Mohon tunggu...
Annisa Firdia
Annisa Firdia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobinya ngerjain laprak

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Emang Boleh Remaja Se-stres itu?

21 Oktober 2023   08:59 Diperbarui: 21 Oktober 2023   09:03 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat ini, permasalahan kesehatan mental pada remaja menjadi topik yang hangat diperbincangkan masyarakat luas. Kesehatan mental menjadi salah satu hal yang penting untuk dibahas dan disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya remaja. Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Remaja belum bisa dikatakan dewasa, tetapi tidak bisa juga dikatakan sebagai anak-anak. Dalam keadaan serba tanggung ini, seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri atau bisa juga disebut dengan konflik internal.

Banyak remaja yang mengalami mental breakdown atau mental illness. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari permasalahan keluarga, cinta monyet, perkuliahan, atau bahkan sikap berpikir berlebihan (overthinking). Mereka memilih untuk memendam masalahnya sendiri daripada bercerita kepada keluarga atau teman terdekat. Salah satu alasannya adalah mereka takut akan respon atau pendapat orang mengenai hal yang ingin mereka bicarakan, terlebih pada respon negatif yang diberikan. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungan sekitarnya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi keluarga yang membuatnya menjadi rendah diri. Oleh karena itu, dari tahun ke tahun semakin banyak kasus mental health pada remaja yang terjadi di Indonesia.

Masalah kesehatan mental juga dapat memicu perilaku kenakalan remaja di era globalisasi ini. Mereka yang tidak memiliki tempat untuk mencurahkan isi hati dan pikiran, memilih untuk melampiaskannya pada hal-hal negatif, contohnya minum-minuman keras, tawuran, seks bebas, dan masih banyak lagi. Dengan pemikiran yang belum matang dan adanya tekanan dari dalam maupun luar, perilaku tersebut menjadi jalan satu-satunya yang dapat dilakukan. Namun, pada kenyataannya orang cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan remaja tanpa mencari penyebab dan latar belakang dari perilaku tersebut. Perlu ditekankan bahwa seseorang melakukan suatu hal bukan tanpa alasan.

Selain itu, kasus perceraian orangtua juga menjadi salah satu penyebab banyaknya remaja mengalami gangguan mental. Terlepas dari usia, jenis kelamin dan budaya, anak-anak yang orangtuanya bercerai mengalami peningkatan masalah psikologis. Ada banyak hal dari perceraian yang memengaruhi keadaan mental pada sang anak. Perceraian membuat mereka harus kehilangan sosok orangtua. Berkurangnya kasih sayang setelah perceraian dan kedekatan dari salah satu orangtua adalah beberapa di antaranya. Setelah mengalami fase sulit, banyak remaja memilih untuk bangkit kembali. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dalam rutinitas harian mereka. Akan tetapi, pada beberapa remaja lainnya, mereka mungkin tidak akan pernah benar-benar kembali pulih setelah menghadapi perceraian dari orangtua mereka.

Dampak dari permasalahan kesehatan mental yang dialami remaja bermacam-macam, antara lain hubungan sosial menjadi terganggu, sulit berkonsentrasi saat berpikir, sulit merasa bahagia, perubahan suasana hati yang tiba-tiba, bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Mereka merasa tidak berguna, tidak dibutuhkan, bahkan tidak dianggap keberadaannya. Oleh sebab itu, banyak remaja yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Toh, tidak ada yang peduli terhadap mereka. Stigma kesehatan mental di Indonesia masih dianggap tabu, bahkan banyak masyarakat yang belum peduli akan kesehatan mental dirinya sendiri. Mereka lebih percaya kepada dukun daripadi psikolog/psikiater.

Ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk membantu menjaga kesehatan mental remaja. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2016) sebagai berikut.

1. Mengenali diri sendiri

Setiap orang itu unik, sehingga mengenali kebiasaan atau rutinitas diri sendiri dapat menbantu mendeteksi gangguan mental dengan lebih cepat. Kita bisa mencatat waktu tidur, tak peduli apakah kita termasuk orang yang suka begadang ataupun tidak; seberapa banyak energi yang dikeluarkan untuk melakukan suatu hal, atau seberapa sering kita merasa lapar. Perubahan pada kondisi tersebut dapat menjadi tanda-tanda gangguan emosi atau mental.

2. Mengambil waktu untuk diri sendiri

Tuntutan dari keluarga, teman maupun pekerjaan terasa lebih berat karena sekarang adalah masanya dunia terasa berputar lebih cepat. Banyak waktu yang terbuang sia-sia untuk hal yang tidak berguna. Oleh sebab itu, ambillah waktu untuk dirimu sendiri. Bisa dengan mandi air hangat sambil mendengarkan musik k-pop atau hanya dengan membeli kopi di coffee shop favorit sambil melihat orang berlari-lari karena hujan datang tanpa diundang. Jangan pernah merasa egosi ketika melakukan hal tersebut, toh orang lain juga tidak akan peduli.

3. Menulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun