Mohon tunggu...
Sahla Ambarwati
Sahla Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi PGSD Universitas Muhammadiyah kuningan

Saya adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Muhammadiyah Kuningan. Sebagai mahasiswa PGSD, saya mempelajari berbagai mata kuliah yang berkaitan dengan pendidikan dasar, seperti metode pembelajaran, pengembangan kurikulum, psikologi anak, dan evaluasi pembelajaran. Selain itu, saya juga mengikuti kegiatan praktik mengajar di sekolah dasar untuk mengembangkan keterampilan mengajar secara langsung. Tujuan saya adalah menjadi guru yang profesional, inspiratif, dan mampu membentuk karakter positif pada peserta didik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

pancasila: tantangan intoleransi kehidupan beragama

22 Januari 2025   07:41 Diperbarui: 22 Januari 2025   07:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
keberagaman (source: pinterest)

Salah satu isu yang menyebutkan terkait Pancasila adalah tantangan intoleransi dalam kehidupan beragama di Indonesia. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," menekankan penghormatan terhadap keberagaman agama dan keyakinan. Namun dalam praktiknya, masih sering ditemukan kasus diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu, mulai dari pengelolaan pembangunan rumah ibadah hingga konflik horizontal yang terjadi karena perbedaan pandangan keagamaan. Fenomena ini mengancam semangat kebinekaan dan merusak keharmonisan hidup masyarakat.

Isu larangan penggunaan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 telah memicu kejadian yang signifikan di masyarakat. Sebagai negara dengan dasar Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, Kebhinekaan, dan Keadilan, larangan ini dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kebijakan tersebut menciptakan ironi karena Paskibraka sebagai simbol nasionalisme seharusnya mewakili keberagaman bangsa, termasuk dalam hal keyakinan. Jika alasan larangan adalah seragam yang seragam, hal ini tidak dapat dijadikan dasar untuk menyampaikan ekspresi keyakinan agama seseorang.

Mengkritisi isu ini, penting untuk memahami bahwa keberagaman dalam beragama tidak meningkatkan semangat persatuan, melainkan memperkuatnya. Larangan seperti ini berpotensi mendiskriminasi kelompok tertentu dan mencederai nilai-nilai toleransi yang dijunjung Pancasila. Sebagai solusinya, pemerintah atau penyelenggara Paskibraka perlu merevisi aturan ini agar tetap menghormati hak individu tanpa mengurangi semangat keseragaman. Misalnya, mendesain seragam Paskibraka yang inklusif, yang memungkinkan pemakaian jilbab dengan warna atau desain yang sesuai dengan identitas nasional.

Pandangan terhadap isu ini juga seharusnya mengedepankan dialog terbuka antara pihak penyelenggara, masyarakat, dan pemuka agama. Pendekatan yang inklusif dan saling menghormati dapat menjadi jalan tengah dalam mengatasi permasalahan ini. Dengan demikian, Paskibraka dapat terus menjadi simbol persatuan dan kebanggaan nasional yang mencerminkan keberagaman Indonesia, tanpa mengabaikan nilai-nilai dasar yang telah menjadi pedoman bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun