Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Kontruksi Makna Meugang sebagai Budaya Masyarakat Aceh

11 September 2018   21:39 Diperbarui: 11 September 2018   21:45 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Daerah Provinsi Aceh yang dikenal dengan syariat islam, tetapi terkenal pula dengan budayanya yang kental. Masyarakat Aceh memiliki Budaya Meugang atau sebutan lain mak meugang adalah salah satu hari yang tidak bisa ditinggalkan.

Budaya Meugang bagi orang Aceh sangat bearti, sehingga kerja di tataran pemerintah diliburkan dan bisa menjadi hari untuk pulang kekampung halamana. Bahkan bagi kelompok Diaspora saja yang diluar Aceh pulang kekampung halaman untuk melaksanakan Meugang dengan keluarganya.

Hari Meugang belum memiliki pengertian khusus. Tapi budaya Meugang lebih indentik dengan daging terutama sapi dan kerbau. Meugang juga lebih identik dengan berkumpulnya seluruh keluarga dan makan sapi atau kerbau bersama di rumah, sehingga bisa dikatakan untuk mempererat tali silaturahmi bagi masyarakat Aceh.

Tradisi ini tidak diyakini salah satu hal yang sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan bagi masyarakat Aceh. Kegiatan Meugang ini dirayakan oleh semua lapisan masyarakat, baik didesa maupun dikota. Sehingga moment meugang ini tidak dilewatkan oleh siapapun yang berdarah asal Aceh.

Budaya meugang atau dikenal juga dengan berbagai sebutan, antara lain, Makmeugang, Memeugang, Haghi Mamagang, Uroe Meugang atau Uroe Keumeukoh merupakan rangkaian aktivitas dari membeli, mengolah dan menyantap daging sapi dan kerbau.

Meskipun yang utama dalam tradisi Meugang adalah sapi dan kerbau, namun juga masyarakat yang menambah menu masakannya dengan daging kambing, ayam juga bebek. Amir Hamzah salah seorang tokoh masyarakat Aceh mengatakan meugang itu dulunya dikenal dengan nama Makmeugang. Gang dalam bahasa Aceh bearti pasar, dimana didalamnya terdapat para penjual daging yang digantung dibawah bambu.

Pada hari-hari biasa, tak banyak masyarakat umum yang mendatangi pasar itu. Namun, pada hari-hari tertentu, yaitu menjelang bulan Ramadhan, Idhul Fitri, dan Idhul Adha masyarakat akan ramai mendatangi pasar sehingga ada istilah Makmu that gang nyan (makmur sekali pasar itu). Maka jadilah nama Makmeugang.

Acara inti dari budaya meugang ini adalah makan daging bersama yang telah dimasak dengan bermacam bumbu secara bersama-sama. Di beberapa tempat khususnya di Aceh, masakan daging ini berbeda-beda sesuai dengan khas daerahnya sendiri. Kabupaten Pidie, Bireuan, Aceh Utara dan beberapa daerah lain lebih suka memasak kari atau sop daging.

Khusus Aceh Besar mereka lebih terkesan memasak apabila pada hari meugang tersebut memasak daging asam keueung dan sie reuboh (daging yang dimasak dengan cuka), walaupun nantinya juga ditambah dengan sop daging atau reundang (masakan rendang). 

Pada rayaan meugang ini, juga diundang beberapa anak yatim ke rumah untuk makan. Hal ini tidak dilakukan oleh semua orang, hanya beberapa orang saja. Diperkirakan mereka adalah orang yang mampu dan memiliki pengetahuan yang tinggi dan baik. Sebagian besar masyarakat melakukan perayaan meugang hanya dengan memakan daging bersama keluarga dan sanak saudaranya sendiri.

Tradisi Meugang pernah ditentang oleh kaum puritan dan dianggap sebagai budaya sikretis. Puritan adalah kelompok yang berusaha melakukan pemurniaan syariat, melarang aktivitas agama yang berbentuk suatu penyimpangan keyakinan Islam, dengan cara menegakkan gerakan menolak takhayul, bid'ah dan khurafat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun