Mohon tunggu...
Sahabat JICT
Sahabat JICT Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mogok Kerja, Antara Hak dan Oportunis

22 Mei 2017   13:25 Diperbarui: 22 Mei 2017   13:29 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi mogok kerja dan demonstrasi yang kerap kali dilakukan oleh pekerja, untuk menekan perusahaan perlu ditindak tegas jika itu akan mengganggu kegiatan ekonomi yang vital. Meski itu merupakan hak pekerja yang tertuang dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Biasanya, mogok kerja dilakukan karena alasan perusahaan yang tidak membayar upah sepantasnya, tidak memperhatikan kesejahteraan pekerja dan akibat gagalnya perundingan. Nah, tapi bagaimana jadinya kalau mogok kerja itu semata-mata untuk menuntut keuntungan lebih dan menuntut yang bukan haknya. Ini sih ndableg!

Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 232/MEN/2003 tentang akibat hukum mogok kerja yang tidak sah pada pasal 5 dikatakan kalau mogok kerja menjadi terlarang jika hal itu dilakukan pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas.

Maka itu, seringkali yang terjadi mogok kerja adalah akal-akalan untuk memaksa perusahaan menuruti kemauan, mogok kerja jadi sikap oportunis, mogok kerja dalih mencengkik pemegang keputusan. Oleh karena itu, jika sudah pada hal tersebut barangkali pemerintah mesti bertindak tegas, apalagi jika pekerja yang mogok kerja itu berada di bawah kendali perusahaan negara dan membuat kegaduhan, menciptakan iklim kerja yang gak baik di dalam perusahaan dan membuat stigma negatif perusahaan.

Baru-baru ini, Dirjen Perhubungan Laut mengeluarkan surat edaran yang maksudnya melakukan peningkatan, pengawasan dan penjagaan dalam pengamanan objek vital nasional ketika terjadi demonstrasi/unjuk rasa yang bisa berujung pada mogok kerja. Apalagi pelabuhan masuk sebagai objek vital yang menuntut waktu. Surat edaran itu buntut dari demo yang dilakukan serikat pekerja JICT yang menuntut kenaikan kesejahteraan dan bonus, padahal secara upah saja kesejahteraan mereka sangat diatas rat-rata.

Antisipasi pemerintah wajib dilakukan sehingga kedepan mogok kerja bukan sebagai sikap oportunis pekerja yang memanfaatkan momen atasnama ‘HAK’. Toh, dalam keputusan menteri tenaga kerja peserta mogok kerja bisa ‘dirumahkan’ jika tidak sah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun