[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik usai menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, beberapa waktu lalu. KPK menetapkan politisi Partai Demokrat itu menjadi tersangka pada Rabu (3/9/2014) karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan proyek di Kementerian ESDM 2011-2013. (TRIBUNNEWS / DANY PERMANA)"][/caption]
Pemberitaan mengenai kasus korupsi barangkali sudah menjadi topik wajib yang hampir selalu menghiasi media-media di Indonesia secara berkala. Prestasi mentereng yang ditunjukkan oleh KPK sebagai lembaga yang fokus memberantas tikus-tikus negara yang menggerogoti hak-hak rakyat memang telah sukses mengantarkan sejumlah politisi besar menjadi tahanan lembaga tersebut. Tanpa pandang bulu, KPK sukses membongkar sindikat mafia-mafia yang bertopengkan jabatan dan posisi terhormat di negara ini. Dari anggota Legislatif, Eksekutif hingga yudikatif telah memiliki perwakilan masing-masing sebagai Koruptor.
Tak terlepas dari Partai Politik, Koruptor-koruptor ini pun menjadi bukti bahwa tidak ada satu pun Parpol yang kadernya benar-benar bebas dari catatan hitam KPK. Tak hanya beberapa kepala daerah, anggota DPR, Hakim Mahkamah Konstitusi, Menteri yang masih aktif pun tak luput dari Pengamatan KPK. Desember 2012 lalu menjadi kasus korupsi pertama yang melibatkan menteri aktif, yakni Andi Malaranggeng. Andi yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga diseret oleh KPK terkait kasus Korupsi Proyek Hambalang. Kemudian, Surya Dharma Ali menjadi menteri aktif kedua yang berstatus tersangka pada Mei 2014 untuk kasus dugaan korupsi penyelenggaran Dana Haji. Lalu yang terbaru adalah penetapan status tersangka untuk Menteri ESDM, Jero Wacik pada 2 September 2014. Jero Wacik diduga melakukan pemerasan terkait dengan jabatannya sebagai Menteri ESDM dalam kurun waktu 2011-2012 dengan uang yang diduga dikorupsi Jero mencapai Rp 9,9 miliar. Kasus ini sekaligus melengkapi daftar tiga menteri aktif SBY yang menjadi tahanan KPK.
[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Andi Malaranggeng (Image/Twitter.com)"]
Beberapa waktu lalu, Penampilan Angelina Sondakh yang hadir sebagai saksi untuk sidang Pemeriksaan Saksi terkait kasus Anas Urbaningrum di pengadilan Tipikor Jakarta juga berhasil memukau hadirin yang datang di persidangan tersebut (Baca: Angelina Sondakh Bintang Iklan Shampoo merangkap Napi). Koruptor yang sedang menjalani masa tahanan 12 tahun yang dijatuhkan kepadanya atas kasus keterlibatannya dalam perkara korupsi anggaran Kemenpora serta kemendiknas ini juga menghiasi headline beberapa media dengan gayanya yang sangat trendi. Melihat penampilannya yang sangat terawat rasanya sulit membayangkan mantan Putri indonesia tersebut tengah tinggal di hotel Prodeo. Timbul juga rasa penasaran ingin melihat layanan apa saja yang tersedia untuk koruptor-koruptor ini. Hotel prodeo yang dimaksud untuk mereka mungkin bermakna denotatif sebagai Hotel. Dengan penuh percaya diri, Angie sukses memukau fotografer yang mengincar wajahnya.
Ratu Atut Choisyah pun tak kalah beringas di depan kamera yang mengincarnya. Setelah ditahan KPK dengan puluhan kasus KKN, Gubernur Banten nonaktif ini pada akhirnya hanya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 Juta. Hebat! Keputusan yang di luar dugaan ini tentunya membuat Publik kecewa dan juga KPK tentunya karena dinilai terlalu ringan. Begitu pun, dengan tegas Sang Ratu tetap tak puas dengan putusan tersebut.
Kemudian ada berita Nunun Nurbaeti, koruptor kasus korupsi suap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang cemburu akan keputusan Kemenkum HAM yang memberikan pembebasan bersyarat pada terpidana kasus suap Bupati Buol, Hartati Murdaya, dengan alasan faktor usia dan sudah membayar denda. Padahal menurut Nunun, dia pun sudah lanjut usia dan juga telah membayar Denda. Wah, waktu merencanakan Korupsinya masih sweet seventeen ya?
Lebih aneh lagi, Anas Urbaningrum koruptor megaproyek Hambalang. Status sebagai koruptor bukan menjadi halangan untuk mantan Ketua Umum Demokrat ini dalam beropini tentang apa pun yang sedang menjadi topik pembicaraan. Walau menjabat status sebagai Koruptor, Anas masih saja dimintai pendapatnya oleh wartawan dan disorot media. Untuk kasus Jero Wacik pun, Anas tetap tampil di televisi memberikan komentar penguatan untuk sesamanya ini. Untuk yang satu ini, saya bingung yang waras Wartawannya atau Koruptornya? Apa tidak ada lagi Tokoh lain yang lebih layak dimintai pendapat? Aduh negeriku!
[caption id="" align="aligncenter" width="530" caption="TCW koruptor (image/viva.co.id)"]
Komisi Pemberantasan Korupsi memang telah tegas dan melakukan pekerjaannya dengan baik. Namun tanpa adanya hukuman berat tertulis di Undang-undang yang ditujukan untuk para koruptor, maka keseriusan KPK mengungkap kasus korupsi hanya akan menjadi gertakan sambal bagi para koruptor ini. Ke depannya semoga saja pemerintahan baru kembali merevisi undang-undang tentang hukuman bagi para koruptor. Bagaimanapun, Korupsi merupakan kejahatan serius yang seharusnya mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Jika tidak, negara ini akan lebih lambat daripada siput paling lambat sedunia menuju negara yang maju. Dan rakyat tentunya sangat ingin melihat Koruptor ini tertunduk malu atau menangis saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka karena hukuman di depannya sangat berat. Rakyat muak dengan senyuman tak bersalah Koruptor di media-media. Stop korupsi dan Jayalah Bangsaku!
Berita Terkait:
Jero Wacik, Menteri Aktif Ketiga yang Dijerat KPK
Protes Menkum HAM, Pengacara Nunun Tunjukkan Bukti Bayar Denda Pidana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H