Aku Beriman Maka Aku Ada
Kalau Rene Descartes mengatakan Cogito Ergo sum yang artinya Aku Berpikir Maka Aku Ada. Yang dikatakannya tidak salah karena melihat dalam Al-Baqarah : 44 “ Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir”. Artinya Allah menyuruh kita sebagai orang yang beriman untuk senantiasa berpikir dalam hal apapun, bahkan saat diturunkan ayat pertama Al-Alaq kepada Nabi Muhammad yang isinya “Iqra” yang artinya bacalah padahal secara standing position Nabi Muhammad seorang Ummi (buta huruf) maka bacalah disini Allah memerintahkan Rasul Muhammad untuk membaca kondisi (Mekkah) pada saat itu, berarti dengan membaca situasi kondisi menuntut untuk berpikir.
Maka tidak heran jika berpikir adalah fitrah seorang manusia terlebih hal tersebut diperintahkan oleh sang pencipta. Namun jauh sebelum berpikir kita juga harus menyeimbangkan dengan beriman karena untuk beriman itu hal yang mesti kita cari dan kita sambut ketika datangnya hidayah.
Beda dengan berpikir, seseorang mempunyai kemampuan berpikir memang pada dasarnya sudah menjadi kodrati, sebetulnya seorang yang kurang pintar sekalipun fitrah nya cerdas hanya seseorang tersebut tidak difasilitasi pada lingkungannya. Tinggal tugas kita terkhusus orang tua dilingkungan rumahnya dan guru di lingkungan Pendidikannya memberikan fasilitas seorang anak untuk senantiasa berpikir tidak untuk di tutup rapat rapat daya pikirnya.
Beda dengan beriman, Tashdiqun bil qalbi wa iqrarun billisani wa amalun bil arkan karena Iman itu berarti pengakuan dalam hati, mengatakan dengan lisan, melaksanakan dengan perbuatan. Hal ini tidak bisa secara tiba tiba datang dari diri sendiri melainkan harus mencari referensi bahkan ada kesaksian dengan manusia beriman lainnya walaupun hakikatnya dengan sang maha pencipta tetapi dengan adanya kesaksian sesama manusia itu untuk lebih meneguhkan kita agar senantiasa kontinuitas dalam beriman tersebut.
Sebab adanya kesaksian komit secara sama sama dapat menyadarkan tanpa dengan kata kata, ketika kita akan terjerumus kepada kemaksiatan lalu tiba tiba ada orang yang pernah satu komit dengan kita maka secara insting akan teringat kepada komit yang pernah di perbuat sebelumnya.
Lalu pertanyaannya ketika pada saatnya kita mempunyai anak apakah mau di tumbuhkan pola pikirnya atau keimanannya ? jawabannya dikembalikan lagi kepada diri masing masing orang walaupun kiranya lebih konkret menumbuhkan keimanan dulu. Karena seperti narasi sebelumnya bahwa naluri berpikir itu selalu ada di setiap anak tidak dengan keimanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H