Mohon tunggu...
Sagita Purnomo
Sagita Purnomo Mohon Tunggu... -

Bagiku menulis sama pentingnya dengan Bernafas

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menanti KUHP Made In Indonesia

9 April 2014   18:58 Diperbarui: 4 April 2017   18:32 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana revisi terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sempat menjadi perbincangan hangat pada awal tahun lalu. Inilah produk legislatf yang paling ditunggu abad ini, jika mengingat waktu sekarang masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014 hanya tinggal menghitung bulan saja. Berarti apabila Rancangan undang undang (RUU) KHUP tidak segera undangkan pada periode ini, tentu saja akan menjadi harta warisan bagi anggota dewan periode selanjutnya.

Ada banyak cerita kisah menarik seputar penggarapan KHUP ini, mulai dari keberadaan pasl-pasal kontroversial (zina, santet, dan penyadapan), study banding Komisi III DPR ke sejumlah negara Eropa (Inggris, Rusia, Francis, dan Belanda) hanya untuk belajar ilmu santet yang menghabiskan uang rakyat sebesar RP6,5 M, dan kebar pengesahan yang sekarang ini tak jelas entah kapan dan di mana.

Segera Mungkin

Pemerintah mendesak Komisi Hukum DPR (Komisi III) untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU-KUHP dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum masa kerja DPR periode ini berakhir. Desakan itu disampaikan anggota tim perumus RUU dari pemerintah yakni advokat senior Adnan Buyung Nasution, pakar hukum acara pidana Universitas Indonesia Andi Hamzah, dan dan pakar hukum Universitas Diponegoro Muladi.

Mereka meminta Dewan punya pengertian yang sama dulu soal hukum yang bersifat umum atau lex generalis. "Kita harus sepakat dulu kalau ini hukum umum, bukan khusus," kata Andi Hamzah

Sementara Adnan Buyung Nasution menilai RUU KUHP dan KUHAP dianggap mendesak karena Undang-Undang yang sekarang merupakan warisan kolonial Belanda. "Harus ada perbaikan segera. Ini sudah berlaku berpuluh-puluh tahun. Harus diperbaiki," kata Adnan. (tempo.co)

Entah apa sebenarnya yang ada dibenak Legislatif dan Eksekutif kita. Pasalnya, draf RUU-KUHP ini sudah lama selesai alias rampung sejak era Prof. Yusril Ihza Mahendramenjabat sebagai Mentri Hukum dan Ham. Bahkan kabarnya Prof. Yusril sudah berulang kali mengajukan draf RUU KUHP kepada Preseiden SBY tapi, tidak digubris dengan alasan revisi KHUP bukan merupakan masalah yang penting.

Mengingat dan menimbang bahwa KUHP yang kita pakai sekarang ini sudah dibuat sejak tahun 1830 oleh Belanda dan dibawa serta diberlakukan ke Indonesia melalui asas Konkordasi pada 1872. Artinya, sudah hampir satu setengah abad kita menggunakan KHUP. Sebagai produk buatan manusia yang memiliki banyak kekurangan, Undang undang (KUHP) tidak dapat mengikuti perubahan zaman yang semakin berkembang. Seperti pepatah di kalangan praktisi hukum “Hukum itu berlari terbirit-birit mengejar peristiwa”. Peristiwa hukum semakin hari semakin kompleks dan beagam, semantara peraturan hukum yang ada bersifat dinamis alias tetap. Oleh sebab itu, diperlukanya perubahan terhadap produk hukum agar hukum dapat berlari mengikuti peristiwa hukum itu sendiri, untnk dapat memenuhi asas Legalitas.

Ancaman KPK

Terkait revisi KUHP ini sebenarnya ada beberapa pasal karet yang cukup panas seperti keberadaan pasal zina, dan santet, namun hal tersebut masih kalah panas jika dibandingkan dengan keberadaan salah satu pasal yang membredeli kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyadapan. Dengan alasan kerap menjadi korban penangkapan KPK, DPR diduga sengaja memformulasikan pasal ini sebagai upaya untuk melemahkan eksistensi KPK. Melalui revisi ini dengan menghilangkan sejumlah kewenangan lewat pembahasan singkat.

Salah satu ancaman dalam draf RUU KUHP tersebut adalah hilangnya hak penyadapan dan penyitaan yang selama ini dipegang KPK dalam melakukan proses hukum. Maka, tak salah jika KPK menilai kelanjutan proses pembahasan RUU ini oleh DPR sangat instan dan sarat kepentingan. KPK juga meminta DPR mempublikasikan setiap perkembangan dan tahapan legislasi RUU-KUHP dan KUHAP. Masyarakat juga diharap konsisten mengawasi dan mengkritisi setiap prosesnya, termasuk penyusunan, pembahasan dan pengesahan. KPK khawatir ada upaya sistemik untuk mempercepat pengesahan UU ini, apalagi pembahasannya tidak transparan.

"Pemerintah perlu menarik kembali draf RUU itu dari DPR dan memperbaiki dengan melibatkan partisipasi publik, serta seluruh aparat penegak hukum, untuk kemudian dapat mengajukan kembali kepada DPR masa jabatan yang baru nanti. KPK tidak pernah dilibatkan. Di dalam RUU itu juga diatur delik pencucian uang, tapi PPATK tidak dilibatkan. Begitu juga delik narkotika, namun tidak melibatkan BNN," ujar Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, di sela-sela kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait pembahasan RUU KUHP dan KUHAP dengan para akademisi, di Swiss-Belhotel, Medan.

Menurut dia, KPK akan terkena dampak dari pengesahan RUU ini. Karena sejumlah kewenangan lembaha antokorupsi ini dikebiri. "Menurut kami yang kena dampaknya adalah KPK. Eksistensi KPK dikebiri, misalnya harus ada izin pengadilan untuk melakukan upaya paksa. Contohnya di Manado, izin sana izin sini, maka potensi kegagalan KPK nampak," jelas Adnan. (medanbisnisdaily.com)

Berdasarkan kajian Indonesia Coruption Watch (ICW), ada 9 pasal yang dinilai akan memperlemah fungsi KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, di salah satunya adalah penuntutan kasus korupsi yang ditangani KPK dapat dihentikan oleh hakim pemeriksa pendahuluan, penyadapan harus izin hakim, vonis bebas ditingkat pertama atau banding tidak dapat dikasasi. Maka, tak salah jika KPK menilai kelanjutan proses pembahasan RUU ini oleh DPR sangat instan dan sarat kepentingan.

Ini hanyalah secuil kecil dari seonggok kelakuan nakal para anggota dewan kita yang selalu ecek-ecek dalam menjalankan fungsi legislasi (membuat UU). Padahal, Program Legislasi Nasional (Prolegnas) memiliki deadline yang harus dipatuhi. Tapi mengapa RUU- KHUP ini sampai sekarang tak ditemui titik terangnya? Sebagian anggota dewan sekarang ini justu tengah sibu-sibuknya mempersiapkan diri melakukan kampanye terselubung, mengemis suara rakyat untuk dapat kembali duduk di Senayan pada periode II mendatang.

Ingatlah wahai para walik rakyat, bahwasanya gaji yang setiap bulan masuk ke dompet kalian itu berasal rakyat. Kalian dapat bekerja di kantor mewah dengan fasilitas VIP itu semua untuk melayani rakyat, bukan untuk kesenangan diri kalian sendiri. Kembalilah kepada jalan yang benar, benar, benar. Cepatlah taubat sebelum terkena azab wahai anggota dewanku yang terhormat.***

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum UMSU

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun