Mohon tunggu...
Safitri A.N.D
Safitri A.N.D Mohon Tunggu... -

"Start writing, whatever happens, the water will not flow before the tap is opened"---Louis L'amour

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kenangan

25 Desember 2018   22:20 Diperbarui: 25 Desember 2018   23:03 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mypic.doc

Aku menatap ke luar jendela
Kulihat angin berhembus begitu kencang
menghempaskan setiap helai dedaunan dari tangkainya
menebarkan butir-butir debu yang menghitam
mendung seketika datang menjadikan gelap
rintik-rintik hujan mulai jatuh menghujani bumi
menyulap wajah hehunian kian gelisah menghadapi senja

Rintik hujan telah berubah menjadi dentuman
Memercik wajahku dan jadi basah
Aku beranjak dari jendela
Menuju meja tua yang terletak disudut rumah
aku memandangi setumpuk lembaran usang diatasnya
dengan sampul biru tua bertumpuk debu

Perlahan kubuka lembaran bersampul biru tua itu
membaca bait-bait kalimat yang mengabur
tiap helaian lembarnya menyimpan banyak kisah
tentang aku, kamu dan impianku
tentang tawa disetiap bahagia
tentang angan-angan untuk jadi nyata
tentang tangis dalam menapaki langkah
tentang perjuangan yang berbalut lelah

Hujan diluar kian mereda
angin kencang menjadi kian melambat
langit senja berubah menjadi gelap
aku masih menatap pada lembaran sampul biru tua itu
hujan seperti meninggalkan gemercik dalam hatiku
pikiranku seketika membayang
pada tawa yang berubah menjadi muram
angan-angan makin menghilang
tangis yang mengendap menjadi hujan
perjuangan berhenti tak ber-ending
kulihat senyummu telah memudar
didalam keramaian dan menjadi sepi

Kini lembaran bersampul biru tua telah berdebu
terpaku diatas meja bersama sunyi dan membisu
mengendap menjadi setumpuk kalimat yang membasi
menorehkan setiap kata dengan rasa tanpa ucap
tentang aku, kamu dan mimpiku
yang pernah berjalan dan berlari dilorong gelap
yang berteriak hingga suara hampir serak
atau yang tergelak karena muak

Hujan telah berhenti
angin kencang hilang bersama malam
berganti dengan kerlip bintang menghiasi langit
aku menutup lembaran biru tua itu
waktu telah membuat tiap lembarannya usang
hingga angin dan hujan membawanya menjadi kenangan

Kolong Langit, 25 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun