Cerpen yang saya ulas ini berjudul "Kapten Hanya Ingin ke Dili". Cerpen ini merupakan karya dari sastrawan mudah Nusa Tenggar Timur yang sangat terkenal saat ini, yaitu Felix K. Nesi. Cerpen ini merupakan salah satu karya Felix yang telah dimuat di media Jawa Pos pada tanggal 3 April 2022. Sebelum mengulas cerpen ini lebih jauh, pertama-tama kita harus mengenal tentang hidup dan karya-karya Felix K. Nesi.
 Berdasarkan berbagai sumber atau literatur yang telah saya baca, Felix K. Nesi lahir di Nesam-Insana, Nusa Tenggara Timur. Ia menyelesaikan pendidikan SMA di Seminari Lalian Atambua  dan kemudian melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi pada fakultas psikologi Universitas Merdeka Malang. Ia merupakan  penulis yang aktif menulis puisi, cerita pendek, dan esai di berbagai media massa. Ia juga telah menerbitkan beberapa buku dan mendirikan komunitas serta gerakan sosial yang berfokus pada literasi. Naska novelnya Orang-Orang Oetimu menjadi pemenang 1 sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2018 dan ia juga telah menerima Penghargaan Sastra Kemendikbudristek 2021.
Cerpen "Kapten Hanya Ingin ke Dili" ini mengangkat dua tema besar yakni masalah kolonilisme dan perjuangan hak kaum perempuan. Cerpen ini mengisahkan rasa benci terhadap kolonialisme dan perjuangan dari seorang perempuan yang seringkali dianggap lemah oleh laki-laki di Timor atau pun oleh para tentara Belanda. Pada bagian awal, cerpen ini mengisahkan perjalanan Frimus seorang sopir truk yang bekerja untuk Am Kalo suami Ain Iba dari Kefamenanu ke arah Kupang untuk membawa sopi dan kayu cendana yang dijual kepada pejabat Belanda. Dalam perjalanan menuju ke Kupang, Frimus terpaksa berhenti di tengah perjalanan. Hal itu terjadi karena deru pesawat dan deru bom yang terus menerus. Setelah hari ketiga saat pesawat berhenti berderu dan bom tak lagi berdedum, barulah Frimus mengeluarkan truk dari balik pepohonan. Ia memutuskan kembali untuk putar ke Kefamenanu dan tidak melanjutkan perjalanannya ke Kupang. Tanpa disadari dalam perjalanan pulang, dua orang tentara keluar dari semak-semak dan langsung mengeledah tubuh Frimus dan seisi turk. Sebagian kayu cendana dibuang dalam perjalanan oleh para tentara Belanda. Kemudian Frimus dipaksa oleh kapten tentara untuk membawa mereka menuju ke Dili. Tanpa kehilanagn akal dan berbagai macam pertimbangan Frimus terpaksa membawa mereka untuk menginap di rumah Am Kolo suami Ain Iba si perempuan yang tak pernah menyukai Belanda. Kapten dan para terntaranya mengindahkan tawaran dari Am Kolo untuk menumpang di rumah mereka. Pada saat itulah, ide cemerlang dari Ain Iba yang sebelumnya diangap tidak mengerti tentang perang muncul untuk membunuh semua tentara dan kapten yang ingin berjalan menuju ke Dili. Singkat cerita, dengan cara yang cerdik, malam itu Ain Iba meminta Frimus untuk menuangkan sopi yang banyak kepada para tentara. Tanpa menghiraukan suaminya Am Kolo yang banyak bekerja sama dengan pejabat Belanda untuk melakukan bisnis, Ain Iba memutuskan untuk mengakhiri rasa benci dan dendamnya itu dengan membunuh mereka secara misterius. Sejak saat itu, Frimus siap mati saat ia melihat Ain Iba mengorok leher sang kapten.
Setelah membaca cerpen "Kapten Hanya Ingin Ke Dili" ini dengan konsentrasi yang cukup, kesan pertama saya ialah membaca cerpen ini sama seperti mendengarkan suasana batin pengarang. Dengan kepekaan yang tajam, pengarang berhasil menampilkan maslah-masalah sosial yang menarik perhatian pembaca. Para toko yang ditampilkan dalam cerpen ini memiliki tujuan yang berbeda. Toko utama menyadari bahwa semua manusia itu bebas dan memiliki kemampuan yang sama, baik itu laki-laki maupun perempuan. Melalui kebebasan dan kemampuan yang sama itu setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk memilih.
      Menurut saya, posisi pengarang (Felix) dalam cerpen ini digambarkan oleh watak toko Ain Iba istri Am Kolo pedagang sopi dan kayu cendana yang terkenal di Kefamenanu saat itu. Watak toko Ain Iba di sini digambarkan sebagai orang yang sangat provokator, keras kepala dan sangat luar biasa memperjuangkan hak kaum perempuan. Ain Iba tidak ingin kehidupan mereka dibelengguhi oleh para penjajah yang seringkali merampas kehidupan masyarakat sipil. Watak toko Ain Iba tersebut  dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
 "Hidup kita akan lebih baik tanpa Belanda," begitu kata istrinya. "Seperti truk, kita hanya alat bagi mereka. Kita bekerja siang dan malam, tetapi keuntungan mereka yang berkali lipat."
"Bukankah lebih mudah jika menghadang dan memerangi Jepang di Australia? Kalian akan menang jumlah, unggul peralatan, dan tentu saja menguasai medan tempur. Kalian... maksud saya, kita semua akan menang. Jepang akan kalah sebelum mendarat; kalian tidak perlu repot ke Timor; orang Timor tidak perlu mati sia-sia untuk peperangan bangsa-bangsa asing; dan tak perlu ada kayu cendana yang dibuang ke jurang."
Kutipan ini sangat jelas menggambarkan bentuk penolakan dan kebencian Ain Iba terhadap masalah kolonialisme saat itu. Bagi Ain Iba perang telah membawa banyak penderitaan bagi masyarakat sipil di Timor. Ain Iba ingin hidup mereka menjadi bebas tanpa dihantui oleh masalah kolonialisme ataupun masalah-masalah kemanusiaan lainnya.
Dalam cerpen ini terus menggambarkan bagaimana rasa benci dan dendam terhadap para tentara Belanda  semakin bertambah di dalam  hati Ain Iba. Seperti percakapan antara Am Kolo dan kapten saat menikmati makan malam bersama di rumah mereka. Kapten itu menganggap bahwa perempuan tidak mengerti tentang perang. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Kapten diam dan memandang wajah Ain Iba. Hening sejenak, dan kapten tertawa. "Anda adalah tuan rumah yang baik," katanya. "Tak perlu minta maaf. Istri saya juga susah memahami perang ini. Perempuan... terlalu perasa."
Setelah mendengar kata-kata inilah rasa benci Ain Iba terus bertambah dan hal itu diakhiri dengan tindakan yang mengejutkan. Bagi Ain Iba, berbicara tentang perang bukanlah hal yang hanya dikuasai oleh kaum laki-laki. Setiap manusia memiliki kemampuan yang sama dan dengan cara yang berbeda untuk menunjukan kemampuan itu. Mengangap lemah kaum perempuan merupakan salah satu tindakan yang merendahkan harkat dan martabat perempuan sebagai mahkluk ciptaan Tuhan. Melalui usahanya yang mengejutkan, Ain Iba ingin menunjukan kemampuanya di depan para tentara dan suaminya agar mereka sadar bahwa perempuan itu memiliki kemampuan yang sama seperti laki-laki dan  perempuan juga bisa berpikir seperti laki-laki. Dengan latar belakang pemikiran bahwa pada dasarnya manusia itu bebas, manusia itu sama, Ain Iba melakukan pembunuhan misterius dan siap menerima resiko yang akan terjadi. Hal ini dapat dikutip di bawah ini.