Setiap musim hujan, pada waktu-waktu tertentu, intensitas curah hujan tinggi atau durasi turun hujan lama, sampai beberapa jam, di salah satu area Kelurahan Karet Tengsin, Jakarta Pusat, yang kontur tanahnya lebih rendah pasti banjir, karena merupakan cekungan dan tidak ada tempat untuk air mengalir. Apalagi kalau ditambah dengan luapan Kali Krukut, ketinggian banjir bisa mencapai 2 meter, dan solusinya dengan penyedotan air.
Banjir pada 20 Februari 2021 lalu, sore air mulai surut, tapi masih terdapat genangan kira-kira 30-40 cm di badan jalan, pada kontur terendah. Area lain yang terkena banjir, gang yang konturnya lebih rendah dari jalan. Jalan yang terletak di depannya tidak banjir.
Kenapa terdapat genangan air di jalan? Karena got tidak mampu menampung air, sehingga meluap ke jalan. Got yang terletak di sisi kiri dan kanan jalan, lebar dan kedalamannya sama, di sepanjang jalur jalan itu, padahal kontur tanah ini merupakan kontur terendah. Jadi wajar, selain menampung air hujan, cekungan ini juga menampung air hujan yang turun dari jalan yang berada di atasnya. Selain itu kawasan tersebut banyak perkerasan --tidak banyak tanah atau tanaman yang dapat menyerap air hujan). Apa solusinya?
Got yang berada pada cekungan terendah di sisi kanan dan kiri jalan harus diperdalam, tidak mungkin diperlebar karena jalur jalan itu sempit, sehingga bisa menampung air lebih banyak, terutama pada musim hujan. Got itu selalu tergenang air, alias air tidak mengalir, walau tak musim hujan, yang berasal dari saluran pembuangan air rumah penduduk yang berada di atasnya.
Tentu saja ukuran dan lebar got di sepanjang jalan itu sama, walaupun kontur tanah berbeda, karena pada saat pembangunan, tidak terpikirkan bahwa sisi yang paling rendah (cekungan) seharusnya menampung air lebih banyak, dibanding sisi yang berada di atasnya (kontur yang lebih tinggi), karena semua air akan menuju ke titik terendah.
Teman Facebook melaporkan di statusnya bahwa ada tanggul yang terputus, karena terhalang oleh rumah warga, dan tidak bisa terelakkan, air keluar dari rumah itu dan membanjiri kawasan di sekitarnya. Kasus lain, dari 2 kilometer panjang tanggul, tersisa 5 meter yang tidak dibangun, tentu saja air keluar dari sini.
Skala Lokal
Penanganan masalah banjir dalam skala lokal (RT/RW) tidak terperhatikan, padahal ini sangat berdampak pada warga. Bagaimana cara menyampaikan hal ini ke pemerintah daerah, agar mereka segera menutup tanggul yang terputus, sehingga pada musim hujan tidak terjadi masalah yang sama? Atau, merekayasa got yang terletak pada cekungan terendah untuk dijadikan penampungan air ( mengalirkan air dari jalan ke dalam got, sehingga jalan yang ada di depannya tidak banjir dan dapat digunakan untuk lalu lintas kendaraan).
Apa sulitnya menutup tanggul yang terputus (hanya 5 meter) atau memperdalam got yang berada di cekungan terendah? Sulit karena sistem birokrasi yang menyebabkan penanganan hal tersebut menjadi berbelit-belit dan dianggap remeh. Atau, bisa jadi belum ada sistem pelibatan warga lokal dalam mengatasi banjir di area mereka secara terstruktur.
Pemerintah daerah abai terhadap hal-hal kecil seperti ini yang sebenarnya memberi dampak pada warga yang terdampak banjir di lingkungannya. Pertama, menghindari terjadinya banjir pada satu area, karena tanggul dibangun sempurna. Kedua, ketinggian air dapat dikurangi dan lama genangan bisa lebih cepat. Ketiga, mencarikan alternatif untuk menyalurkan/menampung air sementara di sekitar area.
Saat ini, pemerintah DKI Jakarta mengharapkan pelibatan warga dalam mengatasi banjir hanya pada membersihkan sampah di dalam got dan di sekitar rumah mereka. Membuat lubang biopori atau sumur resapan, menanam pohon atau tanaman di sekitar rumah, melaporkan permasalahan seputar banjir melalui qlue, dan mengunduh aplikasi pantau banjir terasa seperti slogan.