Mohon tunggu...
Sahat Sinurat
Sahat Sinurat Mohon Tunggu... -

belajar dan terus belajar. sedang berusaha untuk bisa melakukan sesuatu yang bermakna sekecil apapun itu bagi tanah airku tempat aku berpijak dari awal hingga akhir hayat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Opera Sabun Bertajuk Pengesahan RUU Pilkada

7 Oktober 2014   18:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:02 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang berakhirnya masa tugas anggota DPR RI periode 2009-2014, rakyat Indonesia dihebohkan dengan opera sabun gedung parlemen. Para anggota dewan yang masa tugasnya hanya tersisa beberapa minggu lagi justru mengesahkan RUU Pilkada yang isinya masih kontroversi dan ditolak oleh banyak lapisan masyarakat termasuk para kepala daerah. Para anggota DPR menilai pilkada langsung menyedot biaya politik yang tinggi. Selain itu, banyak kepala daerah yang dipilih melalui pilkada langsung justru terjerat kasus korupsi. Dengan alasan ini, para anggota dewan merasa tepat untuk menghapus pemilihan langsung dari Undang-Undang Pilkada.

Pasca reformasi 98, demokrasi langsung yang sedang ditata dalam sistem pemerintahan Indonesia memang masih belum berjalan sempurna. Di beberapa daerah acap kali kita mendengar adanya konflik pilkada yang berlarut-larut dan menyebabkan terjadinya polemik di tengah masyarakat. Beberapa kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat malah masuk ke dalam bui karena harus mengganti biaya politik yang dikeluarkannya saat kampanye.

Namun, terlepas dari berbagai permasalahan yang terjadi selama proses demokrasi langsung ini, tidaklah tepat permasalahan ini menjadi alasan bagi anggota dewan untuk melegitimasi RUU Pilkada. Nyatanya, pilkada melalui DPRD juga belum bisa menjamin pemilihan kepala daerah yang bebas dari korupsi dan politik transaksional. Bahkan potensi korupsi dan suap rentan terjadi karena pilkada yang selama ini terbuka di ruang publik justru beralih menjadi lobi-lobi transaksional di ruang parlemen.

Menurut KBBI, demokrasi adalah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk menentukan pemerintah yang akan mewakilinya dalam memberdayakan wilayah dan mengatur kebijakan dan keberjalanan negara. Hal ini penting karena rakyat, wilayah, dan, pemerintah adalah tiga komponen utama pembentuk negara.

Pemerintah adalah representasi dari rakyat yang ditugaskan untuk mengatur kehidupan sebuah negara agar dapat berjalan mencapai tujuan pembentukannya, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memanfaatkan dan melestarikan wilayah, termasuk sumber daya yang ada di dalamnya. Untuk menjalankan pemerintah tersebut, rakyat di setiap negara memutuskan sistem yang akan digunakan, dan bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan untuk membangun negara tersebut.

John L. Esposito mengatakan demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Dari pernyataan Esposito, kita dapat mengurai bahwa lembaga pemerintah harus terbagi ke dalam tiga unsur pemerintah. Maka, penjelasan ini menguatkan peranan dan hak rakyat dalam menentukan perwakilan yang akan memerintahnya, baik di unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Sebelum amandemen, kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun, Pasal 1 UUD 1945 telah menyatakan dengan tegas kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Perubahan ini menitikberatkan sentralnya kepentingan rakyat dalam setiap keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Untuk menentukan, mengatur, menjalankan, dan mengawasi berjalannya hukum dan berbagai kebijakan tersebut, maka dibutuhkan adanya pemerintah yang berasal dari rakyat di wilayah tersebut. Dari masyarakat yang baik diharapkan terdapat demokrasi dan proses politik yang baik pula sehingga menghasilkan pemerintahan yang baik di samping demokratis, juga melaksanakan keadilan, menegakkan hukum, bersikap transparan, mempunyai birokrasi dan regulasi yang baik. (Widjajono, 2010).

Para anggota dewan telah menampilkan opera yang tidak menampilkan keindahan bagi para penontonnya. Alasan pengesahan RUU Pilkada terkesan lebih dikarenakan ambisi politik semata dari sekelompok orang ketimbang sebagai upaya memperjuangkan kepentingan rakyat. Parlemen yang seharusnya menjadi ruang suci untuk menyusun dan membuat kebijakan yang adil justru menjadi tempat bagi nafsu perenggut harapan yang mulai lahir di dalam diri setiap rakyat. Gedung parlemen pun kembali hanya menjadi tempat berlangsungnya opera sabun yang berbelit-belit dan tidak jelas akhir perkaranya.

Opera sabun yang berbelit-belit ini harus segara diganti dengan pagelaran harapan bertajuk pembangunan yang dicita-citakan. Sudah seharusnya rakyat ditempatkan kembali menjadi aktor utama pembangunan Indonesia. Opera sabun beberapa hari lalu menjadi pengalaman penting bagi kita bahwa menentukan wakil rakyat bukanlah pilihan main-main. Hal ini menjadi pembelajaran bagi rakyat untuk menempatkan orang-orang baik ke dalam sistem sehingga pemerintahan yang baik dan pro rakyat dapat segera terwujud di negeri kita.

Sahat Martin Philip Sinurat

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi GMKI

Tulisan ini diambil dari situs siperubahan.com

Opera Sabun Bertajuk Pengesahan RUU Pilkada

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun