Latar Belakang, data Sensus Penduduk tahun 2018 menunjukkanbahwa populasi penduduk berusia produktif (15-64 tahun) yaitu mencapai angka 179,13 juta jiwa atau sekitar 67,6% dari total seluruh penduduk Indonesia.
Besarnya angka tersebut menyebabkan Indonesia diharapkan akan segera memasuki fase baru yang dikenal dengan bonus demografi. Di Indonesia sendiri, puncak bonus demografi diprediksi akan terjadi pada 2030 mendatang.
Bonus demografi ialah keadaan dimana penduduk berusia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk yang berusia non-produktif.
Bonus demografi dikatakan sebagai sebuah bonus manakala generasi muda mampu mendapatkan kompetensi yang layak guna meningkatkan kualitas dirinya. Maka dari itu, Indonesia harus berupaya meningkatkan kualitas kompetensi sumber daya manusia (SDM) dengan harapan akan dapat mencetak SDM kompeten yang berdaya saing global di masa depan, nantinya bonus demografi tersebut betul-betul akan menjadi sebuah bonus menguntungkan bukan menjadi beban berat bagi masyarakat dan negara.
Mengapa demikian, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan peran generasi muda, sepertiga dari total pekerja usia produktif diisi oleh anak muda usia 15-24 tahun bahkan diprediksi bahwa generasi muda di negara berkembang mampu menaikkan output riil hingga 5%.
Jika saat ini generasi muda Indonesia dihadapkan pada persoalan mengenai tingkat kompetensi kaum muda yang rendah. Maka kondisi yang ada saat ini, 20% generasi muda saat ini sedang tidak bekerja, tidak sekolah, serta tidak mempunyai kompetensi.
Kompetensi mengenai tenaga kerja muda tersebut ada yang terdiri dari lulusan SMK dan untuk lulusan SMA kompetensinya perlu diulas lebih lanjut.
Kondisi yang ada lulusan SMA yang tidak melanjutkan kuliah merupakan Pontesial Pengangguran karena tidak mempunyai kompetensi (tidak ada pembelajaran/pelatihan kompetensi).
Berdasar data lapangan, pengangguran dari kalangan generasi muda disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak punya kompetensi, ketidakcocokan keterampilan, lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, serta rendahnya pelatihan berbasis kompetensi.
Data dari International Labor Organization (ILO) menyebutkan bahwa setidaknya 60% pekerja di Indonesia bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan pendidikannya. Bahkan belum semua masyarakat Indonesia mendapatkan akses pendidikan tinggi, terutama kalangan masyarakat menengah ke bawah. Hal tersebut yang menyebabkan pasar tenaga kerja di Indonesia menjadi kurang kompetitif dilihat dari sisi kompetensi dibandingkan negara-negara lainnya.
Permasalahan di sektor tenaga kerja muda Indonesia tak cukup sampai di situ. Era millenial kompetensi kaum muda menjadikan kemunculan berbagai start up digital sebagai buah karya Revolusi Industri 4.0 dan menjadi ancaman bagi pasar tenaga kerja muda Indonesia yang tidak mempunyai kompetensi.