Lomba Jargon Santun ala Anies-Uno dan Agus-Sylvi
Satu alasan yang masuk akal dan mudah diterima sebagian masyarakat tentang kekurangan Ahok adalah cara bicaranya yang agak kasar dan galak. Nah, ini pula yang sepertinya menjadi inspirasi kedua kandidat lain dalam membentuk jargon pemimpin santun. Seperti tidak memiliki program unggulan lain yang inovatif, alih-alih berusaha keras mencari ide yang baru Anies-Sandiaga malah mengampanyekan pemimpin santun untuk Jakarta yang diklaim dimiliki pasangan ini. Tak mau ketinggalan dalam beberapa kesempatan Agus juga menyindir gaya bicara Ahok yang disebut kurang santun. Pertanyaannya adalah apa Jakarta bisa lebih maju dengan hanya mengandalkan senyum dan santun?
Inkonsistensi Agus dan Anies
Saat hadir di talkshow Mata Najwa minggu lalu, Agus sedikit kelabakan menanggapi video wawancaranya beberapa tahun sebelumnya saat tampil di acara yang sama di mana ia dengan mantap menyebut tidak akan terjun ke dunia politik apalagi politik praktis serta tidak memiliki target apa pun ke arah sana. Saat diajak Najwa menyaksikan video tersebut, Agus menyebut bahwa manusia bisa saja berubah. Jawaban yang cukup membelalakkan mata, secara langsung Agus mempertaruhkan integritas dan kapabilitasnya sebagai calon pemimpin yang mampu dibuktikan omongannya.
Tak jauh berbeda, selama ini Anies yang diidolakan sebagai cendekiawan akan konsisten memajukan pendidikan di Tanah Air namun jabatan sepertinya menggoyahkan prinsipnya hingga akhirnya terjun dalam Pilgub DKI Jakarta dan bahkan semakin hari kian membabi buta dalam mencari kelemahan lawan (baca: Ahok) mulai dari kesimpulan sepihak tanpa menonton pernyataan lengkap Ahok soal Al-Maidah 51, hingga pernyataan-pernyataannya yang terkesan provokatif.
All for Jakarta, Jakarta for All
Berbicara mengenai kelayakan memang semua kandidat cukup punya hak untuk maju sebagai pemimpin selama memiliki niatan yang baik, tuntutan dari nurani untuk berbakti kepada negeri tanpa paksaan, dorongan dan juga ajang balas dendam. Pemilihan Gubernur Jakarta bukan tentang siapa, latar belakang keluarga dan apa warna kulitnya, namun tentang apa yang ditawarkan untuk Jakarta yang lebih baik. Karena Jakarta untuk semua dan semua berhak pula memimpin Jakarta. Mencari yang terbaik adalah tugas warga Jakarta dalam menentukan pemimpinnya, maka diharapkan ketiga kandidat berlomba menawarkan solusi inovatif untuk Jakarta.
Berhenti hanya mengandalkan kelemahan lawan sebagai senapan untuk duduk nyaman di kursi DKI-1. Berhenti mempermainkan hati warga dengan mendramatisasi penggusuran atau relokasi demi mendapat simpati. Berhenti berjanji hal yang tidak mungkin dapat ditepati. Karena masyarakat Jakarta sudah pintar dan takkan mau dikhianati. Alih-alih mendapat simpati bisa-bisa pernyataan 'pahlawan kesiangan' menjadi bahan bully-an yang ujungnya mempermalukan diri sendiri.
Selamat berjuang untuk ketiga kandidat dan semoga Jakarta Damai dan tentram sejahtera dapat terwujud.
Anies semakin gencar serang ahok
Sindiran dramatis Agus yang berujung bully an