Surat singkat terbuka buat Bapak Wapres Boediono. Saya sebenarnya bukan pengagum Bapak. Bahkan saya menganggap Bapak adalah Wakil Presiden yang paling tidak saya sukai dibandingkan dengan Wapres RI sebelumnya seperti Bapak Adam Malik, Hamengkubuwono IX , Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, Tri Sutrisno, B.J. Habibie, Megawati, Hamzah Haz dan Jusuf Kalla. Tetapi saya tuliskan artikel ini , saya anggap sebagai surat terbuka kepada Bapak , setelah membaca berbagai tanggapan orang di media massa atas pidato Bapak pada Pembukaan Muktamar VI Dewan Mesjid Indonesia beberapa hari yang lalu. Berita di media massa umumnya hanya menyoroti pernyataan Bapak atau tepatnya saran Bapak kepada DMI untuk mengembangkan mesjid sebagai wadah kehidupan sosial yang lebih maju, dan Bapak mengumpamakan masalah pengaturan penggunaan pengeras suara di mesjid-mesjid. Tanggapan di media massapun bersileweran kesana kemari. Di salah satu media massa Nasional saya membaca komentar - komentar/ protes atas berita tentang pernyataan Bapak. Bahkan protes itu sampai menggunakan kata-kata hinaan yang menurut saya sangat kasar dan tidak berdasar. Misalnya Bapak dikatakan Islam KTP, dikatakan anti Islam, dikatakan antek-antek luar yang menyusup akan menghancurkan Islam, juga meragukan ke-Islaman Bapak , dan juga disebutkan Bapak tidak suka mendengar azan karena Bapak golongan Sy****n, dsb, dsb. Bukan hanya pembaca yang mengomentari berita itu, berita itu sendiri mengemukakan penyataan - pernyataan dari tokoh-tokoh yang umumnya mengatakan anjuran Bapak tidak berdasar, tidak pada tempatnya, tidak perlu , dan berbagai protes lainnya sampai menyangkut Bapak mengurusi bidang yang bukan bidang Bapak, bapak lebih baik konsentrasi pada pekerjaan pemberantasan korupsi, BBM, kesejateraan rakyat, dll. Saya sampai bingung sendiri mengapa penyataan tentang pengaturan pengeras suara itu menjadi topik mass media Nasional. Sementara jika saya saya membaca naskah lengkap pidato Bapak pada pembukaan Muktamar itu , rasanya sangat banyak hal yang Bapak sampaikan, misalnya tentang kebersihan diri dan lingkungan, tentang toleransi, tentang fungsi mesjid sebagai fungsi ibadah dan sosial , karakter bangsa, pendidikan, keterampilan remaja dan anak-anak, dan tentang pengelolaan ekonomi masyaakat melalui optimalisasi zakat, infaq, shadaqah. Entahlah Pak, mengapa seakan-akan pidato Bapak hanya berisi tentang salah satu saran topik pembahasan di DMI yaitu mengenai pengaturan pengeras suara saja yang menjadi topik hangat di media massa. Topik-topik lainnya dianggap tidak penting sepertinya pak... atau bahkan dianggap topik biasa-biasa aja.  Saya sampai berulang kali membaca Naskah pidato Bapak , hanya untuk sekedar memahami lebih dalam apa makna-makna yang tersirat di dalamnya. Tetapi terus terang, saya tidak menemukan satu artikelpun di media massa yang membahas sisi positif atau hal-hal yang selayaknya mendapat pujian dari pidato Bapak. Semua orang sepertinya langsung tersetrum listrik dengan berita pengeras suara di mesjid . Saya hanya bisa heran atas komentar-komentar marah di media massa . Menuliskan amarah dan kebencian kepada Bapak sepertinya menjadi kepuasan tersendiri , menjadi kebanggaan bagi sebagian orang. Entahlah. Mengapa berbagai elemen bangsa ini sangat cepat marah dan emosi dan terkadang langsung mengomentari dengan sinis. Saya hanya bisa berharap, Bapak dengan sabar menghadapi komentar-komentar panas itu. Saya yakin Bapak sebagai guru besar dan pejabat negara sudah maklum, bahwa banyak orang di negara ini yang sangat cepat untuk marah dan emosi. Semoga masalah ini tidak melebar sampai berlarut-larut dan bangsa ini tetap bergerak maju menuju cita-citanya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H