Mohon tunggu...
Sardo Pardede
Sardo Pardede Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Suka menulis berbagai hal yang menarik (secara subjektif) atau hal-hal yang sekedar terlintas di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Ekonomi Politik Internasional lewat Pendekatan Marxisme (Marxian)

14 Maret 2023   11:49 Diperbarui: 14 Maret 2023   12:01 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada artikel sebelumnya, artikel tersebut banyak memaparkan berbagai faktor yang membuat ilmu ekonomi politik menjadi kajian yang penting di dalam studi Hubungan Internasional. Sebagai rekap, Secara singkat di artikel sebelumnya banyak membahas terkait kebutuhan studi Hubungan Internasional sebagai sebuah bidang ilmu (field of study) untuk mempelajari konsep dan teori di dalam berbagai interdisiplin ilmu lain dan mengapa ilmu ekonomi politik menjadi salah satu disiplin ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Walaupun masih jauh dari kata sempurna, tulisan di dalam artikel tersebut dapat menjadi landasan bagi saya, penulis, untuk melihat lebih jauh berbagai kajian di dalam ilmu ekonomi politik serta hubungan korelatifnya dengan studi Hubungan Internasional.

Dalam ilmu ekonomi politik internasional (EPI), terdapat tiga paradigma utama dalam kajiannya. Ketiga paradigma itu adalah Merkantilisme, liberalisme, dan marxisme-strukturalisme. Khusus pada artikel ini, paradigma marxisme-strukturalisme akan menjadi perhatian utama dalam memahami terkait bagaimana Karl Marx melihat konteks ekonomi politik.

Jika berbicara mengenai perspektif Marx, maka berbagai argumennya tidak akan lepas dari kapitalisme. Sebuah sistem produksi yang lahir akibat pemikiran-pemikiran liberalis di mana menekankan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, yang memungkinkan para pemiliknya (kapitalis) mengelola proses produksi dan memperoleh barang-barang yang diproduksi oleh karyawan atau buruh. Kaum Marxis melihat bahwa sistem kapitalisme dan pasar (market oriented) telah menghasilkan ketidakadilan yang ekstrem, yaitu kemakmuran bagi kaum kapitalis (borjuis) dan kemiskinan bagi kaum buruh (proletar). Marx menyatakan bahwa kaum borjuis akan semakin kaya dan berkuasa dengan mengeksploitasi mereka yang ada di kelas proletar dengan posisi yang "powerless". Perbedaan ekstrem inilah yang menyebabkan berkembangnya Marxisme atau cara pandang radikal pada awal abad ke-20. Paradigma Marxisme juga menyoroti sekaligus mengkritik pendekatan liberalisme terkait berbagai dinamika kapitalisme global, seperti akumulasi kekuatan dan ketidakmerataan distribusi kekayaan.

Salah satu argumen Marx yang sangat berkaitan erat dengan ekonomi politik internasional adalah "history is shaped by Economic Forces". Penekanan Marx terkait argumen tersebut adalah bahwa berbagai perubahan sosial, hukum serta kebijakan politik di sepanjang sejarah, merupakan wujud refleksi atau dampak yang dihasilkan dari sistem ekonomi yang melandasinya. Secara sederhana, argumen Marx tersebut menyatakan bahwa sistem ekonomi yang beroperasi di dunia pada saat itu akan menyebabkan sistem politik, sosial, dan hukum juga ikut berubah (upaya penyelarasan). Marx menyatakan argumennya ini bukan tanpa alasan, melainkan mengalami serta melihat sendiri peristiwa yang membuatnya mengutarakan pemikirannya tersebut.

Dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi telah ada dan dilakukan sejak jaman dahulu. Akan tetapi, kegiatan ekonomi di dunia mengalami transformasi yang signifikan ketika pemikiran-pemikiran aliran merkantilisme mulai populer dan menyebar ke seluruh Eropa. Sehingga melahirkan era "The Age of Empire" di tengah-tengah dunia. Merkantilisme sebagai sebuah aliran ekonomi pada era itu, yang berorientasi kepada pengumpulan atau akumulasi kekayaan dan sumber daya bagi negara, menyebabkan perubahan sosial-politik yang besar di dunia. Komoditas perdagangan pada era itu didominasi dari sektor agrikultur dan agraria. Rempah-rempah termasuk komoditas bernilai tinggi yang diperdagangkan pada saat itu. Para pedagang di Eropa berusaha untuk "memperluas" aktivitas perdagangan ke luar Eropa karena pendapatan yang sangat besar dapat dihasilkan oleh transaksi dengan perusahaan-perusahaan besar. Selama era "The Age of Empire" ini, negara-negara kuat yang berada di puncak ekspansi dan kolonialisasi mendominasi perekonomian dunia. Mengejar tujuan ekonomi (motif ekonomi) adalah salah satu penyebabnya. Akan tetapi, pasca revolusi industri yang terjadi pada pertengahan abad ke-19, telah mengubah struktur dan sistem perekonomian global.

Revolusi industri yang terjadi kemudian disokong oleh maraknya kritik oleh tokoh-tokoh Liberalisme terhadap aliran merkantilisme yang dianggap sudah tidak relevan lagi. Pemikiran tokoh-tokoh aliran liberal terkait perdagangan yang berorientasi kepada pasar (market oriented) dimana hal tersebut akan sangat menguntungkan perekonomian global. Selain itu, fenomena revolusi industri juga melahirkan kebijakan baru yang pada gilirannya melahirkan kekuatan baru yaitu pasar kapitalis. Perubahan kebijakan politik negara mempengaruhi kondisi sosial dimana petani dan pekerja-pekerja yang tadinya banyak bekerja di sektor agrikultur akhirnya mengalami ketidakstabilan sebagai akibatnya. Memaksa mereka untuk mengalihkan pekerjaannya dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Sepanjang Revolusi Industri, perempuan dan anak-anak yang belum menikah, termasuk banyak anak yatim piatu, menjadi mayoritas tenaga kerja di pabrik-pabrik tekstil. Rata-rata, mereka bekerja 12 hingga 14 jam sehari, dengan hanya libur di hari Minggu. Kaum perempuan sering menerima pekerjaan musiman di pabrik-pabrik selama vakum musim bertani (musim dingin). Jam kerja yang begitu panjang, moda transportasi bagi buruh yang tidak memadai, dan upah yang rendah membuat pencarian dan mempertahankan karyawan menjadi sulit. Banyak orang yang dipaksa bekerja di pabrik termasuk petani yang terlantar dan buruh serabutan yang tidak punya apa-apa untuk dijual selain tenaga mereka.

Fenomena itu melandasi argument Marx terkait sistem ekonomi dunia yang mengubah sistem politik di tingkat negara juga menjadi eksploitatif terhadap kelas proletar. Kebijakan negara seperti liberalisasi perdagangan dan penanaman modal asing, hilir keuntungannya ternyata hanya dinikmati oleh segelintir kelompok negara. Bahkan Lenin menambahkan argumen bahwa poros ekonomi dunia (economic core) akan mengekploitasi less-developed countries dengan berbagai kebijakan perdagangan dunia yang justru akan sangat menguntungkan negara-negara core tersebut. Sumbangan terbesar pemikiran kaum Marxisme terkait ekonomi politik internasional adalah sistem ekonomi dunia yang (berbasis) kapitalisme telah mempengaruhi berbagai kebijakan politik dan hukum yang eksploitatif, serta perubahan sosial-budaya masyarakat di tingkat domestik (negara) dan internasional.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun