Life Of Pi adalah sebuah film yang dirilis pada 2012 silam. Film ini diangkat dari novel berjudul serupa karangan Yann Martel. Life of pi berkisah tentang cerita seorang anak laki-laki di prancis india bernama Piscine Molitor Patel (Pi). Pi yang terlahir sebagai seorang Hindu,sudah hinggap ke katolik bahkan sampai ke muslim di masa belianya. Di masa remaja saat ia baru mengenal manisnya cinta, Pi harus rela meninggalkan kehidupannya di Pondicherry karena keputusan orang tuanya untuk menjual hewan – hewan di kebun binatangnya dan hijrah ke kanada. Manusia memang tidak bisa memandang masa depannya, begitu pula dengan Pi. Ia tak pernah menyangka perjalanannya ke Kanada merupakan akhir pertemuan dengan orang tercinta sekaligus awal pertemuannya dengan Tuhan yang sejati. Garis Tuhan telah memaksanya menjadi satu satunya saksi hidup dalam kecelakaan karamnya kapal di Laut Pasifik ditemani dengan seekor Macan Benggala buas.
Jika ditinjau dari aspek hiburan, film ini memiliki bagian humor yang khas India. Pada bagian awal film ini saja, penonton sudah diperlihatkan adegan – adegan lucu Pi yang menceritakan asal usul namanya. Seperti yang dilansir di situs www.imdb.com film ini meraih penilaian cukup tinggi dengan skor 8.0/10 walau secara keuntungan materi film ini tidak meraup cukup banyak keuntungan. Namun skor ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan Fast and Furious 6 (7.2/10) yang secara pendapatan meraup untung jauh lebih fantastis dibanding Life of Pi. Sang sutradara, menurut saya telah berhasil membawa saya merasakan perjuangan Pi di tengah Laut. Film ini dengan sukses telah membagi emosinya dengan saya. Namun, sayangnya film Life of Pi tidak sespektakuler imajinasi saya saat membaca novelnya. Ada detil emosi yang kurang ditonjolkan film ini dan beberapa bagian yang agak melenceng dari karya aslinya.
Dari aspek estetika film ini menyuguhkan sesuatu yang menarik dengan latar belakang kehidupan India. Anggapan bahwa Film India atau lebih dikenal dengan film Bollywood umumnya sarat akan nyanyian dan tarian berhasil di patahkan lewat film ini. Pi yang besar di Pondicherry meberikan kesan estetika tersendiri karena dari situ penonton bisa melihat suatu lokasi di India yang kental akan budaya Prancis. Film ini menampilkan suasana India yang ramai, Prancis yang klasik, dan juga setting Amerika yang kekinian. Efek visual yang diberikan terutama di saat Pi takjub melihat indahnya lautan di malam hari membuat saya ikut merasakan kekaguman yang dirasakan Pi. Sayangnya, efek khusus menggetirkan seperti saat di tengah badai dan ombak pasang masih terkesan palsu dan hanya rekaan saja. Yang paling penulis suka dari film ini adalah alurnya, karena kisah Pi remaja diceritakan oleh Pi dewasa pada seorang penulis kerabat Mamaji. Cerita di dalam cerita, alur Life of Pi yang maju mundur memberikan kesan estetika tersendiri bagi saya.
Dilihat dari aspek pendidikan sudah sangat jelas bahwa film ini membawa nilai moral yang patut diaplikasikan di kehidupan. Jika film asing pada umunya tidak menonjolkan aspek keagamaan sebagai bagian dari filmnya, Life of Pi dengan berani mengangkat aspek tersebut sebagai muara dari petualangan Pi di tengah Laut pasifik bersama seekor macan Benggala. Kisah yang dialami Pi berhasil meyakinkan penulis bahwa Tuhan memang ada. Di tengah ombang – ambing ombak Laut Pasifik Pi menuduh Tuhan menelantarkannya, menghempaskannya, dan membuangnya jauh – jauh untuk mati menderita. Tetapi di sisi lain, Tuhan menjaganya, memberinya pertanda untuk terus melanjutkan perjalanan dan yakin bahwa ia akan selamat. Penulis sendiri tercerahkan dengan petualangan menakjubkan Pi disini karena hal ini menyadarkan saya bahwa siapa pun tuhan yang kita yakini, Ia tidak akan membiarkan umatnya nelangsa dalam penderitaan tak berujung.
Ditemani oleh seekor macan Benggala buas di tengah laut tentu membuat pembaca merasa ngeri. Membayangkan berada di posisi Pi akanmembuat pembaca merasa hidupnya sudah di ujung tanduk. Namun, siapa sangka sesuatu yang kita anggap sebagai ancaman justru yang membuat kita waspada dan tidak putus asa? Saya dibuat terkagum dengan nilai ini. Seharusnya kita sadar bahwa apa yang dianggap tak berguna atau bahkan mengancam adalah bentuk dari pertolongan Tuhan. Sama halnya Richard Parker sebagai pertolongan yang mengancam dari Tuhan untuk Pi.
Singkat kata, film ini menyajikan proporsi hiburan, estetika, dan nilai moral yang seimbang. Tak ada salahnya jika film ini dijadikan referensi hiburan disaat luang, terutama sebagai bagian dari pendidikan moral anak sejak dini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI