Presiden Indonesia, Prabowo Subianto memberikan pernyataan pada saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Gedung Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (30/12/2024) lalu bahwasanya Indonesia perlu melakukan penambahan untuk penanaman kelapa sawit sebagai sebuah wadah mengembangkan swasembada energi Indonesia karena kelapa sawit Indonesia menjadi incaran berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh negara lain.
Prabowo berpandangan bahwasanya tidak perlu takut akan bahaya deforestasi karena pohon kelapa sawit juga bermanfaat bagi lingkungan karena mampu menyerap karbondioksida Pernyataan yang dipaparkan ditutup dengan statement bahwasanya kelapa sawit adalah pohon yang sama dengan pohon lainya dan tidak menyebabkan deforestasi. Pernyataan ini ditegaskan sebagai potensi dalam meningkatkan pendapatan Indonesia karena menjadi komoditas strategi yang dibutuhkan.
Pernyataan yang dituturkan oleh Presiden Prabowo ini membawa dampak luar biasa terhadap respon masyarakat. Pasalnya, tidak ada kejelasan pasti atau dukungan data dan research yang mendalam yang mendukung pernyataan yang diberikan. Pasalnya, kelapa sawit memang menjadi salah satu penyebab deforestasi di Indonesia karena dapat merusak lingkungan karena menimbulkan banjir secara konstan akibat dari pembukaan lahan perkebunan dengan skala besar.
Akan tetapi, fakta yang dimiliki dalam data deforestasi (alih fungsi lahan) Indonesia bahwa pada tahun 2023 deforestasi di Indonesia kembali meningkat menjadi 257.384 ha. Pulai Kalimantan menyumbang tingkat deforestasi terbanyak di Indonesia yang juga menjadi tempat sawit ditanam dan dikelola.
Pernyataan yang dikeluarkan Presiden ini menjadi sebuah isu sosial budaya di Indonesia saat ini karena akan timbul perspektif dalam berbagai pandangan dalam penerapan kebijakan ini merusak lingkungan dan melenceng dari ketetapan nilai yang berlaku dalam kehidupan. Sangat disayangkan juga bahwa Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) setuju dan mendukung pernyataan Presiden dengan catatan menanam sawit khusus energi saja.
Respon masyarakat dari adanya pernyataan yang ada jelas menimbulkan kemarahan. Pasalnya, dampak deforestasi bukanlah sebuah dampak biasa melainkan mengancam kehidupan masyarakat Indonesia karena flora dan fauna yang dimiliki Indonesia akan menurun terlebih ancaman punahnya satwa endemik, kawasan konservasi dan budaya juga akan hilang, memicu terjadinya bencana alam hingga perubahan siklus air di bumi.
Isu sosial budaya yang hadir jelas mengacu pada eksploitasi, kesenjangan ekonomi, kebijakan publik yang timpang dengan dampak hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat yang bergantung pada hutan karena adanya deforestasi. Banyaknya negara yang membutuhkan dan mengandalkan kelapa sawit Indonesia dan keinginan dalam peningkatan swasembada energi bukan menjadi sebuah alasan logis bahwa Indonesia perlu meningkatkan penanam sawit. Jika kebijakan ini terjadi, maka sama saja dengan membunuh lingkungan dan masyarakat Indonesia perlahan dengan dalih kepentingan negara dengan memunculkan stigma ketenangan tidak akan terjadi dampak signifikan, walaupun sejatinya menjadi permasalahan serius dalam isu sosial budaya.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat mengawal pernyataan ini ke depaknya dalam kebijakan yang akan diterapkan sebagai sebuah benteng perlawanan dalam menjaga dan melestarikan lingkungan dengan berpegang pada poin utama kesejahteraan masyarakat terhadap kebijakan yang diterapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H