Mohon tunggu...
Sahar Trijayanti
Sahar Trijayanti Mohon Tunggu... -

i love PERSIB foreba....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Subianto Mantan Jendral hingga Matan Negarawan

22 Agustus 2014   03:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:54 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014 layak menjadi sejarah yang paling penting di Indonesia sejak diberlakukannya Pemilu Langsung. Selain menjadi pelopor demokrasi terpanas pasca reformasi, Pilpres 2014 pun menjadi ajang pembuktian kapasitas kenegarawanan tokoh politik.

Sosok negarawan sangat diharapkan muncul menjadi "leader" di Indonesia saat ini. Keadaan bangsa yang kian kompleks, dipastikan sangat membutuhkan pengikat yang erat persatuan dan kesatuan. Seorang "leader" dipastikan mampu mengomandoi para simpatisan dan pengikutnya. Entah itu komando ke arah positif maupun ke arah sebaliknya.

Prabowo Subianto tampil menjadi sosok paling negarawan di antara kandidat calon presiden lain menjelang pelaksanaan Pilpres 2014.  Melalui kampanye-kampanye yang dilaksanakannya, Prabowo Subianto sangat menonjolkan ide dan gagasan besar untuk kemajuan Bangsa Indonesia. Hal tersebut pun sontak menjadi alasan masyarakat calon  pemilihnya menentukan kepercayaan kepada sosok Prabowo Subianto untuk menjadi pemimpin Indonesia. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh hampir semua lembaga survei di Indonesia, bahwa Prabowo Subianto memiliki keunggulan dalam hal menuturkan visi-misinya yang berisi ide dan gagasan besar.

Sikap negarawan Prabowo Subianto pun semakin menguat saja. Tampil beberapa kali dalam debat Capres yang diselenggarakan KPU, Prabowo Subianto memperlihatkan bahwa dirinya hanya berbuat yang terbaik unutk negeri ini. Prabowo Subianto acap kali menuturkan bahwa dirinya siap kalah dan siap menang dalam Pilpres 2014. Selain itu juga tak segan dirinya mengaku setuju terhadap ide maupun gagasan lawan politiknya, Joko Widodo, ketika berdebat. Bahkan sempat memberi pernyataan bahwa sebenarnya Prabowo Subianto dilarang setuju oleh tim penasehat dan tim suksenya dengan apapun ide atau gagasan yang diucapkan Joko Widodo. Tapi karena sikap kenegarawanannya, Prabowo Subianto pun tidak menuruti para penasehatnya dan memilih setuju dengan ide yang dituturkan Joko Widodo, karena menurutnya itu baik bagi Indonesia.

Hasil survey beberapa lembaga survey pun menunjukkan tren positif kenaikan elektabilitas Prabowo Subianto pasca diselenggarakannya Debat Capres. Hingga hanya menyisakan margin rata-rata 3% saja dari keunggulan elektabilitas rivalnya, Joko Widodo. Bahkan ada beberapa lembaga survey yang merilis hasil surveynya yang menunjukkan hasil elektabilitas Prabowo Subianto telah berhasil menyalip elektabilitas Joko Widodo.

Di masa tenang, klaim-mengklaim keunggulan elektabilitas pun dilontorkan kedua kubu Capres. Kubu Prabowo Subianto sangat yakin dengan hasil survey beberapa lembaga survey yang mengunggulkannya. Sementara itu, kubu Joko Widodo pun melakukan hal yang sama.

Hari pemilihan pun tiba. Namun saling akui kemenangan kembali terjadi. Yang menjadi biang keladinya tak lain yaitu adanya hasil Quick Count yang dipublikasikan oleh semua media televisi nasional yang berbeda dalam hasilnya. Seolah telah menjadi alat politik penggiring opini publik, terjadi dua blok kelompok televisi. Ada kelompok televisi yang mempublikasikan hasil Quick Count lembaga survey yang memenangkan Prabowo Subianto, dan ada juga kelompok televisi yang menayangkan hasil Quick Count lembaga survey yang memenangkan Joko Widodo.

Adalah kubu lawan, Joko Widodo, yang mendeklarasikan kemenangan Pilpres setelah melihat hasil Quick Count yang mengunggulkannya di sore hari setelah dilakukan pemilihan. Namun hal itu tak mepengaruhi kemenangan Prabowo Subianto versi Quick Count lembaga survey yang mengunggulkannya. Prabowo Subianto pun hanya percaya pada hasil Quick Count lembaga survey yang mengunggulkannya. Dan setelah itu, kubu Prabowo Subianto pun menyusul mendeklarasikan kemengannya tersebut. Deklarasi kemenangannya ini diwarnai sujud syukur oleh Prabowo Subianto, yang menandai rasa syukurnya terhadap kemenangan yang diraihnya.

Beberapa hari setelah pemilihan, terjadi respon dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang melarang stasiun televisi menayangkan hasil Quick Count. Ini adalah kali pertama selama Pemilu hasil Quick Count tersebut dipermasalahkan hingga akhirnya dilarang ditayangkan di televisi. Yang menjadi soal adalah adanya perbedaan hasil Quick Count yang dianggap dapat membingungkan masyarakat.

Tak hanya itu, reaksi pun muncul dari Perhimpunan Survey Opini Publik (Persepi). Dengan adanya hasil Quick Count yang berbeda, Persepi pun lantas mengaudit anggotanya yang merupan beberapa lembaga survey yang selenggarakan Quick Count. Adalah Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Puskaptis lembaga survey anggota Persepi yang memenangkan Prabowo Subianto yang berbeda hasil Quick Count-nya dengan anggota yang lain seperti Lingkaran Survey Indonesia (LSI), SMRC, dan Indikator, yang memenangkan Joko Widodo. Namun, JSI dan Puskaptis menolak untuk diaudit. Dan akhirnya, kedua lembaga survey tersebut pun dikeluarkan dari keanggotaan Persepi.

Reaksi masyarakat pun mulai muncul atas permasalahan hasil Quick Count ini. Terlebih lagi di jejaring sosial. Dengan menolaknya JSI dan Puskaptis diaudit dan akhirnya dikeluarkan dari Persepi, kedua lembaga survey tersebut dianggap tidak kredibel, atau masyarakat jejaring sosial ramai-ramai menyebutnya lembaga survey abal-abal.

Prabowo Subianto pun tak gentar dengan klaim kemenangannya. Meskipun dua lembaga survey yang memenangkannya dicap sebagai lembaga survey abal-abal, namun Prabowo Subianto masih punya hasil Real Count yang didapat dari tabulasi suara milik salah satu partai koalisinya, yaitu PKS. Di sela-sela yuporia kemenangannya, Prabowo Subianto sempat mendeklarasikan koalisi permanen. Dan dengan demikian, Prabowo Subianto pun kini hanya mempercayai hasil Real Count-nya PKS, dan tidak percaya hasil Quick Count lembaga survey mana pun.

Rekap hasil Real Count PKS yang memenangkan Prabowo Subianto pun banyak dipublikasikan di media. Terutama oleh para simpatisan pendukung Prabowo Subianto. Mereka kerap membagikannya di media sosial.

Dan entah kebetulan atau memang fakta. Rekapitulasi hasil Real Count PKS ini ternyata sama persis dengan hasil survey yang pernah dipublikasikan di media beberapa hari sebelum pencoblosan. Dan diketahui servey tersebut juga dilakukan oleh PKS. Dengan hasil Real Count yang sama persis dengan hasil survey di jauh hari sebelum pencoblosan, maka hasil Real Count PKS ini pun menjadi banyak yang meragukan dan dianggap tidak kredibel.

Melihat fakta hasil Real Count PKS banyak yang meragukan, Prabowo Subianto pun mengalihkan kepercayaannya pada hasil resmi yang diumumkan KPU. Dan bersamaan dengan hal itu, KPU pun mulai mempublikasikan hasil scan formulir C1 dari tiap TPS. Dengan demikian maka masyarakat secara umum dapat melihat hasil pemilihan secara nasional.

Hari pengumuman resmi KPU mengenai hasil Pilpres semakin dekat. Publikasi scan C1 pun mendekati angka 100%. Hasilnya pun menunjukkan angka kemenangan untuk sang rival, Joko Widodo. Hal ini pun sesuai dengan publikasi dari sebuah website, kawalpemilu.org.

Dengan hasil tersebut, Prabowo Subianto pun mulai meragukan kredibilitas KPU. Menurut Prabowo, KPU banyak melakukan pelanggaran, diantaranya saja tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu. Dan puncaknya terjadi ketika pembacaan rekap hasil Pilpres dari setiap provinsi secara nasional oleh KPU. Belum selesai proses tersebut dilaksanakan, Prabowo Subianto memilih untuk menarik diri dari seluruh proses yang sedang dilakukan KPU. Kemudian setelah itu, pihak Prabowo sempat meralat pernyataan tersebut dan menjelaskan maksud sebenarnya adalah keberatan dengan hasil Pilpres, yang kemudian pihaknya akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski bersamaan dengan itu, KPU telah menetapkan secara resmi Joko Widodo sebagai presiden terpilih.

Prabowo Subianto pun kembali mengalihkan kepercayaannya. Kini Prabowo hanya akan menerima keputusan MK. Dan pihaknya mengklaim memiliki bukti kecurangan yang banyak hingga bertruk-truk banyaknya. Belum lagi ada ribuan pengacara dan saksi yang siap memenangkan gugatannya.

Sidang gugatan di MK pun digelar. Prabowo Subianto dan petinggi partai koalisinya hadir di hari pertama siding gugatan. Saksi-saksi pun mulai memberikan keterangannya di hari-hari berikutnya. Dan setelah itu, bukti-bukti pun dikerahkan untuk diverifikasi hakim MK. Namun, selama proses persidangan menunjukkan tipisnya peluang kemenangan gugatan Prabowo. Dan pihak Prabowo pun seolah menyadari kenyataan tersebut, pihaknya kembali menyatakan sikapnya mengalihkan kepercayaan kepada lembaga hokum lainnya, yaitu kepada PTUN dan Mahkamah Agung. Selain itu, rencana pembentukan Pansus Pilpres di DPR pun semakin mengemuka.

Dari semua proses yang telah berjalan sementara ini, muncul fakta kapasitas kenegarawanan seorang Prabowo Subianto. Prabowo Subianto yang dulu sebelum Pilpres dilaksanakan terangkat elektabilitasnya oleh sifat kenegarawanan, kini harus memaksa masyarakat menghakiminya dengan penilaian yang minor. Prabowo dinilai gagal menjadi seorang negarawan. Sikapnya yang tak mau menerima kekalahan, menjadi fakta kalau Prabowo hanyalah seorang mantan jendral yang gila kekuasaan. Dirinya terlihat akan melakukan apa saja untuk bisa meraih hasratnya menjadi penguasa negeri ini.

Pesan yang dapat ditangkap sementara ini, jika pun MK tetap menetapkan Joko Widodo sebagai presiden RI yang ke-7, namun pihak Prabowo ingin menggiring opini publik seolah pihaknya kalah karena dicurangi. Dengan demikian, meski kalah Prabowo tetap mendapat kepuasan karena masih dapat kepercayaan dari para pendukungnya. Dan itu pun hanya menurut perkiraannya yang sangat tak pantas dilakukan oleh seorang mantan jendral dan matan negarawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun