Mohon tunggu...
Safira Naomi
Safira Naomi Mohon Tunggu... -

16. Wild. Young. Blue. World's greatest procrastinator.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Analisis Perbedaan dan Persamaan "Roro Jonggrang" dan "Legenda Gunung Kelud"

1 Desember 2014   01:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:25 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roro Jonggrang

Alkisah, di zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja bernama Prabu Boko. Prabu Boko adalah raja Kerajaan Prambanan. Ia adalah seorang raksasa pemakan manusia. Namun begitu, Prabu Boko memiliki seorang putri berwujud manusia yang cantik jelita bernama Roro Jonggrang. Selain berparas cantik dan bertubuh molek, Roro Jonggrang juga merupakan seorang putri yang cerdik. Kerajaan Prambanan, memiliki wilayah kekuasaan yang amat luas bahkan kerajaan-kerajaan kecil pun ikut tunduk padanya.

Sementara itu, terdapat pula Kerajaan Pengging yang dirajai oleh Prabu Damar Moyo. Kerajaan Pengging memiliki seorang patih bernama Raden Bandung Bondowoso. Konon, Bandung Bondowoso sangat kuat dan sakti mandraguna. Ia juga bersekutu dengan jin dan menjadikannya balatentara sehingga dengan mudah ia memanggil jin tersebut dalam sekejap.

Suatu hari, Prabu Damar Moyo hendak memperluas wilayah kerajaannya dan ia pun menunjuk Bandung Bondowoso untuk memimpin serangan itu. Kerajaan Prambanan pimpinan Prabu Boko ternyata masuk dalam daftar kerajaan jajahan Pengging. Pertempuran pun terjadi. Pertumpahan darah terjadi dimana-mana dan banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Akibat kurang persiapan, Kerajaan Prambanan pun terpaksa tunduk pada Pengging. Disaat bersamaan, Prabu Boko juga tewas tertusuk senjata sakti mandraguna milik Raden Bandung Bondowoso yang bernama Bandung.

Roro Jonggrang memberi syarat pada Bandung Bondowoso untuk membangun 2 sumur dan membuat 1000 candi dalam semalam. Syarat ini terkesan sangat tidak mungkin untuk dipenuhi, namun Bandung Bondowoso menyanggupinya dengan yakin. Segera, Bandung Bondowoso memanggil balatentara jin untuk membantunya. Yang tidak mungkin pun menjadi mungkin dengan bantuan ribuan jin tersebut. Tak disangka, bandung Bondowoso hampir menyelesaikan syaratnya dan telah membuat 999 candi. Secara bersamaan, Roro Jonggrang yang panik akhirnya dengan sengaja memukul lesung dan membuat ayam-ayam berkokok walau hari belum pagi.

Balatentara jin Bandung Bondowoso seketika mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Sekeras apapun Bandung Bondowoso memanggil dan meminta mereka untuk menyelesaikan candi itu, sedikit pun tak dihiraukan oleh para jin tersebut. Bandung Bondowoso yang merasa telah dicurangi akhirnya mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi ke-1000 dan diberi nama Candi Dewi Durga di kompleks Candi Prambanan.

Legenda Gunung Kelud

Alkisah, di sebelah timur Pulau jawa berdirilah sebuah kerajaan bernama Mataram. Kerajaan Mataram diperintah oleh Raja Brawijaya. Konon, kerajaan tersebut terkenal akan keelokan paras putrinya. Putri Kerajaan Mataram bernama Dyah Ayu Pusparani. Sudah banyak pangeran dari kerajaan kuat dar penjuru negeri yang datang melamar sang Putri, namun Brawijaya menolak lamaran mereka semua agar tidak jadi kecemburuan antara pelamar.Alasannya karena jika hal itu terjadi maka akan menimbulkan serangan pada kerajaan mereka akibat rasa sakit hati putra kerajaan yang pinangannya ditolak.

Untuk mengakali hal tersebut, Raja Brawijaya akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah sayembara agar terlihat lebih adil. Dalam sayembaranya, Raja Brawijaya menantang para pemuda di penjuru negeri untuk mengangkat Gong Kyai Sekardelima dan merentang busur sakti Kyai Garudareksa. Barangsiapa yang mampu memenuhi dua syarat tersebut maka ia akan disandingkan dengan Putri Dyah Ayu Pusparani.

Keesokan harinya, ratusan pemuda dari penjuru negeri datang berbondong-bondong memenuhi alun-alun. Mulai dari pangeran, pendekar hingga rakyat biasa berkumpul di hari itu. Raja Brawijaya lalu memukul gong dan duduk di singgasananya bersebelahan dengan Putri Dyah Ayu Pusparani. Satu persatu pemuda tersebut memberanikan diri dan menguluarkan kesaktiannya untuk mengangkat Gong Kyai Sekardelima dan merentang busur sakti Kyai Garudareksa. Namun, tak satu pun dari pemuda-pemuda gagah itu yang berhasil melakukannya. Bahkan, tak sedikit di antara mereka yang cedera.

Raja Brawijaya dan Putri Dyah Ayu Pusparani kecewa karena sampai akhir tak ada yang bisa melakukan sayembara tersebut. Hingga akhirnya di detik-detik akhir datanglah seorang pria berkepala lembu. Pemuda tersebut bernama Lembu Sura.“ Baginda, izinkanlah hamba mengangkat gong dan merentang busur tersebut.”kata si pemuda berkepala lembu itu. Raja Brawijaya dan Putri Dyah Ayu Pusparani mengiyakan permintaan tersebut sambal terheran-heran dengan wujud Lembu Sura. Setelah diizinkan, Lembu Sura mulai megeluarkan kesaktiannya. Sambil harap-harap cemas, Putri Dyah Ayu Pusparani berharap agar Lembu Sura tidak berhasil memenuhi dua syarat tersebut.

Rakyat yang menonton bersorak-sorai saat melihat Lembu Sura berhasil mengangkat Gong Kyai Sekardelima dan merentang busur sakti Kyai Garudareksa. Dyah Ayu Pusparani sangat kecewa melihat kenyataan tersebut. Ia tidak ingin bersuamikan setengah manusia setengah lembu. Begitu pula Raja Brawijaya yang tak berharap calon menantunya berrwujud aneh seperti itu. Dyah Ayu Pusparani dan dayangnya kembali mencari akal agar pernikahan dengan Lembu Sura dibatalkan. Akhirnya Dyah Ayu Pusparani mengajukan satu syarat lagi untuk membangun sebuah sumur diatas puncak Gunung Kelud dalam semalam untuk tempat mandi mereka berdua setelah pernikahan. Dyah Ayu Pusparani menyampaikan syarat tersebut pada Lembu Sura dan tanpa ragu diiyakan.

Sesampainya di Gunung Kelud, Lembu Sura segera menggali tanah. Tak disangka, ia telah menggali sumur cukup dalam walau hari belum begitu larut. Dyah Ayu Pusparani mendesak ayahnya untuk menghalangi usaha Lembu Sura. Akhirnya, Brawijaya memerintahkan untuk menimbun Lembu Sura yang sedang berada di dalam dasar sumur dengan tanah dan batu besar hingga mati. Tetapi sebelum bertemu ajalnya, Lembu Sura sempat bersumpah serapah pada Brawijaya dan Rakya Kediri. Sekarang sumpah Lembu Sura seperti nyata, setiap 2 windu sekali Gunung Kelud meletus dan memporakporandakan Kediri.

Analisis Persamaan dan Perbedaan Cerita Rakyat Roro Jonggrang dan Legenda Gunung Kelud

Ada beberapa poin acuan yang menjadi tolok ukur persamaan dan perbedaan kedua cerita ulang imajinatif tersebut. Pertama, dari segi tema. Keduanya sama-sama mengangkat tema pengingkaran janji dan kecurangan. Di cerita Roro Jonggrang ingkar janji yang dilakukan oleh tokoh yang namnya sama dengan judulnya didasari alasan rasa sakit hati karena ayahnya telah dibunuh. Sedangkan, di “ Legenda Gunung Kelud “, Dyah Ayu Pusparani mengingkari janjinya karena tidak suka dengan bentuk fisik Lembu Sura.

Kedua, dari unsur penokohan. Tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita “Roro Jonggrang” yakni Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso, Prabu Boko, dan Prabu Damar Moyo. Roro Jonggrang adalah seorang putri yang peduli dengan kerajaannya, berpenampilan fisik menawan. pintar, dan juga licik. Bandung Bondowoso berkarakter kuat, sakti mandraguna, tidak berperasaan,pendendam namun juga gigih. Prabu Boko tidak berperan banyak dalam cerita ini namun bisa disimpulkan ia adalah seorang Raja yang ingin melindungi rakyatnya. Prabu Damar Moyo adalah raja yang serakah. Sedangkan tokoh yang ada dalam “Legenda Gunung Kelud “ yakni Dyah Ayu Pusparani, Brawijaya, dan Lembu Sura. Dyah ayu Pusparani berparas cantik namun pemilih dan ingkar janji. Prabu Brawijaya berkarakter adil dan begitu mencintai kerajaanya. Lembu Sura adalah manusia berkepala lembu yang gigih, sakti, namun pendendam.Persamaannya adalah kedua putri dari cerita tersebut sama-sama cantik danmengingkari janjinya. Selain itu Lembu Sura dan Bandung Bondowoso memiliki kemiripan karakter pendendam.

Ketiga, unsur latar yang membelakangi cerita. Keduanya sama-sama memilik latar tempat di kerajaan, berlatar waktu di zaman kerajaan kuno. Perbedaanya terletak dari kenampakan geografis yang terlibat dari kedua cerita tersebut. Di cerita ulang “ Roro Jonggrang “tidak terdapat kenampakan geografis yang terlibat langsung dan banyak berperan dalam cerita. Sedangkan, pada cerita ulang imajinatif “ Legenda Gunung Kelud” tergambar jelas dari judulnya bahwa cerita ini melibatkan gunung di dalamnya.

Selanjutnya adalah unsur intrinsik sudut pandang, alur, dan konflik. Seperti yang sudah diketahui bahwa cerita ulang imajinatif dikisahkan melalui sudut pandang orang ketiga serbatahu. Jadi, cerita “ Roro Jonggrang” maupun “ Legenda Gunung Kelud” memiliki sudut pandang yang sama. Begitu pula dengan alur. Keduanya sama-sama mengikuti kaidah alur maju. Selain itu, konflik dari kedua cerita merupakan konflik fisik karena dapat dilihat dengan jelas bahwa permasalahan terjadi antara tokoh dengan tokoh.

Unsur intrinsik cerita yang menjadi acuan yakni amanat. Kedua cerita ulang imajinatif di atas menyampaikan amanat pada pembaca agar tidak mengingkari janji. Hanya saja, pada cerita “ Legenda Gunung Kelud” dampak dari janji yang diingkari tersebut ikut merugikan masyarakat dan dipercayai masih terjadi sampai sekarang. Sedangkan “ Roro Jonggrang” sseperti yang kita ketahui menjadi jajaran candi di Candi Prambanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun