Kebutuhan primer dan sekunder kini bukan lagi patokan akan selera masyarakat. Masyarakat lebih mementingkan "status sosial" sebagai bagian paling menentukan dalam kehidupan selanjutnya.Â
Tidak heran jika setiap orang yang ada di Kota Medan memiliki kendaraannya masing-masing. Dengan dalil bahwasanya kedaraan dapat mempermudah pekerjaan, masyarakat medan terus memperbaharui dirinya dengan nafsu besar dalam memiliki kendaraan pribadi. Produsen otomotif juga tidak mau kalah, berbagai jenis kendaraan pun disesuaikan dengan nafsu masyarakat, sehingga masyarakat dapat terbuai dengan berbagai kemolekan kendaraan tersebut. Tidak salah, semua itu adalah hak konsumen.
Kuat, kuat, menguat, pajak bukanlah lagi halangan. Pajak bermotor yang harusnya untuk lingkungan entah kemana menghilang. Kendaraan bertambah, hutan berkurang. Polusi dimana-mana, paru-paru yang dulu sesak kini mulai terbiasa. Terlihat tenang namun telah berukirkan sayatan hitam yang sangat berdampak. Bagi "orang kekal" polusi bukanlah masalah, kan ada AC pikir mereka. Lalu bagaimana dengan orang-orang pinggiran? Akankah ada tersisah udara segar yang dapat dihirup? Jawabannya ada pada waktu.
Selain berbahaya buat diri sendiri rokok sangat merugikan orang lain dan lingkungan. Namun himbauan "merokok dapat membunuh mu" hanyalah isapan jari semata. Bukannya berhenti mereka malah menjadikannya sebagai kebutuhan utama.
Dan juga pajak kendaraan ataupun barang lain yang merujuk pada pajak lingkungan harusnya difokuskan untuk pengembalian hutan yang telah dirusak. Besar harapan bagi pemerintah agar dapat berindak tegas mengatasi hal tersebut. Salam konservasi.
151201075
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H