Ponorogo Jawa Timur, Ratusan anak mengajukan dispensasi penikahan atau menikah pada usia dini di pengadilan agama setempat. Mereka mengajukan dispensasi dengan alasan tidak mau meneruskan sekolah, selain itu kebanyakan dari mereka juga sudah hamil di luar nikah.
Tercatat di Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo sebanyak 198 permohonan pengajuan dispensasi perkawinan usia anak sepanjang tahun 2022. Akan tetapi delapan dari jumlah tersebut tertolak permohonan dispensasinya dikarenakan tidak ada unsur yang mendesak. Sedangkan untuk 106 lebih lainya, Pengadilan Agama menyarankan agar pemohon untuk melanjutkan sekolah dikarenakan mereka masih pelajar tingkat SMP atau masih berusia 15 tahun. (Kompas.com).
Ironisnya dari berbagai alasan nikah dini tersebut, hamil diluar nikah menjadi alasan terbanyak. Karena kasus ini petugas Pengadilan Agama setempat menghimbau kepada orang tua dan guru, untuk lebih ketat dalam menjaga dan mengawasi pergaulan anak - anak agar mereka terhindar dari paksaan nikah dini.
Kasus maraknya permohonan dispensasi pernikahan dini bukanlah hal yang pertama kali. Ketika masa pandemi lalu, banyak kasus serupa di berbagai daerah yang jumlahnya mencapai hingga ratusan. Tentu saja kita sangat miris mendengarnya, ini seperti fenomena gunung es yang pastinya masih banyak yang mengajukan dispensasi pernikahan karena "kecelakaan" yang tidak muncul ke permukaan. Kasus ini membuktikan betapa rusaknya sistem pergaulan generasi pada saat ini.
Mengapa ini Semua Bisa Terjadi?
Membahas terkait pernikahan anak usia dini kerap sekali menjadi sorotan. Hal ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang telah dirumuskan, menganai Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP). Dirujuk dari kebijakan tersebut, usia ideal minimal menikah untuk laki -- laki adalah 25 tahun sedangkan untuk perempuan adalah 20 tahun. Sayangnya kebijakan tersebut luput dari perhatian dan tidak sejalan dengan stimulus yang dapat membangkitkan syahwat pada remaja. Seperti yang diketahui pengaruh dari pergaulan bebas dan lingkungan dapat memberikan stimulus pembangkit syahwat saat usia muda.
Apalagi pada era digital seperti saat ini, semua orang sangat mudah mengakses berbagai informasi maupun konten visual tak terkecuali oleh para remaja. Sehingga tak anyal jika kemudahan tersebut, mereka dapat dengan mudah mengakses konten pornografi dan pornoaksi yang sangat mempengaruhi pemikiran dan perilaku bebas mereka. Hal ini pada akhirnya menjadi boomerang terkait PUP, sehingga berakibat maraknya pengajuan dispensasi pernikahan akibat hamil di luar nikah.
Mungkin benar prakteknya PUP ini dibarengi dengan edukasi, salah satunya mengenai generasi berencana, tetapi prespektif liberal di dalam program ini tidak sama sekali menyentuh akar dari persoalan. Arahannya terkait seks aman justru melahirkan kesan hidup bebas, para generasi seolah bebas dalam menentukan cara aman dalam melampiaskan syahwatnya. Na'udzubillah!
Konsep seks aman ini secara tidak langsung telah menfasilitasi para remaja larut dalam pergaulan bebas dan seks bebas asalkan ujungnya tidak mengalami kehamilan. Cara berfikir seperti ini tentu saja tidak akan berorientasi pada upaya mewujudkan generasi yang sehat maupun berkualitas. Akan tetapi, konsep liberal ini akan mengiringi langkah generasi menuju kehacuran.
Bagaimana Islam Memandang?