Iklim itu sendiri dapat terus berubah dengan sendirinya karena interaksi antara suatu komponen dan faktor eksternal. Perubahan iklim merupakan perubahan rata-rata kondisi cuaca  jangka panjang dalam distribusi statistik kondisi cuaca selama periode waktu tertentu. Perubahan iklim masih menjadi salah satu fenomena lingkungan yang paling memprihatinkan di tingkat Nasional maupun Internasional. Karena perubahan iklim tidak hanya mempengaruhi suhu bumi, tetapi juga mempengaruhi kondisi sosial masyarakat.
Menurut konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), penyebab dari perubahan iklim adalah dari aktivitas manusia. Komposisi global ini meliputi komposisi material atmosfer bumi berupa gas rumah kaca (GRK) yang terdiri dari nitrogen, karbon dioksida, metana, dan lain sebagainya. Pemanasan global merupakan salah satu penyebab perubahan iklim akibat pelepasan gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas manusia. Pemanasan global atau global warming itu sendiri merupakan suatu peristiwa peningkatan suhu pada atmosfer bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca. Gas rumah kaca (GRK) disebabkan oleh akumulasi karbon dioksida dari penggunaan energi dan industri, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pemanasan global. Emisi karbon dioksida Indonesia terdapat sebanyak 800 juta ton atau sepersepuluh dari emisi karbon dioksida yang dimiliki Amerika Serikat. Indonesia menjadi Negara urutan ketiga karena mengeluarkan emisi karbon dioksida terbanyak dengan jumlah sekitar tiga hingga empat giga ton.
Pada dasarnya gas rumah kaca (GRK) diperlukan untuk menjaga kestabilan suhu bumi. Namun, konsentrasi gas rumah kaca (GRK) sendiri semakin tinggi sehingga menyebabkan lapisan atmosfer menebal. Penebalan pada lapisan atmosfer ini kemudian mengakibatkan panas pada bumi membeku di atmosfer sehingga terjadi penumpukan. Akibatnya, sebagian besar sinar matahari yang dipantulkan bumi berupa radiasi inframerah jauh dan radiasi ultraviolet yang dipancarkan ke angkasa dipantulkan kembali ke bumi oleh gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan di atmosfer. Oleh karena itu suhu bumi meningkat. Jika pemanasan global berlanjut, maka akan terjadi pencairan gletser di Kutub dan daerah dengan dataran yang rendah akan tergenang air. Permukaan laut akan naik 8 hingga 29 cm di tahun 2030. Dan Indonesia yang merupakan Negara yang memiliki banyak pulau akan kehilangan banyak pulau hingga sejumlah 2000 buah pulau dari peristiwa tersebut.
Gas yang dihasilkan oleh gas rumah kaca (GRK) juga dapat berbahaya bagi mahluk hidup yang menghirupnya. Jika proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna, karbon dioksida akan dihasilkan. Gas tersebut sangat reaktif dan karenanya dapat mencegah ikatan oksigen dan hemoglobin dalam darah, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan. Jika hal tersebut terjadi secara terus menerus, dalam kasus terburuk dapat menyebabkan kematian. Terdapat juga gas CFC yang dapat membunuh organisme, memperlambat pertumbuhan tanaman, menyebabkan mutasi genetik, serta dapat menimbulkan penyakit kanker kulit dan juga mata. Gas CFC sering dimanfaatkan untuk pengembangan busa kursi, untuk digunakan dalam penggunaan AC, dan juga sebagai pendingin kulkas.
Sumber pertama gas rumah kaca (GRK) adalah pembakaran bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil tersebut dapat berupa batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahan bakar fosil tersebut digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Saat terbakar, karbon yang tersimpan di dalamnya dilepaskan dan bergabung dengan oksigen di udara untuk membentuk karbon dioksida. Dengan bertambahnya populasi maka jumlah kendaraan juga ikut meningkat, yang berdampak pada meningkatnya pencemaran di atmosfer.
Penyebab kedua adalah penggundulan hutan. Hutan sangat penting untuk menjaga kestabilan iklim, mencegah polusi, mengurangi karbon dioksida dan memperlambat pemanasan global. Namun, hingga saat ini, deforetasi semakin sering terjadi dan tidak terkendali. Ancaman deforetasi jelas memiliki dampak negatif yang sangat besar, karena deforetasi berdampak pada mata pencaharian. Ekspansi perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu penyebab utama deforetasi di Indonesia. Indonesia sebagai Negara yang memiliki wilayah terluas untuk ditanami kelapa sawit memiliki tingkat kerusakan pada hutan tropis yang terbanyak di dunia.
Penyebab yang ketiga yaitu limbah industri. Industri yang terlibat dalam produksi semen, pupuk, kegiatan batubara, dan ekstraksi minyak menghasilkan gas rumah kaca (GRK) yang berbahaya. Selain itu, ada tiga faktor yang mempengaruhi sejauh mana gas rumah kaca (GRK) dapat berkontribusi terhadap pemanasan global, yaitu jumlahnya yang ada di atmosfer, berapa lama gas tersebut berada di atmosfer, dan bagaimana GWP-nya.
      Solusi yang harus diterapkan untuk mengurangi efek dari rumah kaca yaitu:
- Mengefisiensikan pemakaian listrik. Seperti memadamkan lampu saat sudah tidak diperlukan, dan memutus sambungan listrik alat elektronik saat sudah tidak digunakan.
- Mengurangi polusi udara dengan lebih sering menggunakan kendaraan umum
- Mengurangi penggunaan alat makan sekali pakai. Kita dapat menggantinya dengan menggunakan alat makan yang dapat dipakai berulang kali
- Mengelola sampah menjadi kompos,serta melakukan pemisahan yang organic dan nonorganik
- Beralih ke catatan digital untuk mengurangi penggunaan kertas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H