[caption caption="Gereja yang dibakar di Aceh Singkil Selasa (13/10). Foto: Monitorday.com"][/caption]
Dua gereja di Aceh Singkil dibakar massa yang juga menyeret satu orang korban nyawa dan korban luka-luka pada selasa siang (13/10). Kerusuhan ini sebelumnya dipicu dengan pembakaran sebuah rumah warga yang dijadikan tempat beribadah dengan catatan tidak memiliki izin sebagai tempat ibadah. Per hari ini, pembakaran gereja HKI dan Katolik ini menjadi sangat ramai dibicarakan di berbagai media. Terkejut? Sebenarnya tidak sama sekali! Entah ini kasus intoleran yang keberapa di Aceh dan entah ini gereja keberapa yang dibakar di Indonesia. Mengacu pada berita CNN,  perwakilan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Sudarto menyebut telah mengantongi sekitar 1000 kasus pembakaran gereja yang terjadi semenjak masa reformasi. Kenyataan yang buruk bagi penganut Kristiani di Negara kita yang sangat Bhineka ini katanya. Seribuan kasus tersebut ternyata belum cukup juga, hingga kasus terbaru ini menyeruak seakan mengingatkan bahwa ‘Minoritas’ belum cukup merasa aman walau katanya  dipayungi hukum yang menjamin kebebasan menjalankan agama dan kewajiban pemerintah menyediakan tempat beribadah.
Kasus intoleran kali ini memang bukan sebatas agama siapa yang jadi korban dan berapa jiwa yang meninggal. Bukan juga sesimpel persoalan surat izin mendirikan bangunan yang disebut belum didapatkan kedua gereja tersebut walau telah diupayakan. Namun lebih kepada kenyataan betapa mudahnya masyarakat kita terprovokasi dan kehilangan perikemanusiaan hanya dengan dorongan pihak-pihak yang kerdil dimana menganggap perbedaan adalah peperangan. Mirisnya lagi bagi mereka yang mengaminkan kasus ini dan memilih buta tuli dengan pemberitaan semacam ini. Ketika agama malah memecah belah perikemanusiaan masyarakat, apa masih patut mengakui keberadaan agama di Negara ini? Kenapa bukan menjadi Negara atheis saja sekalian? Jika mengakui berragam agama, seharusnya pemerintah siaga dengan kasus intoleran seperti ini. Terlebih dengan komposisi masyarakat yang masih banyak berpikiran kolot dan memiliki visi ingin membunuh orang yang berbeda paham dengannya. Ini dengan 1000 kasus yang telah terdata, masih saja bisa kecolongan dengan peristiwa yang sama. Maka masih bisakah pemerintah diandalkan untuk melindungi seluruh warganya?
[caption caption="Sebuah Gereja yang dibakar di Purwokerto. Foto:Blogspot."]
Membaca berbagai postingan korban-korban yang menjadi umat gereja tersebut di facebook benar-benar membuat haru. Ada yang memilih untuk meninggalkan tempat tersebut hingga melepaskan semua pekerjaan di sana demi keamanan diri sendiri. Jika ingin bertemu dengan Tuhannya saja sudah mendapat ancaman pembakaran, apalagi yang bisa dibanggakan dari masyarakat yang katanya menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika ini? Mengapa persoalan Izin mendirikan bangunan sampai berakhir ke tindak anarkis sekeji ini? Kitapun sama-sama tahu jika mengurus Surat Izin gereja itu tidak semudah mengurus surat izin Diskotek/Bar, setidaknya ini pengakuan beberapa teman yang pernah berkecimpung dalam pengurusan administrative gereja. Pun, bukankah seharusnya gereja sebagai keperluan bersama bebas berdiri selagi tidak mencuri tanah dari seseorang? Persoalan administrative begini yang menyebabkan para stakeholder untuk kemudian setuju membongkar gereja juga patut dipertanyakan perikemanusiaannya. Jika pemerintah memang menjamin kebebasan beribadah maka seharusnya memfasilitasinya juga, alasan Izin mendirikan bangunan bukan serta merta dijadikan umpan untuk langsung membongkar rumah ibadah. Atau begini, apa perlu pihak terkait berkeliling Indonesia dan masuk ke daerah-daerah untuk memeriksa surat Izin bangunan? Dan kemudian membongkar semua yang tidak memiliki izin? Apa seperti itu menanggapi keberadaan rumah Ibadah di Negara yang heterogen ini? Jika Ya, Negara ini telah menyamakan tempat ibadah dengan bisnis. Miris! Bhineka Tunggal Ika menyisakan Duka.
Sebenarnya solusinya seharusnya menciptakan kedamaian antara agama yang bertetangga. Melakukan tindakan preventif terhadap kasus intoleran dengan mengumpulkan ‘otak’ dari keluarnya suatu isu seperti ini.  Seberapa terganggu sih saudara jika mendengar agama seberang berkumpul dan beribadah di sebuah wadah yang sama? Ini yang salah di Negara ini, isu SARA kadang terlalu ditanggapi dengan sepele oleh Pemerintah sehingga berulang dan berulang. Padahal isu seperti inilah yang akan kemudian menjadi api besar yang membakar Negara sebagai Kesatuan. Setelah kasus ini, siapa yang menjamin akan kenyamanan tempat ibadah lain di daerah-daerah?
 Bercermin dari kasus ini semoga pemerintahan yang sekarang mampu membangun banteng yang lebih besar demi melindungi seluruh warga Negara dalam beribadah. Tetap menjunjung tinggi persatuan bangsa di atas golongan atau mayoritas. Cukuplah kasus di Singkil ini menjadi gereja terakhir yang terbakar akibat ulah dari manusia intoleran yang kebetulan mengaku memiliki Agama. Cukuplah korban tewas akibat kerusuhan radikal dari mereka yang mungkin sedang mencoba memecah belah bangsa kita.
Untuk mereka orang-orang radikal yang bertopeng dengan agama tertentu semoga secepatnya sadar karena bagaimanapun membakar suatu gereja bukan berarti akan melenyapkan dan menggoyahkan iman kekristenan. Agama itu lahir dari hati seseorang dan berakar di dalam dengan pengalaman membaca lingkungan dimana manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Seberapa banyak gereja dibakar maupun ancaman bom saat beribadah tak akan mampu melenyapkan suatu agama manapun. Jadi berhentilah untuk memprovokasi bangsa ini apalagi harus bertopeng di balik agama lain yang mana anda telah merusak kesucian agama itu sendiri.
Untuk semua saudara seiman semoga tetap bisa menjaga diri dan tidak terpancing emosi apalagi harus ikut-ikutan terprovokasi oleh ajakan intoleran yang sama. Satu poin yang penting, tidak ada agama yang salah. Dan semua ajaran agama pastilah membimbing ke perdamaian. Namun tidak bisa dipungkiri banyak orang jahat yang bertopeng dibalik agama tertentu. Jadi ketika bertemu atau bersinggungan dengan orang-orang seperti itu, segeralah beranjak. Melaporkannya ke pihak yang berwajib akan lebih bijak daripada menjadi bodoh dengan bersekutu bersamanya. Mari menganggap kejadian ini semacam ujian yang memang harus terjadi sebagai pelajaran kepada bangsa agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Dan Pak Polisi, Tolonglah lebih bersiaga dan mengabdilah untuk ketertiban umum bangsamu, jangan malah gentar dengan Preman Ormas!
Â
Salam damai di Bumi dan di hati!