Mata Pisau
:Karya Sagah Aditama
Bayang bayang hitam memancar kelam kedalam lubuk hati terdalam, tersirat rasa dendam yang begitu besar. Seperti hari hari sebelumnya, aku duduk termenung di antara pedih yang menusuk ulu
hati. Aku berharap malaikat datang menjemputku segera, silahkan saja kalau ia mau mencabut nyawaku atau memberiku jalan dengan segenggam cahaya, setidaknya mampu memberi tarikan nafas yang lebih panjang lagi, bukan seperti ini. Aku di sini bukan sebagai manusia biasa yang hidup terpenjara nafsu, aku monster yang haus akan dendam. Orang orang menyebutku setan dari surga. Berwajah setan berprilaku ibarat malaikat. Tapi di sisi lain aku kejam akan orang orang yang bermuka bening bersifat seperti muka ku ini.
Waktu berlalu begitu saja, satu bulan aku termenung. Tidak makan tidak pula tidur, bersemedi di antara rerumputan pinggir gua dekat pantai selatan Jawa. Senja menyingsing kurasakan desiran angin membelai lembut jiwaku. Aku sedikit lebih tenang dan melupakan dendam. Tak lama berselang seseorang wanit berambut panjang, bermata sayu, kulit kuning langsat, cantik lagi lembut menemuiku.
"Siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini? Bukankh ini tempat angker yang tidak di perbolehkan seorangpun masuk sini!"
"Aku pancca, aku hampir satu bulan bertapa di sini, aku tengah mencari cahaya yang terpendam jauh di sana. Aku perlu itu, eh tapi kenapa engkau ada di sini, bukankah ini tempat yang angker, dan tidak boleh ada seorangpun masuk? Tapi kenapa kau ada di sini. Siapa nama mu?"
"Aku sagita, mungkin aku sama sepertimu, bertapa tanpa makan tanpa minum di sini, aku sama mencari cahaya. Mencari jalan untuk pergi ke surga. Aku telah lelah hidup." Katanya sembari memandang tajam mataku. "Kalau boleh bertanya, kenapa kau bertopeng seperti itu?" Tanya heran,
"Tak perlu kau tau gadis, aku sengaja memakai ini agar orang tak pergi melihatku. Aku seperti setan dan hatiku tak seperti muka ku yang setan." Jawabku lantang padanya,
Dia tersenyum seraya mengulurkan tangannya, bersalaman dan membangunkan ragaku yang telah lama tidur. Hanya jiwaku yang bertapa bersinergi dengan senyawa batin, di maksudkan agar nafsu tak menggangguku bersemedi.
Lama kita berbincang membicarakan masa lalu dan masa depan, dalam hatiku berbisik "mungkin ini cahaya kembali ke surga".