Mohon tunggu...
Setiyo Agustiono
Setiyo Agustiono Mohon Tunggu... Konsultan - trainer

trainer, assesor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Era Industri 4.0, Bagaimana Siswa yang Tidak Melanjutkan Kuliah?

8 Desember 2019   17:32 Diperbarui: 8 Desember 2019   17:35 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi siswa-siswa SMA/SMK tidak melanjutkan kuliah perlu diperhatikan, mereka hendak menjadi apa?, belum lagi saat ini era industry 4.0 yang membutuhkan kompetensi-kompetensi tertentu agar dapat mempunyai daya saing sebagai tenaga kerja.

Ada hasil Riset di 2018 menyebutkan, 79% lulusan SMA/SMK yang sudah bekerja tertarik untuk melanjutkan kuliah lagi. Namun 66% responden di antaranya urung kuliah karena mengaku terkendala biaya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah siswa di Indonesia yang melanjutkan ke perguruan tinggi meningkat setiap tahunnya, yakni pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 1,08 juta mahasiswa baru dan di tahun 2014/2015 mencapai 1,45 juta mahasiswa baru. Namun, ada kendala untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan hanya 8,15 persen dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat perguruan tinggi.  Salah satu kendala yang banyak ditemui oleh para lulusan SMA dan SMK untuk langsung melanjutkan ke perguruan tinggi di antaranya adalah persoalan biaya kuliah dan ini dasar utama masalah persaingan SDM.

Kondisi saat ini masuk pada Industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor:

  • Peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas;
  • Munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis;
  • Terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; 
  • Perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printingI;
  • Disrupsi bisnis perubahan yang bersifat mendasar dari kondisi bisnis yang biasa menjadi diluar kebiasaan, seperti perusahaan angkutan tidak punya armada angkutan, dan bisnis angkutan bisa order makanan.

Kondisi ini terjadi karena Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan SDM kompeten dan inovatif serta teknologi otomatisasi berdasar teknologi cyber. Ini merupakan tren pesat  pengembangan teknologi dan pertukaran data dalam manufaktur/bisnis, termasuk sistem cyber-fisik, internet untuk segala atau Internet of Things (IoT), komputasi awan(cloud) dan komputasi kognitif dalam rangka menghasilkan "Pabrik/industry/bisnis  cerdas".

Era ini harus ada perubahan penanganan terhadap siswa sekolah SMA/SMK, agar efek pada  siswa-siswa SMA/SMK dari dampak Revolusi Industri 4.0 terantisipasi. Penanganan harus cepat karena sangat berpengaruh terhadap Pendidikan di Indonesia. Pada era ini, informasi dan teknologi mempengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan/skill  baru yang dibutuhkan harus menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat hebat sekali terhadap pengetahuan/skill/kompetensi dan pola pengajaran yang dibutuhkan siswa. Peran guru sangat penting, tetapi apakah guru-guru telah menyadari kondisi ini?, hal ini merupakan tanda tanya terbesar. Pemerintah Indonesia harus sudah mempersiapkan kondisi ini, secara formal Presiden Jokowi sudah memilih Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang merupakan pelaku dari era Industri 4.0 dan generasi milenial. Tetapi apakah secara birokrasi akan mudah membuat perubahan dalam menyesuaikannya, mari kita lihat.

Mengapa harus ada drastis, karena Indonesia perlu memikirkan bagi siswa SMA/SMK yang tidak melanjutkan kuliah, bagaimana kompetensinya? , pertanyaan berikutnya pada  era Industri 4.0, bagaimana langkah yang harus ditempuh segera ?.

Mari kita cermati bahwa Tiang utama sekolah adalah Kurikulum dan Guru, untuk kurikulum Pemerintah harus menetapkan dan Kementrian sebagai pelaksana. Sedangkan Guru pada industry 4.0, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi dalam transfer knowledge.

Dari penjelasan tersebut diatas maka pendidikan untuk siswa SMA/SMK harus mengupdate dengan memikirkan tiga hal:

  • Menyiapkan siswa lulusan SMA/SMK untuk siap bekerja yang pekerjaannya dibutuhkan didaerah masing-masing sesuai kearifan local dengan tidak meninggalkan kemajuan teknologi;
  • Menyiapkan siswa lulusan SMA/SMK untuk bisa mengembangkan diri, inovatif, dan punya daya juang tinggi
  • Menyiapkan siswa lulusan SMA/SMK untuk bisa mengupdate pengembangan teknologi yang sekarang dan dapat mengaplikasikan pada kebutuhan lokal.

Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan.  Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kurikulum yang ter update dengan industry 4.0 serta bagaimana inovasi kualifikasi dan kompetensi guru.

Solusi pendek yang harus ada adalah Program-program terapan bagi siswa lulusan SMA/SMK dengan menambahkan pelatihan berbasis kompetensi dengan mengikutsertakan teknologi dan kearifan local di masing-masing daerah tinggal siswa, saat-saat masih sekolah adalah hal yang urgent dan harus segera ada.

Untuk siswa-siswa SMA harus mencontoh Program pendek Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan SMA-Double Track. Untuk siswa-siswa SMK harus segera menerapkan Dual System yang bereferensi pada Jerman, dengan pemagangan di industry waktunya lebih panjang daripada di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun