Malam ini, saya iseng membuka akun Kompasiana tiba-tiba muncul  tentang menulis furniture. Saya jadi teringat kursi di rumah Profesor Gunawan Tjahjono dan (alm.) Profesor B. Soewondo. Siapa mereka? Di kalangan arsitek Indonesia kedua nama tersebut sudah tidak asing. Mereka dosen arsitektur di Universitas Indonesia. Profesor Gunawan Tjahjono murid dari Profesor B. Soewondo. Arsitek senior yang memberi warna di dunia arsitektur Indonesia.Tentu saja saya mengunjungi rumah mereka untuk menikmati karya arsitekturnya. Interior menjadi bagian dari arsitektur itu. Pada saat itulah saya memperhatikan desain kursi, meja, lemari dan penataannya. Ini yang menghubungkan mereka, satu desain kursi yang sama, tidak sama persis, konsepnya yang sama.
Kita mulai dengan kursi rumah Profesor Gunawan Tjahjono. Kursi itu terbuat dari kayu yang di desain khusus oleh Pak Gun, begitu saya biasa memanggil beliau. O iya Pak Gun dosen saya di Universitas Indonesia. Â Dua kursi single dan satu kursi panjang untuk 2 orang, kalau kurus bisa untuk 3 orang. Ada meja di bagian tengah yang dilapisi oleh kaca.
Kursi itu didesain oleh Pak Gun. Kalau dilihat dari foto, kursi itu terlihat biasa, ada ada sandaran untuk punggung dan tempat untuk pergelangan tangan. Di tengahnya ada celah yang membagi bidang sama besar. Celahnya tidak terlalu besar kira-kira 2 cm. Tetapi kalau kita duduk di kursi itu terasa bahwa bagian dudukannya miring. Tidak datar. Jadi kalau kita duduk di kursi itu langsung meluncur ke belakang, ditahan oleh sandaran punggung. Ini yang tidak bisa dijelaskan oleh foto, harus merasakannya.
Kursi itu sebenarnya terletak di ruang keluarga, karena kursi di ruang tamu Pak Gun terbuat beton. Betul, bangku panjang yang menempel di dinding.
Kembali ke kursi kayu tadi, yang menarik, kalau kita perhatikan lantai. Di bawah satu set kursi tersebut itu dicat warna. Betul lantainya tidak dilapisi keramik atau ubin tapi di flur semen dengan Nat kaca. Paham ya maksudnya bahwa area di bawah satu set kursi tersebut ditandai dengan cat. Bagian di bawah meja juga. Kenapa ditandai dengan cat, karena dalam ruangan tersebut juga ada meja makan dan meja kerja yang juga terbuat dari kayu (warna dan material kayu sama). Cat yang ada di bawahnya menunjukkan posisi ruang-ruang tersebut (ruang keluarga, ruang makan, ruang kerja).
Sekarang kita ke rumah Pak Wondo. Ada beberapa macam kursi di ruang tamu dan ruang keluarga; ada kursi warna kuning, ada sofa yang terbuat dari kulit, ada kursi yang terbuat dari kayu. Desain kursi dan sofanya bermacam-macam tidak hanya satu jenis. Nah... yang ingin saya ceritakan adalah kursi yang desainnya agak mirip dengan desain kursi di rumah Pak Gun; yaitu kursi warna hitam. Kursi paling baru.
Kursi ini menggunakan material stainless steel untuk kerangkanya dan material kulit berwarna hitam untuk dudukan dan punggung. Ada dua kursi yang saling berhadapan dan menurut Pak Wondo kursi itu harus dipesan untuk mendapatkannya, dirancang oleh arsitek terkenal dari luar negeri dan saya lupa siapa nama arsiteknya. Harga satu kursi 8 juta. Pak Wondo bercerita dengan bahagia. Sampai sekarang masih terbayang wajah senang di wajah Pak Wondo. Sama seperti saya tidak sengaja ke toko sepatu dan menemukan sepatu lucu, butuh tak butuh, langsung beli walau utang (pakai kartu kredit), sepanjang hari bahagia.
"Silakan duduk", kata beliau saat itu, mempersilakan saya mencoba kursi barunya, sama seperti kursi kayu di rumah Pak Gun, saya langsung meluncur ke belakang ketika mendudukinya dan kemiringan dudukan kursi tersebut lebih tajam dibanding kemiringan kursi yang ada di rumah Pak Gun, karena terbuat dari kulit, maka kulit tersebut melendut mengikuti beban tubuh yang ada di atasnya. Saat itu saya masih kurus jadi tidak terlalu melendut (2008).
Sama seperti kursi di rumah Pak Gun, saya betah dan malas berdiri dari kursi 8 juta, karya arsitek terkenal, dan harus Pre Order. Beli Furniture.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H