jokowi berlaga di Pemilu 2014.
Pasca deklarasi menjadi Capres, Demam tersebut tidak berhenti juga. Malahan semakin parah. Berita Jokowi kian popular. Bahkan di berbagai media membahas pro dan kontra pencapresan Jokowi. Berita meningkatnya korban penderita ISPA akibat asap yang menimpa Riau seakan karam termakan berita Jokowi Capres. Popularitas Jokowi yang sangat tinggi, bahkan hingga ke pelosok negeri ini menjadi perhatian khusus bagi setiap tokoh elite politik di negeri ini. Jangankan untuk memberi bantuan, bahkan membaca berita tentang ditutupnya jalur pesawat sementara ke Riau dan bahkan Transportasi darat yang sementara dihentikan menjadi pilihan kedua setelah ulasan Capres Jokowi.
Elektabilitas Jokowi memang sangat tinggi. Banyaknya simpatisan yang mendukungnya membuat mantan Walikota Solo ini mudah melenggang menuju Ri-1. Bahkan tidak berlebihan jika memprediksi kemenangannya pada Pemilihan Presiden nanti. Hingga banyak yang berfikir bahwa Pemilu hanya akan menjadi upacara peresmian kemenangan Jokowi.
Lalu, jika ‘Upacara’ tersebut benar-benar kenyataan, maka Jokowi meninggalkan wakilnya saat ini untuk menggantikan perannya menjadi DKI-1. Adalah Basuki Tjahaja Purnama, atau lebih dikenal dengan nama Ahok. Ialah yang kemudian akan menjadi Gubernur DKI Jakarta, pengganti Jokowi. Tegas, Jujur dan ‘blak-blakan’, itulah citra yang dimunculkan Ahok kepada masyarakat. Sikap tersebut juga seakan melengkapi kepemimpinannya bersama Jokowi yang terkesan lebih santai, tenang dan lembut. Akrabnya hubungan kedua tokoh ini menjadi salah satu kunci banyaknya gebrakan baru yang positif di Jakarta. walau belum sempurna, tetapi dibandingkan pemimpin lain, Ahok dan Jokowi tampil sebagai pemimpin dwi tunggal yang saling melengkapi dengan komitmen pembangunan Jakarta. walaupun kalah tenar dengan Jokowi, Ahok tetap saja mampu menunjukkan jati diri dan kapabilitasnya memimpin Jokowi. Walau berbeda karakter, tetapi keduanya memiliki misi yang sama, yakni memimpin dengan bersih.
Hanya menunggu waktu saja Ahok akan segera menjadi Gubernur Ibukota. Tetapi sebelum itu terjadi, FPI sudah menolaknya secara blak-blakan. Bahkan Ormas yang mengusung Front Pembela Islam ini mengancam akan perang, Jika Ahok menjadi Gubernur. Berarti bisa dipastikan FPI akan memerangi Ahok, karena bukan prediksi lagi. Secara hukum Ahok akan menjadi gubernur, setelah Jokowi menjadi Capres. Tak hanya FPI, masih banyak tokoh lain dan beberapa lapisan masyarakat yang menolak mantan Bupati Belitung ini. Apa masalahnya?
‘Ahok tempramental’ inilah alasan yang diangkat oleh para penolak Ahok. Sikap tegas Ahok dan komentar blak-blakannya ke media tentang pelanggaran aturan dan penyalahgunaan sarana prasarana dijadikan alasan penolakan Ahok. Alasan yang tidak konkret dan masuk akal. Tetapi saking tidak adanya celah negatif selama memimpin untuk melemahkannya, para penolak ini bak kebakaran jenggot mencari kekurangan Ahok. Masalah ‘kekasaran’ Ahok berbicara dan berkomentar tentunya lebih baik daripada rayuan Gombal pejabat yang kini terkurung di jeruji besia, sebagai tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masyarakat juga tahu itu dan bahkan beberapa kelompok yang kini terhasut juga sadar akan janji manis Pejabat yang berakhir pemerkosaan hak-hak rakyat. Lalu apa masalahnya?
Ahok terlahir sebagai Warga Negara Indonesia, keturunan Tionghoa. Inilah yang menjadi masalah. Para penolak ini mengangap Ahok tidak asli Indonesia. Bahkan tidak bisa merepresentasikan warga Jakarta. lalu apakah Ahok harus melakukan Operasi plastik, melebarkan pelipis mata hingga terlihat seperti orang Indonesia? Mengapa masyarakat begitu bangga mengaku orang Indonesia di bulu tangkis dunia. Tak tahukan kalau Susi Susanti, Alan Budikusuma, Liliana Natsir itu sama seperti Ahok? Apakah sepantasnya menghujat nasionalisme seseorang yang telah berjuang mengharumkan bangsa dan membangun Indonesia di mata dunia? Apa lebih mulia daripada membuat onar dan menciptakan keriuha yang hanya akan menodai Indonesia di mata dunia?
Inilah yang tidak disadari sebagian masyarakat Indonesia yang mengakui Garuda di dada. Tetapi sedikitpun tak memahami apa isinya. Ahok akan tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta, jika hukum berjalan dan masyarakat masih waras. Dengan kemampuannya memimpin, bahkan Ahok layak naik tingkat ke kursi kepemimpinan yang lebih tinggi lagi. Sebelum melakukan penolakan terhadap orang lain, ada baiknya bercermin dahulu. Lihatlah pantulan diri dalam cermin, apa sudah lebih baik dan sudah pantas menghujat seseorang. Karena seperti kata peribahasa, Gajah di pelupuk mata tak terlihat, semut di seberang lautan terlihat. Inilah yang seringkali dialami masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H