[caption id="" align="aligncenter" width="606" caption="Lambang Parpol"][/caption] Usai sudah Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014. Satu langkah menentukan pemimpin bangsa ini selama 5 tahun ke depan telah dilalui oleh rakyat Indonesia. Walaupun masih menantikan rilis resmi dari Komisi Pemilihan Umum di awal Bulan Mei depan, namun bayangan pemenang hasil dari Pesta Demokrasi tahun ini telah jelas. Berbagai media yang mengadakan analisis hitung cepat (Quick Count) seragam mengklaim kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Salah satunya hitung cepat yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Sesuai hasil Quick Count SMRC (9/4/2014) dengan data suara yang masuk mencapai 98%. Partai pimpinan Megawati Soekarno Putri ini memuncaki daftar Partai Politik dengan pemilih paling banyak. PDI-P merajai hasil Quick Count dengan perolehan suara 18,95%, Golongan Karya 14,95%, Gerakan Indonesia Raya 11,98%. Seperti hasil berbagai survey sebelum Pileg, ketiga Parpol ini menjadi tiga besar di kancah perpolitikan Nasional. Sementara Demokrat bersama Partai Kebangkitan Bangsa mengekor ketiga Partai Besar di atas dan menjadi partai Poros Tengah. Kemerosotan perolehan suara Demokrat tidak mengejutkan mengingat citra Partai besutan SBY ini yang buruk menjelang Pemilu dengan banyaknya Kader yang tertangkap oleh KPK. Jika Pada Pemilu 2009, Demokrat tampil sebagai pemenang Pemilu dengan persentase suara 20.81%. Pemilu 2014 ini terpaksa menerima kekalahan dengan perolehan 10,04% (Versi Quick Count) artinya melorot lebih dari 11%. PKB justru tampil sebagai Parpol yang mengejutkan dengan perolehan suara sementara 9,08%, artinya naik 4% dari perolehan pada Pemilu 2009 (4.95%). Tampaknya usaha kampanye yang menghadirkan seabrek selebritis cukup ampuh mendulang suara partai ini.
Hasil Quick Count memang bukanlah hasil resmi, tetapi ini merupakan hasil bayangan yang biasanya tidak jauh berbeda dengan hasil sebenarnya. Dengan Margin of Eror +-1%, PDI-P sudah pasti menjadi pemenang karena selisih perolehan suara dengan Golkar dan parpol lainnya lumayan besar. Berbeda dengan partai poros tengah yang selisihnya cukup kecil dan kemungkinan masih mengalami perbedaan peringkat. Lalu bagaimanakah kunci kemenangan PDI-P tahun ini?
Partai berlambang banteng bermoncong Putih ini tampaknya tengah menjadi ‘gadis perawan’ yang akan dikerubuti oleh banyak pelamar. Setelah bersabar menjadi oposisi pemerintah selama lebih dari 10 tahun, Megawai dan Kadernya akhirnya bisa tersenyum dan kembali potensial menguasai Pemerintahan. Semua pimpinan Parpolpun berlomba membuat konferensi Pers untuk mengucapkan selamat kepada PDI-P. Jika dulu Megawati tampaknya tak punya kawan, kini Ia menjadi rebutan Parpol-Parpol lain. Sebaliknya, Demokrat yang di tahun 2009 menjadi primadona dan incaran berbagai Parpol untuk berkoalisi malah ditinggalkan dan tak diacuhkan sahabat-sahabat Parpolnya lagi. Tampak dalam pantauan Media kemarin (9/4) di Cikeas yang mendadak sepi dari peinggi parpol koalisi sangat berbeda dengan pemandangan tahun 2009. Namun demikianlah Politik, demi menjaga eksistensi Parpol-parpol menengah lebih memilih merapat kepada pemenang Pemilu daripada harus setia kepada Parpol yang telah terpuruk. Ibarat kata, habis manis sepah dibuang. Kini Demokrat tinggal sepahnya saja, menyaksikan ‘PDKT’ PDI-P, PAN (Partai Amanat NasionaL), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PKB dan yang lainnya.
Walaupun tampil sebagai pemenang Pemilu, sayangnya perolehan suara ini tidak sesuai dengan harapan Megawati. Jika sebelumnya Megawati mengharapkan perolehan di atas 20% suara agar bisa mencalonkan Presiden sendiri, versi Quick Count malah berkata lain. Hebohnya pemberitaan Jokowi sebagai tokoh fenomenal PDI-P juga tak cukup mendulang suara untuk parpol ini. Mengingat tingkat elektabilitas Jokowi menjelang Pemilu yang merajai berbagai survey, rasanya tak berlebihan Megawati mengharapkan perolehan suara di atas20%. Tetapi Jokowi Effect sepertinya tak mampu mewujudkannya, PDI-P hanya memperoleh 18,95%suara. Ini berarti PDI-P harus berkoalisi dengan Parpol lain agar bisa mencapreskan Jokowi.
Jokowi memang sudah menjadi salah satu fenomena politik Indonesia. Sama halnya dengan kehadiran sosok SBY di tahun 2004 dan 2009. SBY Effect yang berhasil membawa Partai Demokrat menjadi parpol besar Indonesia semenjak mengikuti Pemilu tampil sebagai idola masyarakat saat itu. hingga dengan mudah mengalahkan Megawati pada Pemilihan Presiden selama dua periode. Bahkan 2009 Demokrat memenangkan Pemilu dengan perolehan suara 20.81% jauh meninggalkan Parpol ‘tua’ seperti PDI-P dan Golkar yang hanya meraih 14.01% dan 14.45% suara. Kemudian menjelang berakhirnya tampuk kepemimpinan SBY, berakhir pula kejayaan Partai rintisannya. Kader-kadernya yang sebelumnya diprediksi menjadi pemimpin masa depan malah berlomba menjadi tahanan KPK dengan banyaknya kasus korupsi yang terungkap.
SBY berakhir, Jokowipun Hadir. Masyarakat yang bosan dengan politisi yang ‘wajahnya itu-itu lagi’ seakan memiliki pilihan baru. Jokowipun menjadi idola layaknya SBY dulu. Namun antusiasme masyarakat terhadap Jokowi tak seimbang dengan perolehan suara PDI-P yang notabene parpol tunggangan Jokowi. Jika melihat antusiasme yang besar, sepertinya mudah bagi PDI-P menang telak pada Pemilu 2009 ini. Namun kenyataannya berbeda, merujuk hasil Quick Count untuk 20% saja PDI-P tak cukup tangguh. SBY effect tampaknya lebih kuat daripada Jokowi Effect. Kini mau tak mau, PDI-P harus melakukan lobi-lobi politik dengan parpol lain agar bisa mengajukan Capres. Tetapi tentunya ini bukan PR yang rumit bagi PDI-P, melihat posisinya yang sekarang berada di atas awan, tinggal menunjuk satu saja parpol maka dengan senang hati akan datang. Seperti biasanya, setiap Parpol akan selalu menjaga Partainya eksis dan melakukan apapun agar mendapatkan jatah di kabinet.
Masyarakat kini tinggal menunggu peta koalisi Pemilu 2014. PDI-P, GOLKAR dan GERINDRA pastinya akan menjadi partai penentu jumlah Capres peserta Pilpres nanti. Sementara itu, DEMOKRAT akan berusaha keras untuk mencari koalisi demi mewujudkan keinginannya mendeklarasikan Capresnya. Walau kini terasa sulit, tapi Konvensi yang sudah digembor-gemborkan sejak lama tak mungkin dibatalkan begitu saja. Sementara itu, Partai HANURA malah menjadi parpol kecil dengan peringkat 3 paling buncit. Dengan perolehan 5.11% versi Quic Count, maka deklarasi Wiranto-Hari Tanoe serasa mimpi saja. Bisa dikatakan Demokrat dan Hanura menjadi parpol paling pilu atas hasil pemilu tahun ini.
Akhirnya semoga saja rakyat Indonesia memiliki pemimpin yang bijaksana dan mampu membawa Indonesia ke perubahan yang lebih baik lagi dari pemerintahan SBY. Dan tak lupa, semoga semua wakil rakyat yang terpilih mengisi parlemen mampu merealisasikan janji-janjinya untuk Indonesia yang lebih baik. Selamat bagi PDI-P!
Hasil Lengkap Quick Count SMRC dengan data yang masuk 98%:
1.PDIP 18,95%
2.Golkar 14,95%
3.Gerindra 11,98%
4.Partai Demokrat 10,04%
5.PKB 9,08%
6.PAN 7,66%
7.PKS 6,9%
8.Partai Nasdem 6,57%
9.PPP 6,3%
10.Hanura 5,16%
11.PBB 1,42%
12.PKPI 0,99%
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H