Mohon tunggu...
Safitri A.N.D
Safitri A.N.D Mohon Tunggu... -

"Start writing, whatever happens, the water will not flow before the tap is opened"---Louis L'amour

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kemerdekaan atas Tubuh Perempuan “Fenomena Kekerasan Seksual"

15 Januari 2014   13:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:49 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Kekerasan Seksual terus terungkap ke publik, seolah tak pernah berhenti semakin hari jumlah angka kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan semakin meningkat. Pertanyaan yang tentunya muncul atas persoalan ini adalah, apa faktor dominan penyebab terjadinya kekerasan seksual ini? begitu miris, disatu sisi pemerintah masih sibuk dengan urusan korupsi yang tak pernah mendapatkan solusi yang pasti, secara terus menerus menyoroti para pejabat publik yang menguras uang rakyat namun hukum pun tak juga memberikan hukuman yang dianggap pantas bagi mereka, tetap saja seolah memberikan perlindungan terhadap para pemakan uang rakyat tersebut. Hingar bingar baik di televisi maupun media massa terus menerus meributkan masalah-masalah para pelaku korupsi tersebut, seolah lupa bahwa ada persoalan pelanggaran HAM berat yang terbaikan dan jauh dari rasa adil yang penting menjadi perhatian negara, yakni kasus-kasus kekerasan seksual yang terus meningkat terjadi pada perempuan di Indonesia.

"Setelah jatuh ketimban tangga pula", istilah tersebut seolah menunjukkan potret Perempuan Korban Kekerasan Seksual pada saat ini. Salah satu kasus yang dipublish oleh media yakni melalui Kompas.com pada tanggal 07 Januari 2013 dimana Ans (19) saat menolak untuk melakukan perdamaian dengan si pelaku malah balik dijadikan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian yang memproses kasusnya tersebut. Dimana keadilan hukum? dimana Hak diperlakukan sama dimuka hukum? jika perilaku yang ditunjukkan oleh Aparat Penegak Hukum yang merupakan salah satu pemangku hukum seakan buta oleh hukum, orang yang seharusnya melindungi dan menganyomi masyarakat justru balik melakukan tindakan penindasan terhadap warga masyarakat. Tak pelak tindakan para aparat yang demikian yang turut mendukung angka kekerasan seksual terus terjadi pada perempuan karena Pelaku yang seolah malah merasa dilindungi oleh hukum.

Gunung Es Yang Semakin Membuncah

Kasus-kasus Kekerasan Seksual seperti sebuah fenomena gunung es, yang kelihatan hanya bagian atasnya saja, masih banyak kasus-kasus tersebut yang tidak terungkap ke permukaan. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang tidak terungkap ke permukaan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kasus yang dialaminya adalah kekerasan, dalam arti tidak paham bahwa apa yang menimpa dirinya merupakan kekerasan yang dapat dipidanakan dan diatur secara hukum, kemudian masih dianggap sebagai aib keluarga, dan akses informasi yang terbatas di wilayah lingkungan korban, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa jika kasus diproses di Kepolisian maka akan mengeluarkan biaya yang cukup banyak, sehingga korban yang berasal dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi akhirnya memilih untuk bungkam, terlebih lagi jika Pelaku yang dihadapi berasal dari status ekonomi yang lebih mapan atau memiliki posisi-posisi penting tertentu (ditakuti).

Hal yang sangat mengusik bahkan membuat marah bahkan ingin membasmi para pelaku, bawasannya para pelaku kekerasan seksual semakin tak takut, bahkan dengan berjalannya waktu kasus-kasus kekerasan seksual terus terjadi dan terungkap ke media, semakin tinggi kasus kekerasan seksual yang terungkap di media semakin tinggi pula kasus kekerasan seksual tersebut terjadi di masyarakat. Penting membuat kajian apa sebenarnya faktor dominan terjadinya kekerasan seksual tersebut? apakah Pelaku sudah tak takut dengan hukuman Tuhan? pertanyaan tersebut tentu terbesit pada masyarakat awam, yang tentu saja tak cukup mengkaji kasus kekerasan seksual tersebut hanya sebagai persoalan moral semata. Ada cela yang terus menerus menjadi peluang bagi pelaku untuk "berani bertindak" melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan. Bukan hanya dari segi Hukum yang ringan, ada faktor penyebab atau aspek yang saling mendukung semakin tingginya kasus-kasus kekerasan seksual terjadi di masyarakat. Justru faktor penyebab tersebut menjadi PR bersama untuk mengkajinya sehingga dapat menemukan solusi yang strategis yang mampu meminimalisir bahkan menghapuskan kekerasan seksual yang terjadi. Pemerintah memiliki peran atau andil yang besar terhadap tanggungjawab tersebut, karena jelas di dalam Konstitusi Negara sudah diatur, yakni dalam UUD 1945. Selanjutnya, di dalam konstitusi juga ditegaskan bawasannya setiap warga negara memiliki hak atas keadilan, perlindungan dan bebas dari diskriminasi, warga masyarakat memiliki hak yang sama di muka hukum, sangat tak pantas dan merupakan pelanggaran HAM oleh Aparat Negara maupun Aparat Hukum yang melakukan ketidakadilan bahkan diskriminasi hukum terhadap perempuan korban. Negara merupakan aktor atau pelaku pemenuhan HAM terhadap warga masyarakat.

Persoalan Kekerasan Seksual belum tuntas, bahkan akan menjadi perjalanan yang cukup panjang untuk melakukan penghapusan mengingat tantangan luar biasa yang dihadapi untuk meminimlasir kasus tersebut. Pemerintah yang abai, Aparat Penegak Hukum (APH) yang tidak berpihak pada korban merupakan salah satu diantara banyak penyebab kasus-kasus Kekerasan Seksual tidak tertangani dengan baik. Jika sistematika perlindungan terhadap Perempuan Korban kekerasan seksual dapat berjalan efektif dan didukung dengan Kebijakan yang berpihak maka paling tidak diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kekerasan seksual di masyarakat. Hal yang menjadi sangat penting adalah bagaimana memikirkan bersama upaya pencegahan dengan semakin tingginya kasus-kasus kekerasan seksual, terlebih lagi yang menjadi korban rata-rata adalah anak-anak dan remaja. Bahkan yang sangat membuat miris lagi adalah bahwa rata-rata Pelaku kekerasan seksual ini bahkan berasal dari orang terdekat korban sendiri, orang yang seharusnya melindungi korban, memberikan rumah yang aman bagi korban tetapi yang terjadi malah menjadikan "rumah neraka" bagi korban, perih yang sangat dirasakan adalah menerima kenyataan bahwa ia bahkan disakiti oleh orang dekatnya sendiri.

Tingginya kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan merupakan fenomena yang menunjukkan bahwa perempuan belum merdeka, merdeka atas tubuhnya yang seharusnya mendapatkan perlindungan. Tak pelak tubuh perempuan selalu dianggap sebagai objek, tubuhnya sendiri bahkan disalahkan, dianggap mengambil andil penyebab terjadinya kekerasan seksual. Hal ini ditunjukkan juga dengan adanya kebijakan yang bahkan mengatur tubuh perempuan, memaksa untuk ditutupi seolah-olah menarik syahwat seorang laki-laki. Bagaimana dengan Perempuan berkerudung yang mengalami kekerasaan seksual, dan dengan bayi yang juga bahkan diperkosa oleh ayahnya sendiri? apakah hal tersebut menunjukkan bahwa tubuh perempuan juga sebagai faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual? Belum lagi kewajaran-kewajaran yang distigma pula pada diri perempuan membuat mereka semakin terpuruk, kasusnya bahkan dianggap "biasa saja" oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan. Hal tersebut terkadang membuat kasus korban sarat dengan pengabaian bahkan jika saksi dianggap tak cukup kasus terancam diberhentikan di Kepolisian (SP3). Ditambah lagi dengan penerapan Pasal-Pasal yang terkadang tidak sesuai dan jauh dari rasa keadilan terhadap korban.

Kita harus perang, perang menghadapi kasus-kasus Kekerasan Seksual pada Perempuan yang semakin tinggi, Perempuan berhak atas perlindungan terhadap tubuhnya dan negara bertanggungjawab untuk menjamin perlindungan tersebut. Kasus Kekerasan Seksual bukanlah bukanlah kasus kejahatan biasa karena merupakan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat. Sudah jelas hal tersebut diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dampak yang dihadapi oleh Perempuan Korban sangat luar biasa bahkan dampak tersebut begitu kompleks yang membuat Perempuan Korban terpuruk serta mengalami trauma berkepanjangan jika tidak tertangani dengan baik. Kita tak bisa terus menerus berpaling muka, luka Perempuan Korban adalah Luka bagi Negara, luka Ibu Pertiwi. Sudah saatnya kita juga berperan sebagai Pelaku Pencegah kasus-kasus Kekerasan Seksual, karena Perempuan belum merdeka, merdeka atas tubuhnya yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara. (SA)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun