Mohon tunggu...
Muhammad Ulul Azmi
Muhammad Ulul Azmi Mohon Tunggu... lainnya -

Saya hanya mencoba untuk terus memperbaiki diri dan mencoba mengingatkan orang disekitar saya disaat mereka lupa, tapi hanya itu saja. Bukan kewajiban saya untuk membuat mereka semua sesuai dengan apa yang terbaik menurut saya. Apalagi hanya untuk memenuhi keinginan saya akan mereka. [elCapitano Romanisti-Indonesia]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Perbuatan Baik Dianggap Aneh; Fenomena Nyata di Negeri Para Nabi

22 Januari 2012   02:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aneh; sebuah terma yang diciptakan oleh kesepakatan sekelompok orang. Suatu kewajaran yang biasa terjadi sehari-hari bisa dianggap tak wajar lagi apabila sudah diberi label aneh oleh sebagian orang. Laiknya penyakit kulit, apabila ada satu orang saja yang membawa 'bendera' aneh untuk sesuatu, maka orang lain akan segera menganggap sesuatu tersebut sebagai sesuatu yang aneh. Kenapa?

Tulisan ini berangkat dari pengalaman saya selama ini. Ada seorang kawan lama, satu pondok, yang sangat gigih menyuarakan kebaikan walaupun ia belajar di sebuah perguruan tinggi berbasis teknologi, bukan perguruan tinggi Islam, yang memang sudah sewajarnya bagi para mahasiswanya untuk berdakwah dan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.

Disisi lain, saya melihat ada sebuah 'keganjilan' pada komunitas pelajar Ilmu Agama. Walaupun tidak banyak, tapi 'keganjilan' itu bukan merupakan sesuatu yang boleh ditolerir. Mereka merasa malu untuk memperlihatkan apa yang seharusnya mereka lakukan dan perlihatkan. Parahnya, setelah merasa malu, mereka mengecap kawan mereka yang melakukan hal itu sebagai orang aneh.

Ada apakah dibalik semua ini? Setelah diperhatikan, ternyata hal itu bersumber dari kebiasaan. Seperti kebiasaan berpeci di Indonesia, kita hampir pasti menggunakan peci ketika berjamaah di masjid. Saya merasakan sendiri hal ini, saya merasa biasa dan tak ada rasa malu sedikitpun karena semenjak kecil saya selalu berpeci. Tapi ketika di Mesir, perlahan-lahan kebiasaan tersebut luntur. Sampai [yang paling parah] sekarang saya merasa tidak PD ketika memakai peci, bahkan ketika berjamaah di masjid.

Sepertinya permasalah peci itu tak terlalu mengundang kontroversi, karena berpeci bukan merupakan perbuatan wajib dalam Islam. Berbeda pada permasalahan shalat berjamaah di masjid, yang menurut Imam Syafi'i dihukumi fardlu kifayah [bahkan ada sebagian ulama lain yang menghukuminya sebagai fardlu 'ain]. Apakah menganggap aneh orang yang melakukan shalat berjamaah di masjid masih bisa dianggap sebagai sesuatu yang boleh ditolerir?

Berani sekali Anda mengatakan bahwa ada sebagian orang yang beranggapan seperti itu? Saya menjawab, statement saya adalah sesuatu yang nyata. Karena saya sendiri pernah beranggapan aneh itu. Saya menganggap bahwa orang yang terlalu lebay, yang rela meninggalkan kesibukan mereka untuk shalat berjamaah di masjid sebagai orang yang aneh. Bolehlah orang yang tak punya kesibukan untuk shalat berjamaah di masjid. Ternyata, sebenarnya sayalah yang seharusnya disebut sebagai orang aneh, berani beranggapan tanpa memiliki dasar yang bisa diterima oleh agama dan akal sehat.

Satu permasalahan yang tak kalah pentingnya dengan shalat berjamaah di masjid adalah dakwah. Sebagian besar Masisir [Mahasiswa Indonesia di Mesir] kurang total dalam menyuarakan apa yang seharusnya mereka suarakan. Banyak yang terlena oleh Mesir yang membebaskan mereka untuk berkreasi dan beraktifitas. Ada yang sibuk menjadi jurnalis, penyair, fotografer, pesepak bola, sufi, gamer, pekerja, dan lain lain. Saya tak dapat menyalahkan mereka, karena itu adalah pilihan hidup mereka sendiri. Setidaknya, mereka masih ingat, untuk apa mereka datang ke Mesir. Ya, menuntut Ilmu Agama. Seorang yang belajar Ilmu Agama hendaknya mengajarkan apa yang telah mereka pelajari. Walaupun tidak harus menjadi seorang kyai atau dai. Akan sangat indah ketika seorang jurnalis menyuarakan nafas-nafas dakwah dalam tulisan mereka. Para fotografer memamerkan nilai-nilai Islam dalam karya fotonya. Para pekerja tidak melupakan hak untuk dirinya; beribadah, belajar, dan bekerja.

Setelah tahu siapa dan apa yang aneh, semoga kita segera bisa [sedikit demi sedikit] meninggalkan keanehan itu. Terima kasih untuk seorang sahabat yang telah mengingatkan akan tugas saya di sini. Dan semoga sedikit tulisan saya ini bisa bermanfaat untuk diri saya dan semua orang yang membaca. Semua kebaikan berasal dari Allah Swt. dan kekurangan dari saya pribadi. Wallohu a'lam.

===

[Cairo, 21 Oktober 2010]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun