Mohon tunggu...
Sahroha Lumbanraja
Sahroha Lumbanraja Mohon Tunggu... Teknisi - Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

When You Have nothing good to say, Then Say nothing!!! Email: Sahrohal.raja@ymail.com IG: @Sahroha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

(Kasus Florence) Ide Sweeping Orang Batak dari Yogya? Segitunya!

1 September 2014   04:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:57 1578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prihatin sambil kasihan lihat isi pikiran netizen ini (Image/twitter.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="424" caption="Screenshoot Permintaan Maaf Florence (Image/liputan6.com)"][/caption]

Florence Sihombing mendadak menjadi bahan perbincangan di seantero negeri. Siapa sangka curhatannya di media sosial Path bisa mengantarkan Mahasiswi S2 Universitas Gadjah Mada ini menjadi topik utama pembicaraan di berbagai media tanah air. Kekesalannya terhadap pelayanan SPBU di wilayah Baciro/Lempuyangan Kota Yogyakarta yang dicurahkannya di Path miliknya berbuah menjadi jurang masalah baginya dan mengubah statusnya dari calon Magister menjadi narapidana. Tak cukup hanya dibully di media sosial, Florencepun akhirnya ditahan Mapolda DIY untuk kasus Pencemaran nama baik melalui media sosial. Perempuan berusia 26 tahun ini mungkin tak akan pernah menyangka kicauannya di akun pribadi miliknya menjadi begitu serius hingga menghadapkannya ke ranah hukum.

Sebelumnya saya kurang tertarik membahas kasus Florence ini. Namun menyimak berbagai forum yang kini ramai seiring derasnya pemberitaan di media-media mainstream, saya jadi tergugah untuk menuliskan sedikit catatan atas kasus ini. Semua orang yang mengetahui kasus Florence, pasti setuju menyatakan bahwa Florence memang telah salah. Hanya kesal pada pelayanan satu SPBU, Seharusnya Florence memang tak perlu menggeneralisasi kebenciannya untuk seluruh Jogja dan bahkan terlalu berlebihan membuat ajakan untuk tidak tinggal di Kota tersebut. Namun apa mau dikata, Nasi sudah menjadi bubur. Emosi Florence yang terlanjur menggunung atas perlakuan petugas SPBU tersebut membuat perempuan tersebut meluap-luap hingga tak memikirkan ulang efek dari apa yang tulisnya.

Saya juga yakin, mayoritas dari kita pasti lebih cepat emosi saat daerah asal dihina oleh pihak lain. Demikian juga dengan masyarakat Jogja yang langsung mengecam tindakan Flo di media sosial. Hingga akhirnya Florencepun menuliskan permintaan maafnya di media yang sama. Dan atas ketidak santunan Florence, Komunitas Batak di Yogyakarta meminta maaf juga. Seperti dikutip dari krjogja.com

"Kami menyesalkan kejadian ini. Komunitas Batak di Yogyakarta juga prihatin dengan ucapan Florence di jejaring sosial," kata perwakilan Komunitas Batak di Yogyakarta, Dikson Siringoringo Situmorang kepada KRjogja.com, Kamis (28/08/2014) malam.

Namun, ternyata kasus tersebut tidak berakhir seiring permintaan maafnya. Hingga kini, Flo pun harus menjadi tahanan di Kota perantauannya. Kemudian penahanan Flo pun memunculkan Pro dan kontra. Ada yang setuju dan ada pula sebagian masyarakat yang menilai tindakan tersebut terlalu berlebihan. Biarlah Flo mendapatkan sanksi di medsos juga, pun dia sudah minta maaf demikian alasan sebagian orang.

Lalu yang ingin saya tulis adalah bukan mengenai kontroversi tersebut. Keprihatinan saya sehingga menulis artikel ini adalah banyaknya netizen arogans yang pada akhirnya tak lebih baik dari Florence dalam menanggapi kasus ini. Tanggapan dari Netizen atas kasus ini justru mengarah pada SARA dan ajang balas dendam. Setiap membaca kolom komentar di media yang memberitakan kasus Flo, maka yang tertulis adalah berisi hinaan dan cacian yang digeneralisasi mengarah kepada suku Batak. Tak hanya dikonotasikan negative, dalam beberapa komentar yang saya temuipun ada yang bahkan menuliskan ingin melakukan Sweeping terhadap suku batak yang tinggal di Yogyakarta. Sebegitu parahkah?

[caption id="" align="aligncenter" width="288" caption="Prihatin sambil kasihan lihat isi pikiran netizen ini (Image/twitter.com)"]

Prihatin sambil kasihan lihat isi pikiran netizen ini (Image/twitter.com)
Prihatin sambil kasihan lihat isi pikiran netizen ini (Image/twitter.com)
[/caption]

Ini yang sangat disayangkan, sebagian masyarakat kita sangat cepat tersulut emosi dan secepat kilat pula menanggapi suatu kasus dari satu sisi saja.Apa yang dialami oleh Flo seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dalam berkomentar di media sosial. Arus informasi yang sangat deras dan tanpa batas bagaikan pedang bermata dua yang sangat tajam. Jika bijak menggunakannya, maka akan mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, akan memasukkan kita ke jurang permasalahan saat tak berhati-hati memanfaatkannya.

Florence mungkin menjadi orang yang tengah diterpa kesialan dalam kasus ini. Pasti masih banyak di luar sana yang memposting hal-hal yang lebih parah namun tak terekspos oleh media mengingat banyaknya pengguna medsos di negara ini, terlebih bangsa kita menjadi salah satu negara teraktif di media sosial. Kita juga pasti belum lupa banyaknya isu SARA yang beredar di medsos sepanjang Pemilihan Presiden lalu. Namun tak mendapat ‘perlakuan khusus’ seperti Florence. Bahkan pasca Pilpres, banyak orang yang menyatakan secara blak-blakan di medsos tidak akan mengakui Presiden terpilih sebagai presidennya. Padahal penyataan ini bisa memicu opini public apalagi dilakukan oleh Publik Figure/Politisi. Namun, Florence yang merupakan rakyat biasa harus menjadi contoh tak layak tiru bagi pengguna Medsos di tanah air. Hebatnya lagi kasus Florence sangat cepat disidik, ingat betapa lamanya penyidikan Tabloid Obor Rakyat ? Oh ya, apa kabar kasus ini ya?

Untuk kita semua, mari menjadi pengamat yang baik dan bijaksana dalam berkomentar, jika memang perlu berkomentar. Jika tidak, lebih baik diam dan melihat saja Florence mempertanggungjawabkan perbuatannya. Daripada harus memunculkan persoalan baru yang akan semakin menambah episode-episode drama kasus dramatisasi ini.

Perlu diingat, suku Jawa, Batak, Sunda, Dayak, Tionghoa atau apapun juga selama masih tinggal di tanah air tercinta, kita tetap satu. Suku Jawa yang tinggal di Medan, berarti penduduk Medan jadi memiliki hak yang sama layaknya orang Batak di sana. Jadi sangat dangkal sekali pemikiran dan ide sweeping seperti komentar netizen di atas. Intinya adalah, Kita satu. Aku dan Kamu adalah Indonesia!

Salam persatuan dan Persaudaraan dari saya Orang Batak Indonesia!

Juru Bicara Bacakan Permintaan Maaf Florence untuk Warga Yogya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun