"Hari Raya Enam besok kita ke Bangkinang Seberang ya, makan lomang srikayo".Â
Dulu, waktu kecil paman saya selalu mengajak keliling Bangkinang saat Hari Raya Enam, agar saya dapat mencicipi berbagai makanan tradisional dan THR dari setiap rumah yang dikunjungi.Â
Meskipun saya bukan asli "ughang ocu", sebutan untuk orang asli Kampar. Namun saya lahir dan besar di kota Bangkinang.Â
Bangkinang merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar. Hampir seluruh kecamatan di kabupaten Kampar melaksanakan tradisi Hari Raya Enam.Â
Saya tidak tahu kenapa si paman selalu mengajak merayakan Hari Raya Enam di Bangkinang Seberang, Langgini, Salo, Kuok, dan daerah lainnya yang saya sendiri sudah lupa. Kata paman saya waktu itu, karena disana adatnya masih kental (penduduk asli) dan banyak kenalan yang tinggal disana. Tapi menurut saya karena daerah tersebut dekat dari rumah kami.
Hari Raya Enam atau Aghi Gyaho Onam merupakan hari raya yang dilakukan setelah puasa enam dibulan Syawal, tepatnya pada tanggal 7 Syawal. Biasanya masyarakat Kampar akan pulang ke kampung halaman dihari tersebut. Bagi mereka bahkan lebih penting pulang di Hari Raya Enam dibanding hari Raya Idul Fitri. Berikut beberapa tradisi di Hari Raya Enam :
1. Aghi Ghayo Zorah
Aghi Ghayo Zorah atau Hari Raya Ziarah merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan. Sedari pagi setelah selesai shalat Subuh, masyarakat Kampar berbondong-bondong ke makam sanak keluarga untuk berziarah kubur.Â
Mereka yang tinggal di luar kota maupun yang tinggal di daerah akan datang untuk mengikuti ritual ini. Mendoakan sanak saudara yang telah mendahului mereka. Kegiatan ziarah kubur ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, bahkan anak-anak pun turut serta. Â
Saat berziarah kubur, sesama masyarakat akan bertemu di jalan menuju pemakaman (biasanya mereka akan berjalan kaki). Saat bertemu itulah menjadi momen untuk saling bermaaf-maafan dan bercengkrama.Â