Oleh: Erwin Ricardo Silalahi
(Wakil Ketua Umum Depinas SOKSI)
Eksistensi organisasi SOKSI; Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia, pada hakikatnya terus diuji oleh perjalanan sejarah. Memasuki usianya yang ke-64 pada hari ini, 20 Mei  2024, SOKSI terus menancapkan pengaruhnya sebagai kekuatan ideologis paling mumpuni di antara organisasi pendiri Golongan Karya (Golkar).
SOKSI yang lahir pada tanggal 20 Mei 1960 silam, kemudian bersama-sama Kosgoro dan MKGR memelopori berdirinya Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 20 Oktober 1964 untuk menjadi pengawal Pancasila, dalam rangka menghadang dan melawan hegemoni ideologi Komunisme ketika itu. Sekber Golkar itulah yang kelak di kemudian hari berubah menjadi Golkar, hingga menjadi Partai Golkar saat ini.
Ziarah perjalanan sejarah SOKSI tentu bukanlah tanpa hambatan dan tantangan. Dinamika internal di tubuh SOKSI mencuat dan memicu konflik legalitas kepengurusan. Hal mana terjadi pada Musyawarah Nasional (Munas) SOKSI Tahun 2010 di Ever Green, Cisarua Bogor, Jawa Barat, yang ketika itu melibatkan kubu Ade Komarudin versus kubu Rusli Zainal. Namun demikian, dalam perjalanan waktu, dualisme itu telah dapat diselesaikan secara yuridis, dengan terbitnya SK Mendagri melalui Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Nomor 385/D.III.2/IX/2010, Tanggal 5 September 2010.
Ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga  SOKSI memandatkan adanya siklus kepemimpinan lima  tahunan, yaitu bahwa Musyawarah Nasional (Munas) dilaksanakan satu kali dalam lima tahun. Sehubungan dengan itulah maka SOKSI telah menyelenggarakan Munas pada tahun 2015 di Cilegon, Provinsi Banten yang ketika itu dihadiri langsung oleh Pendiri SOKSI, Prof. Dr. Suhardiman, S.E. Hasil Munas SOKSI tahun 2015 juga telah dilegitimasi oleh Kemendagri melalui SKT Nomor 01-00-00/047/D.IV.1/IV/2016, tanggal 14 April 2016. Munas SOKSI tahun 2015 itu bahkan turut dihadiri Presiden Joko Widodo.
Munas SOKSI merupakan forum musyawarah tertinggi organisasi. Forum Munas tahun 2015 menegaskan bahwa tidak ada dualisme di dalam tubuh organisasi SOKSI. Penegasan tentang tidak adanya dualisme di dalam tubuh SOKSI pada Munas tahun 2015 itu semakin terlegitimasi oleh kehadiran seluruh Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) dari seluruh Provinsi, dan Dewan Pimpinan Cabang (Depicab) dari seluruh Kabupaten/Kota sebagai Peserta Munas. Lebih-lebih lagi, bahwa seluruh proses Munas SOKSI di tahun 2015 telah dilegitimasi oleh Menteri Dalam Negeri.
Merujuk pada putusan tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Putusan Mahkamah Agung yang telah bersifat inkrach, bahwa SOKSI yang memiliki legalitas hukum maupun legalitas negara adalah SOKSI yang didirikan oleh Prof. Dr. Suhardiman, S.E yang merupakan kelanjutan Munas SOKSI tahun 2015, yakni Munas yang dilaksanakan pada tahun 2020 dan telah menetapkan Sdr. Ahmadi Noor Supit sebagai Ketua Umum. Bahwa hasil Munas tahun 2020 ini juga telah  dilegitimasi oleh Menteri Hukum dan HAM melalui AHU-0011285. AH. 01.07 Tahun 2020 Tanggal 03 September 2020.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 232/K TUN/2021 bahwa SOKSI yang sah dan diakui oleh Negara adalah SOKSI yang memiliki SKT Menteri Dalam Negeri yang telah terdaftar pada tahun 2010 dan 2016, yang juga terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM melalui SK AHU Depinas SOKSI Tahun 2020 berdasarkan Munas SOKSI Tahun 2020.
Adapun Sdr. Rusli Zainal yang merupakan bagian dari konflik Munas SOKSI tahun 2010 telah ikut bergabung di dalam kepengurusan SOKSI hasil Munas tahun 2020. Fakta ini semakin menegaskan bahwa SOKSI berada dalam kondisi yang solid, dan atau sudah tidak ada lagi dualisme SOKSI.
Hari-hari ini, apabila ada sekelompok orang yang menyatakan dirinya sebagai Organisasi SOKSI Pendiri Golkar, maka dapat dipastikan bahwa itu merupakan organisasi liar yang mencatut nama besar SOKSI. Klaim sepihak semacam itu lebih mirip OTB; organisasi tanpa bentuk, yang sedang bermanuver untuk memenuhi hasrat kepentingan pribadi maupun kelompok secara ilegal. Jika harus menggunakan pengandaian, maka OTB itu lebih mirip ke sosok penampakan jailangkung yang datang tidak diundang, pulang tidak pamitan.