Suara anjing itu masih terngiang jelas di telinganya meskipun Razif sekarang telah berada dua kilometer jauhnya. Deru napasnya terdengar keras dan pendek. Begitupun dengan suara jantungnya yang terdengar bagaikan langkah kaki seorang yang berlari di atas sebuah papan. Kesadarannya tidak begitu baik, matanya sedikit berkunang dan kepalanya terasa berdenyut. Keringatnya mengalir deras membasahi sarung yang digunakannya untuk menutup kepala. Dia meringkuk di antara semak ilalang menunggu terbitnya fajar.
***
Razif dikenal sebagai seorang pemuda dengan kemampuan mengendalikan binatang oleh orang-orang sekitarnya. Kepercayaan itu tentu sejalan dengan keyakinannya. Diapun meyakini bahwa dirinya mampu mengendalikan berbagai jenis binatang. Perbedaannya terdapat pada cara razif mengendalikan binatang, mereka percaya bahwa razif memiliki semacam mantra yang dapat menakhlukkan binatang dan razif sendiri percaya bahwa dirinya menakhlukkan binatang dengan berkah ilahi atau mukjizat.
Razif kecil merupakan seorang penggembala domba. Setiap pagi ketika Razif berangkat ke sekolah, dia membawa serta dombanya dan mengantarnya terlebih dahulu ke ladang untuk merumput. Dia menjemput dombanya bersamaan dengan tenggelamnya Matahari. Sebagaimana pesan kakeknya, bahwa menjadi penggembala merupakan suatu bentuk pengabdian kepada semesta. Razif menjalankan Rutinitasnya dengan sebaik mungkin yang dibisanya. Maksudnya, dia memperhatikan setiap detail langkah yang dilakukannya dan memastikan bahwa itu dilakukannya dengan benar mulai dari melepas ikatan tali domba dari tiang-tiang yang ada di kandang sampai mencarikan tempat rumput yang paling bagus di ladang ataupun sebaliknya, melepas ikatan tali domba dari ladang hingga kembali sampai kandang dan memastikan ikatan domba itu sudah cukup kuat.
Dalam hati kecilnya, razif percaya bahwa penyebab dirinya dapat mengendalikan binatang adalah perlakuan baiknya itu kepada domba-dombanya. Dengan begitu, Razif semakin hari semakin memperbaiki prilakunya terhadap binatang. Pertama-tama dia mengurangi konsumsi binatang. Sampai akhirnya dia berpegang teguh agar tidak membunuh binatang apapun dengan tujuan apapun. Seperti apa yang diyakininya, kemampuan mengendalikan binatangnya pun kemudian terus berkembang sampai pada titik yang tidak pernah dibayangkannya.
Razif menyadari perkembangan kemampuannya ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama. Yaitu ketika seekor ular cobra masuk ke dalam kelasnya dan membuat semua orang ketakutan. Siswa kelasnya berhamburan kabur keluar kelas dan beberapa orang yang memiliki keberanian mengambil tongkat, sapu serta apapun yang dapat digunakannya untuk membunuh ular itu. Razif yang kawatir pada kematian yang mungkin dapat menimpa cobra itu, segera masuk kelas dan mencoba menenangkan binatang itu. Cobra yang sebelumnya dalam posisi siaga itu tiba-tiba menaruh kembali kepalanya di tanah dan mengikuti Razif keluar kelas. `
Semua orang menjadikan peristiwa itu buah bibir. Guru-guru, siswa-siswa, tetangga dan bahkan perkumpulan dukun yang biasanya mengadakan pertemuan di pinggir sungai brantas itupun ikut memperbincangkan. Dukun-dukun itu tertarik dengan keistemawaan Razif, mereka berniat untuk mengambil Razif sebagai murid.
###
Setidaknya, kepercayaan itulah yang kemudian membuat razif bertahan dalam semak dengan tanpa rasa takut. Memang, beberapa bulan sebelumnya terdapat seekor ular piton yang ukurannya sebesar paha orang dewasa berlari menuju semak itu. Ular yang sebelumnya telah memakan satu ekor anak kambing itu melata dengan lambat melewati sungai dan bersembunyi ke dalam semak. Warga desa yang sedang melakukan ronda, mencoba mengejarnya. Namun tidak seorangpun yang berani mendekati ular itu. Mereka hanya mengiringkan kepergian ular itu dan kemudian memberi tanda bahaya pada tepi semak yang berbatasan dengan sungai agar tidak seorangpun memasuki semak.
" Hati-hati, dilarang melintas. Tempat ular besar bersarang.!"