Entah mengapa saya dari kecil suka makan ikan, padahal dulu ada anggapan kalau kebanyakan makan ikan, bisa cacingan sehingga banyak anak anak yang kurang suka makan ikan. Saya suka ikan, Â mungkin karena Kakek kami jualan ikan, mungkin karena Mak kami selalu masak ikan sehingga ikan merupakan lauk yang selalu ada waktu saya kecil di kampung kami, Mentok, Bangka.
Mungkin juga karena saya pernah mengalami betapa sulitnya menangkap ikan.
Suatu kali saya diajak ayah mancing ikan kelaut, habis magrib kami berangkat kepantai, lalu naik sampan, sampan ayah sangat istimewa dibuat dari bekas sekoci kapal terbang Jepang, dari bahan almunium. Sampan didayung ketengah laut, jangkar dilepas, lalu lentera dihidupkan, ikan-ikan kecil menghampiri sinar lampu, cumi-cumi naik mengejar ikan kecil, cumi-cumi ditangkol sama ayah. Tangkol itu mirip jaringan untuk menangkap ikan gurame atau ikan mas dikolam, ada bagian lingkaran yang diberi jaring dan ada bagian gagangnya, ayah membuat tangkol sendiri termasuk merajut jaringnya. Cumi-cumi sebagian dibuat umpan untuk memancing ikan dan sebagian lagi dibawa pulang, digoreng pakai asam garam, paling enak kalau cumi ada telornya. Malam itu kami mancing semalaman, selesai mancing dan menangkol cumi-cumi, kembali kedarat, ayah turun duluan dan menambat sampan, waktu saya mau turun, kaki tidak bisa digerakkan, rupanya terlalu lama duduk bersila disampan sehingga kaki jadi kesemutan dan kaku, ayah senyum senyum saja, baru tahu saya, saya kirain gampang saja mancing ikan ........ he he.
Sejak itu kalau saya makan ikan tidak pernah bersisa, sampai tulang dan sirip ikan dipatahkan dan di-isap-isap.
Kakek dari pihak Mak, Djalil (Atok Tebing) berdagang ikan di pasar, setiap hari saya dan adik saya Tamrin ke pasar untuk mengambil ikan dari Kakek, kami mengambil ikan untuk lauk hari itu dan sekalian minta uang jajan sama kakek, asyik. Rumah Atok Djalil, atok atau datuk alias kakek, bersama nenek tinggal di rumah di atas tebing, ada kira-kira empat puluh anak tangga menuju kerumak atok. Nenek atau Nek Tebing biasa kami panggil, menanam sirih disekitar rumah untuk dimakan dan dijual, kalau atok kan jualan ikan di pasar. Selain sirih, di halaman rumah Atok ada pohon pisang, pohon sukun, pohon mangga, pohon kelapa, pohon keranji dan pohon bunga kaksiau.
Paling enak makan di rumah Atok, masakan Nek Tebing sangat enak terutama gulai tumis ikan pari dan gulai kuning udang dimasak dengan irisan nenas, Atok selalu memilih bagian ikan yang paling gurih dan membuang tulang atau duri ikan sebelum meletakkannya ke piring kami.
Belakangan  saya baru tahu bahwa mengkonsumsi ikan dapat menghindari penyakit jantung dan bagus untuk perkembangan otak balita.
Saya dan istri saya ibu Neng sering berbelanja ikan antara lain di pasar Bawah dan pasar Pusat Pekanbaru, pasar Rumbai dekat rumah kami di Rumbai Pekanbaru, pasar Kampar, pasar Tebet Barat, pasar Modern BSD Serpong, pasar Pembangunan Pangkal Pinang Bangka, pasar Sukahujan Malingping Banten dan tempat pelelangan ikan Binuangen Banten.
Pasar ikan favorite saya dalah pasar ikan Mentok, Bangka, setiap pulang kampung saya selalu menyempatkan diri untuk mampir kepasar. Selain bernostalgia disitu banyak dijual aneka ragam ikan yang jarang saya lihat ditempat lain misalnya ikan selangat, ikan perang, ikan beliak mata, ikan semenyak, ikan hiu, ikan sembilang, ikan baung laut dan ikan Pari Hantu.Â