Corona Virus Desease (COVID-19) merupakan sebuah fenomena yang tengah hangat dibicarakan dan buming diperbincangkan di ranah publik. Topik yang tak henti-hentinya untuk dibahas seakan menjadi suguhan hangat bagi semua orang. Karena fenomena tersebut sudah menimbulkan banyak kontradiksi dan keterhambatan pada semua sektor kehidupan.Â
Salah satu sektor atau bidang yang ikut terhambat karena hal ini ialah pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadim Makarim, menjelaskan bahwa yang akan dipermanenkan adalah platfom pembelajaran jarak jauh. Kebijaka ini dibuat untuk menghindari penyebaran virus pada kalangan pelajar. Oleh karena itulah kurang lebih selama enam bulan terakhir ini, pembelajaran jarak jauh masih tetap berlanjut melalui virtual.
Namun, keadaan ekonomi yang kian merosot pun turut serta memengaruhi siklus kelancaran belajar daring, terdapat hambatan-hambatan yang dialami oleh para siswa khususnya yang bertempat tinggal di pedesaan. Keterbatasan yang dialami menjadikan mereka tidak bisa ikut melaksanakan proses pembelajaran secara daring. Mulai dari ketiadaan smartphone, kekurangan kuota, minimnya jaringan, dan kurang memahami pelajaran. Hambatan-hambtan tersebut telah banyak di rasakan oleh para anak-anak yang tinggal di pedesaan.Â
Berdasarkan survey yang dipaparkan oleh Plt Pusdatin Kemendikbud, Muhammad Hasan Chabibie pada diskusi online mengatakan di lapangan sekitar 87 atau 85%, aktivitas yang dilakukan masih sekedar memberikan soal, aktivitas dengan buuku teks pun bahkan posisinya hanya 50%.Â
Pada masa pandemi seperti ini juga menyebabkan rata-rata pemahaman murid berurang  daripada belajar tatap muka. Untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya hambatan ini, masyarakat Lombok, khususnya yang tinggal di daerah pedesaan memilih alternatif belajar secara tatap muka namun dengan menetapkan protookol kesehatan yang memadai. Alternatif tersebut ialah belajar di berugak.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berugak adalah berupa panggung terbuka dengan empat atau enam tiang beratap berbentuk lumbung. Berugak atau yang lebih dieknal dengan sebutan sekepat oleh masyarakat Lombok ilah salah satu bangunan pendukung dalam tata ruang bangunan tradisional sasak.Â
Berugak berbentuk egi epat sama sisi, bangunan ini terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya dan tidak menggunakan dinding. Bangunan ini biasanya di tempatkan di bagian sampiing kiri, kanan atau depan rumah. Fungsi utama dari berugak ialah untuk menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang sasak, tidak semua orang boleh masuk ke rumah.Â
Oleh karena itu dibuatlah berugak sebagai alternatif untuk menerima tamu. Namun untuk berjalannya aktifitas belajar mengajar dengabaik masyarakat pedalama Lombok memilih berugak sebagai alternatif belajar tatap muka. Selain itu, hal ini juga mampu berdampak pada kekuatan menjaga dan melestarikan kearifan lokal Lombok.
 Beberapa peran berugak yang dapat dilakukan untuk menyukseskan pembelajaran jarak jauh semasa pandemi covid-19, yakni sebagai berikut:
1.Membentuk berugak baca
Selama kebijakan belajar dari rumah ditetapkan mulai dari pasca pandemi, pemahaman yang didapat oleh para murid menjadi berkurang karena metode belajar yang kurang interaktif. Ketidak pahaman tersebut juga disebabkan karena kurangnya daya baca yang dimiliki oleh anak-anak atau para murid melalui smartphone dalam waktu yang lama. Terus menerus menatap layar laptop atau smartphoen menyebabkan penglihata kabur dan sakit kepala.Â
Kondisi ini disebut dengan computer visionsyndrome (CVS). CVS dapat merusak penglihatan, gejalanya ditandai dari penglihatan kabur, mata lelah dan sakit kepala. Oleh karena itulah, membentuk berugak baca sangat efektif untuk mengatasi dan mengurangi hambatan-hambatan yag dialami maupun yang belum dialami oleh para murid yang tinggal di pedesaan.