Gemuruh suara pendingin ruangan menjadi satu-satunya suara yang terdengar di kamar itu. Udara dingin yang dikeluarkannya terasa menusuk tulang melewati pori-pori kulit Tresno. Dia terbangun dan menarik selimut tebal berwarna putih, yang berada di bawah kakinya ke atas hingga lehernya. Dia terperanjat ketika tangan lembut seorang wanita memeluk tubuhnya.
Dia sibak selimutnya hingga tampak wajah seorang wanita dengan rambut keriting, kulit putih, riasan alis yang tampak hitam pekat, hidung mancung, lipstik merah muda yang tinggal separuh dan sebuah anting emas dengan hiasan permata ditengahnya. Penampakan wanita itu bagaikan seorang artis yang biasanya singgah dalam mimpi-mimpi yang selalu ditunggunya. Mimpi yang hadir setelah dirinya tertidur dalam pengaruh alkohol.
Tresno baru teringat jika dirinya semalam dalam pengaruh yang sama setelah minum bersama dengan teman-temannya di warung dekat proyek. Bahkan dirinya lupa bagaimana bisa berada di kamar itu. Dia pejamkan matanya sambil mengenang sosok zaid, yang mengantarkannya ke hotel itu dengan menggunakan sepeda motor. Ketika Zaid menurunkannya di depan hotel, dia berkata "Kamu nanti tinggal masuk saja ke kamar nomer 301 di lantai tiga. Ini kunci kamarnya." Zaidpun kemudian pergi meninggalnya.Â
Tresno sama sekali tidak ingat bagaimana dirinya berjalan dari lobi hotel ke kamarnya atau bagaimana dia pertama kali bertemu dengan Wanita yang sekarang masih tertidur pulas di sampingnya dan atau apa yang telah dilakukannya bersama dengan wanita itu setelah dia sampai di kamar. Tresno mengucek matanya untuk memastikan dirinya tidak berada dalam dunia mimpi.
Tresno sambut pelukannya dengan mendekap tubuhnya. Rasa hangat yang menjalar keseluruh tubuhnya dan rasa nyaman yang menyelubungi pikirannya melelehkan air mata yang mengalir bersamaan dengan hangat napas wanita menyentuh kulit dadanya. Dia teringat pada istrinya di desa. Dia terkenang pada malam terakhir sebelum dirinya meninggalkan desa untuk merantau ke kota.Â
Dengan latar udara dingin pegunungan yang mencengkram tubuhnya dan dengan posisi yang kurang lebih sama dengan pagi itu. Ingatannya tentang desa mendadak berhamburan mengisi seluruh ruang kosong dalam pikirannya. Bayangan anak kembarnya Yanti dan Yanto yang mungkin saat ini sudah berusia enam belas tahun. Bayangan tentang rumahnya yang entah bagaimana sekarang kondisinya. Bayangan tentang jajaran perbukitan yang tiap pagi tertutup kabut tipis. Semuanya terasa begitu menyayat hatinya.
Terpampang sebuah wajah lelaki muda yang kebingungan mencari biaya bersalin istrinya di rumah sakit ketika dukun bayi dan bidan tidak berani menanganinya. Dia berlari keliling ke tetangga-tetangga untuk mencari hutang bersamaan dengan keberangkatan istrinya ke rumah sakit yang diantar oleh orang tuanya. Dia berharap dapat membayar biaya operasi istrinya sebelum anaknya lahir.
Memang pada akhirnya dia berhasil mengumpulkan uang operasi dengan meminjam uang pada semua tetangganya yang satu RT. Tiap orang dia pinjami seratus ribu hingga lima ratus ribu sebagaimana kemampuan mereka. Diapun telah berada di sisi istrinya ketika operasi sedang berjalan.
Semua tampak berjalan lancar pada mulanya. Uang yang dipinjamnya sebagian besar telah terbayar tetapi Susu kedua anaknya dan sisa sebagian hutang yang dimilikinya terasa semakin membebaninya. Puncaknya terjadi pada bulan ketiga ketika sawahnya gagal panen di saat janjinya untuk mengembalikan sisa pinjaman yang telah jatuh tempo. Dia telah berusaha untuk mencari pinjaman untuk menutupnya dan memperpanjang napasnya. Namun tidak seorangpun dapat memberikan pinjaman. Semua sawah yang dimiliki tetangganya bernasib sama dengan miliknya.
Tresno kemudian memutuskan untuk menjual sawahnya. Dengan pertimbangan seluruh keluarganya, sawah warisan itu dijual kepada kepala desa untuk membayar sisa pinjaman dan menjamin stok susu yang dibutuhkan anaknya. Dia tidak ingin anaknya kekurangan susu sehingga menghambat pertumbuhannya.
Pada bulan keenam kelahiran anaknya, uang hasil penjualan sawahnya mulai menipis. Tresno kembali dibingungkan oleh sumber uang yang secara berlanjut dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dia mencoba bekerja menjadi buruh tani selama dua bulan sebelum akhirnya tersadar bahwa uang tabungannya masih terus terpakai untuk pembelian susu. Berhari-hari dia peras pikirannya untuk menemukan solusi keuangannya.
Sambil berbisik, dia menirukan kata-kata terakhir yang diucapkan pada istrinya, " Im, maafkan aku. Aku merasa ini satu-satunya pilihan yang dapat aku ambil. Pergi ke kota bersama dengan Burhan untuk bekerja sebagai kuli bangunan. Aku percaya pada saatnya nanti ketika kehidupan kita telah membaik, kita berempat pasti akan berkumpul kembali." Tresno terisak. Air matanya mengalir deras melewati pipinya dan membasahi rambut teman wanitanya. "Keadaanku sekarang telah membaik dan kita tidak lagi memiliki kesempatan untuk bersama."
Suara batuk yang dibuat-buat menghentikan perkataan Tresno. Dia baru sadar kalau ternyata teman wanitanya itu telah bangun dan menatap mukanya. Dia berpikir bahwa mungkin wanita itu telah mendengarkan semua ucapannya. " Aku hanya terkenang pada masa laluku. Maaf telah mengganggu tidurmu." Dia menyunggingkan senyumnya.
Wanita itu menarik tubuhnya ke atas dan menaruh kepalanya di bantal, tepat di samping kepala tresno. Dia letakkan kedua ibu jarinya di pipi Tresno dan menghapus air mata dari pipinya. Dia dekatkan mulutnya pada telinga Tresno dan berbisik, "aku ingin mendengarkan ceritamu. Aku suka mendengarkan cerita yang telah menuntun seorang lelaki istimewa sepertimu hingga bersamaku saat ini. Aku tahu bahwa semua lelaki yang bersamaku selalu terpaksa oleh keadaan. Sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh menginginkan diriku."
" Aku mungkin menginginkanmu." Jawab Tresno menghibur. Dia mengeratkan pelukannya.
" Tetapi aku tetap ingin mendengarkan ceritamu. Orang pertama yang aku temui dengan gairah yang begitu besar. Aku menduga dirimu sudah lama tidak bersama wanita." Wanita itu tersenyum mengejek.
Sebenarnya perkataan itu sedikit menyinggung perasaan Tresno. Tetapi di sisi lain dia justru tertarik untuk bercerita tentang semua kenangannya pada wanita itu. Seolah ada sebuah dorongan yang begitu kuat hingga tanpa disadarinya mulutnya telah mulai bicara. " Aku sebenarnya tidak pernah menceritakan diriku kepada siapapun. Aku merasa bahagia dengan tanpa adanya cerita masa lalu yang menghantuiku. Aku .... " Tresno mencoba mengendalikan dirinya. Dia merasa tabu untuk menceritakan kisahnya dan bingung memulai dari mana. Dia teringat pada pernyataan wanita itu. " Jika kamu berpikir diriku sudah lama tidak bersama dengan wanita, menurutmu berapa lama aku tidak bersama seorang wanita?"
" Tida bulan mungkin, atau enam bulan." Wanita itu tersenyum. "Aku pernah menangani orang sepertimu. Dia seorang awak kapal yang baru pulang dari luar negeri. Dia mengaku tiga bulan tidak turun kapal. Gairahnya sebelas dua belas denganmu. Ya, meskipun kamu tentu lebih bergairah katimbang dia."
"sebelas tahun." Tresno tertawa. " Aku tidak pernah pulang lagi setelah tahun keempat aku merantau. Dulu ketika awal aku merantau, setahun sekali aku pulang dan berkumpul dengan istriku."
"Wow, sungguh diluar dugaanku. Kuat sekali dirimu." Wanita itu bangkit dan duduk di samping Tresno. " Aku semakin penasaran dengan ceritamu."
" Pada tahun keempat aku merantau, aku dipercaya untuk menjadi tukang oleh kepala proyekku. Ketika mengetahui bayaranku naik, istriku membeli sebuah sepeda motor secara kredit. Sehingga pengeluaran bulanan kami bertambah. Di samping itu, anak kembarku juga masuk TK. Itu yang membuat pengeluaran kami bertambah besar. Kami seringkali kekurangan dan terpaksa harus menghutang pada seorang tetangga kami yang bernama Baihaki." Tresno merasa ada sesuatu yang mengganjal ditenggorokannya saat ingin melanjutkan ceritanya.
Mengetahuinya, Wanita itu segera mengambilkan minuman yang tersedia di meja belakangnya dan menyodorkannya pada Tresno. " Sebelumnya, Barapa kali kamu pulang dalam setahun?" Wanita itu ingin memberikan sedikit kesempatan agar Tresno menata kembali pikirannya.
" Aku pulang tiap setahun sekali dan di rumah selama satu minggu." Tresno membusungkan dadanya dan melanjutkan ceritanya." Pada tahun itu juga, tiba-tiba adik iparku menelpon. Dia bercerita tentang Baihaki yang tiap hari datang ke rumahku untuk menagih pinjaman kami. Saat itu, aku khawatir kalau Baihaki akan mencari perhatian istriku. Baihaki adalah seorang duda tanpa anak yang telah ditinggal mati istrinya beberapa tahun sebelumnya. Pekerjaannya sebagai guru negeri menambah rasa kecemburuanku. Dia tentu lebih mapan dariku secara keuangan. Dia lebih dapat menjamin kehidupan istriku dibanding diriku yang hanya seorang tukang dengan penghasilan terbatas dan tidak dapat mendampinginya."
" Kamu merasa rendah diri saat itu?" Wanita itu membelai kening Tresno. Mimik iba ditampilkannya dari air mata yang keluar dari sudut matanya.
" Benar, aku tidak berani menghubungi istriku selama seminggu. Aku merasa diriku tidak akan mampu lagi mempertahankan keluarga kami. Tetapi ternyata pada akhir pekan, istriku menelpon. Dia bercerita bahwa semua yang disampaikan Fitri adiknya tidak benar. Justru Fitri yang tertangkap sedang bermesraan di dalam kamar kami dengan Baihaki. Dia bilang, mungkin Fitri yang sedang kebingungan karena tertangkap basah mencari cara untuk menghancurkan rumah tangganya." Tresno duduk di samping wanita itu.
"Bagaimana dengan nasib Fitri kemudian?" Wanita itu menaruh kepalanya pada paha Tresno. Kali ini dia memanjakan diri pada Tresno. Suasana kamar itu kembali hening setelah tangan kanannya mengambil sebuah remot dan mematikan televisi yang menyala tanpa suara. " Ternyata sudah setengah enam pagi. Aku membenci melihat berita pagi. Berita pagi hanya untuk para pebisnis yang hidup di siang hari bukan untukku yang hidup di malam hari."
Tresno mematung cukup lama. Dia mencoba mengingat apa yang dapat dingatnya mengenai Fitri. Dia kemudian teringat pada sebuah ocehan Zaid teman kerjanya yang jatuh cinta pada Fitri saat sedang mabuk. " Zaid pernah bilang kalau dia mendengar kabar dari desa bahwa Fitri diusir dari desa karena dituduh menggoda Baihaki. Setelahnya, aku mendengar semua tetanggaku yang kerja bersamaku mencaci adik iparku itu. Burhan yang saat itu mengetahui kalau aku punya pandangan lain tetang Fitri segera mengajakku jalan-jalan untuk menghindari perkelahian antara kami. Ya, mungkin jika mereka melanjutkan pembicaraan buruk tentang Fitri aku tentu akan menghajar mereka. Dan aku punya riwayat perkelahian yang panjang. "
" Mengapa begitu?" Wanita itu tersenyum tipis.
" Aku percaya Fitri tidak melakukan semua itu. Justru aku menemukan kejanggalan dari cerita istriku. Fitri tidak pernah menceritakan semua yang dia tuduhkan itu. Aku menjadi semakin yakin bahwa yang sebenarnya tidur dengan Baihaki adalah dirinya bukan Fitri. Aku menyimpulkannya setelah mengetahui peristiwa pengusiran Fitri dari desa. Atas dasar itulah aku kemudian memutuskan untuk tidak pernah pulang lagi. Meskipun aku tetap mengirim uang jajan dan sekolah anakku secara rutin ke rekening istriku." Tresno menarik napas panjang. " Sudah, aku tidak ingin mengingat semua itu lagi." Tresno menggelengkan kepalanya dan merebahkan badannya kembali.
" Bagaimana jika yang terjadi tidak seperti yang kamu bayangkan. Baihaki, Fitri dan Istrimu tidur bersama. Mereka saling mencintai dan mereka saling berebut cinta Baihaki. Sehingga suatu hari istrimu menjebak Baihaki dan Fitri untuk melenyapkan saingannya. Aku tahu seorang wanita yang telah jatuh cinta pada seorang lelaki bakal tega melakukan segalanya untuk mendapatkan cintanya." Ucap wanita itu datar.
" Kamu salah. Seorang lelaki dan perempuan yang saling jatuh cinta akan tega melakukan apapun untuk melindungi cintanya. Baihaki berkorban untuk cintanya kepada istriku dan begitu juga sebaliknya. Fitrilah domba yang mereka sembelih sebagai bukti cintanya."
" Dari mana kamu tahu?"
" satu tahun kemudian saat aku berhenti sebagai tukang dan memulai bisnisku sebagai pemborong, aku menerima sebuah surat dari pengadilan agama yang dititipkan kepada Burhan. Surat itu berisi tentang permintaan pengadilan kepadaku agar mau menandatangani surat tuntutan cerai dari istriku."
" Aku penasaran dengan nama istrimu. Siapa namanya?"
" Soim."
" Apa kalian berakhir dengan perceraian?"
" Aku tidak mau menceraikannya. Aku memerintah Burhan untuk kembali ke desa dan mengabarkan penolakanku atas surat cerai itu. Bagaimana denganmu? Apa yang membuatmu terjebak di kamar ini?"
" Aku hanya seorang gadis desa yang ingin bertahan hidup di kota." Wanita itu bangkit dan berjalan menuju jendela. Dia buka tirai kain warna putih itu sedikit dan melepaskan pandangannya menerawang jauh keluar. " Seluruh wanita di dunia ini tentu tidak ada yang menginginkan profesi semacamku."
"Mengapa kamu tinggalkan desamu dan pergi ke sini?"
" Mereka tidak membiarkanku tinggal di sana."
" Mengapa?"
" Karena aku mengetahui banyak kebusukan yang dilakukan oleh perempuan-perempuan di sana saat suaminya bekerja di kota. Aku memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi sehingga aku seringkali mencari tahu kebiasaan hidup seluruh tetanggaku."
" Kebiasaan macam apa?"
" Kebiasaan mereka yang tidur dengan lelaki lain selain suaminya. Aku biasanya keliling kampung saat lewat tengah malam dan masuk ke rumah mereka lewat pintu dapur."
" Bagaimana kamu mengetahui pintu dapur mereka tidak terkunci?"
" selama setahun aku telah mengamatinya. Mereka akan mengunci pintu dapur ketika mereka tidak ada janji dengan pasangan gelapnya. Tetapi mereka akan membiarkan pintu dapur  tidak terkunci saat menunggu ataupun bersama dengan pasangannya. Mungkin itu dilakukan untuk mempermudah pasangannya masuk dan keluar rumahnya."
" Jadi kamu memeriksa semua pintu dapur tetanggamu dan memasukinya ketika tidak terkunci?"
" Iya."
" Kau mengintip saat mereka sedang berhubungan? Itu kelainan."
" Tidak. Aku hanya memastikan dengan siapa mereka melakukannya."
" Maksudnya?"
" Di desaku ada sekitar dua puluh perempuan yang ditinggal merantau suaminya. Sedangkan hanya ada empat lelaki muda yang gairahnya masih pada puncaknya. Empat lelaki itu bergiliran mengunjungi semua perempuan itu."
" Persyetan. Itu sebuah tindakan hina." Tresno mengumpat dengan suara rendah. " Bagaimana kamu mengetahui semua itu sebelum memutuskan untuk menyelidikinya?"
" Pengakuan dari salah seorang perempuan yang kemudian bunuh diri setelah menceritakan semuanya padaku. Dia depresi karena merasa telah mengkhianati suaminya yang banting tulang untuk menghidupinya."
Tresno teringat pada Lihah, istri Burhan. Dia meninggal karena bunuh diri sebelas tahun lalu dengan menggantungkan dirinya di dapur. Saat pemakaman istri Burhan itulah, terakhir kalinya Tresno pulang ke rumah. Tresno dan Burhan penasaran mengenai penyebab kematian Lihah. Namun tidak seorangpun dapat menjawabnya baik orang tua, tetangga ataupun pihak aparat yang bertugas. Mereka hanya menduga  Lihah kesurupan.
Tresno semakin tertarik dengan cerita wanita itu. Cerita amoral yang sangat menjijikkan. Dia tidak dapat membayangkan ataupun memaafkan tindakan bejat empat lelaki dan perempuan-perempuan itu. Mereka semua sama saja. Namun baru disadarinya kalau ternyata dia belum mengetahui nama perempuan itu. " Kalau boleh tahu siapa namamu?"
" Lily." Jawab wanita itu sambil melirik tresno.
" Ah, itu bukan nama aslimu." Tresno menggelengkan kepalanya. "Tetapi bagaimana kau bisa di sewa oleh teman-temanku?" Tresno mengangkat dagunya.
" Memang tidak seorangpun menggunakan nama aslinya dalam bisnis ini. Tetapi Lily merupakan nama sesuai KTPku." Wanita itu mendekatkan diri pada Tresno. " Mucikariku dan Burhan yang mengaturnya. Burhan merupakan langganan tetapnya sejak beberapa tahun lalu. Aku sendiri juga dekat dengan Burhan. Biasanya saat Burhan menunggu gilirannya untuk bertemu mucikariku, dia akan menawarkan sebatang rokok dan mengajakku berbicara tentang berbagai hal yang kalian lakukan. Seperti saat kalian memulai bisnis hingga sekarang. Bahkan Burhan bilang padaku kalau aku harus melayanimu dengan seluruh kemampuanku. Karena itu, aku dibayar empat kali lipat dari biasanya. Selain itu, dia juga becerita jika aku dibayar dengan uang tabungan semua anak buahmu selama setahun terakhir. Aku mereka sewa sebagai hadiah ulang tahunmu."
" Memang brengsek si Burhan itu. Dia merencanakan semua ini tanpa melibatkanku." Umpat tresno. Tresno merebahkan badannya kembali. " Aku yakin ada sebuah kejanggalan dalam ceritamu. Bagaimana seorang perempuan dapat menerima lelaki lain di saat lelaki yang dicintainya mencarikan penghidupan untuknya?"
" Aku tidak pernah bilang mereka menerima." Wanita itu tertawa lantang.
" Tadi kamu bilang mereka membukakan pintu untuk keempat lelaki itu?"
" Tidak, mereka membukakan pintu dapurnya sendiri ketika semua sudah berjalan lama. Pada mulanya tentu gak begitu. Dan yang perlu kamu ketahui, Para lelaki itu tidak pernah memasuki satu rumah secara bersamaan. Mereka membagi semuanya dengan merata dan menggilirnya tiap malam."
" Memangnya apa yang terjadi sebelum mereka membukakan pintunya sendiri?"
" Lelaki itu mengirim makanan ke perempuan itu. Makanan yang sudah diberikan ramuan khusus penggugah nafsu. Di desa, membagi makanan ke tetangga merupakan sesuatu yang wajar. Mungkin itu yang membuat perempuan di sana tidak banyak curiga pada makanan yang mereka terima. Pertama seminggu sekali mereka dikirimi makanan itu. Kemudian lama-lama tiap hari mereka mengiriminya dengan berbagai alasan tentunya. Para lelaki tidak pernah mengirim makanan secara bersamaan. Mereka bergantian tetapi karena jumlah mereka empat orang, maka bergantianpun jatuhnya akan tiap hari pula."
" Ramuan dalam makanan itu bekerja?"
" Iya, ada yang hanya dikirim dua kali seminggu saja si perempuan sudah kelabakan. Malam tidak bisa tidur dan siang terasa begitu panas. Semua lelaki yang mereka lihat menjadi tampak menarik."
" Kamu mendapat cerita dari tetanggamu yang bunuh diri?"
" Iya, dan aku juga mengamatinya." Tangan wanita itu tiba-tiba bergetar hebat ketika ingin melanjutkan ceritanya.
" Kamu tidak perlu melanjutkan Ceritamu Ly."
" Ini penyakit selalu datang saat aku mengingat apa yang menimpa kami di desa. Aku serasa ingin membalas semuanya." Wanita itu mengatur napasnya. Ketika yakin semua telah kembali normal, dia melanjutkan. " Mereka berempat akan bergantian melewati rumah perempuan-perempuan itu. Jika salah satu perempuan sudah tidak kuat menahan karena efek dari ramuan itu, dia akan meminta si lelaki mampir. Setelah mampir yang pertama itulah, bagian yang tabu telah terpecahkan. Â Seorang wanita pada mulanya akan merasa tabu saat melakukannya dengan orang lain, namun ketika tabu itu telah terpecahkan maka semua akan mengalir begitu saja. Hanya tinggal menambah dosis ramuannya agar semua lelaki dapat menikmati wanita itu dan memecahkan hal tabu lainnya."
"Bagaimana kamu di usir dari desa?"
" Setelah aku ketahuan mengintip mereka, semua orang menjadi ketakutan saat bertemu denganku. Para perempuan takut kalau tindakannya aku laporkan ke suami mereka dan mungkin akan berakhir pada perceraian, sedangkan para lelaki ketakutan kalau mereka bakal di hakimi masa. Maka pada suatu hari, aku dijebak di rumah kakakku." Tangannya kembali bergetar hebat. Tresno segera memijat tangan wanita itu dan memberikan contoh agar si wanita menarik napasnya dalam-dalam seperti sebelumnya. Tetapi wanita itu tidak menghiraukannya, dia melanjutkan ceritanya." Tangan dan kakiku diikat dengan kerudung oleh Lima orang perempuan yang salah satunya adalah kakakku. Setelah mengikatku, mereka memanggil para lelaki itu dan kemudian mereka keluar. Â Boleh aku minta rokoknya?"
Tresno mengambilkan sebatang rokok, menaruhnya diantara bibir wanita itu dan menyalakannya. Setelah wanita itu menghisapnya, Tresno mengambil rokok itu dan menghisapnya sendiri.
" Aku sudah tidak bisa menangisi peristiwa itu lagi. Tetapi kamu tentu penasaran dengan akhir ceritaku?"
Tresno mengangguk.
" Aku di arak bersama dengan salah seorang lelaki yang memperkosaku. Aku diarak dengan tanpa mengenakan busana ke balai desa. Menjadi tontonan seluruh orang. Waktu itu aku sudah tidak bisa lagi mendengarkan perkataan mereka yang hadir dalam pertemuan itu. Aku juga tidak bisa membandingkan lebih besar mana rasa sakit akibat pemerkosaan atau malu akibat di arak keliling kampung dalam keadaan seperti itu. Di balai desa itu, aku telah mati."
Asap rokok mengepul mengisi kamar itu. Wanita itu roboh dalam pelukan Tresno. "Seandainya saja aku bisa memilih hidupku." Ucapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H