Teori belajar kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yang melibatkan mental dan bukan semata-mata perubahan perilaku yang tampak. Prinsip- prinsip dasar dari teori belajar kognitif meliputi:
- Proses belajar bukan sekadar menerima informasi secara pasif, melainkan siswa harus secara aktif terlibat dalam membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri.
- Pembelajaran melibatkan aktivitas mental yang kompleks, seperti mengamati, memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah.
- Pengetahuan baru yang diperoleh siswa dibangun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.
Jean Piaget adalah salah satu tokoh dalam psikologi kognitif yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tahapan-tahapan tertentu. Menurut Piaget, setiap individu akan mengalami empat tahap perkembangan kognitif, yaitu:
- Tahap Sensorimotorik: Pada tahap awal perkembangan kognitif ini, anak-anak belajar terutama melalui pengalaman fisik dan sensorik. Pada tahap ini, anak-anak membangun pemahaman dasar tentang dunia di sekitar mereka melalui pengalaman langsung dan praktis.
- Tahap Praoperasional: Saat berkembang, anak-anak memasuki tahap praoperasional, di mana mereka mulai mengembangkan kemampuan berpikir secara simbolis.
- Tahap Operasional Konkret: Pada tahap operasional konkret, pemikiran anak-anak menjadi lebih logis, tetapi masih terbatas pada objek dan pengalaman konkret.
- Tahap Operasional Formal: Tahap akhir, tahap operasional formal, ditandai dengan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, logis, dan sistematis.
Teori Belajar Metakognif
Kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengontrol proses berpikir mereka sendiri dikenal sebagai metakognitif. Secara sederhana, definisi metakognisi adalah "tentang berpikir". Salah satu tujuan dari pengembangan keterampilan metakognitif adalah untuk meningkatkan kesadaran diri seseorang tentang apa yang mereka pelajari. Metakognitif membantu siswa memahami lebih baik bagaimana mereka belajar dan strategi apa yang paling efektif untuk belajar. Siswa yang memiliki kemampuan metakognitif cenderung lebih reflektif dan mampu memperbaiki kesalahan dalam pembelajaran mereka karena mereka dapat memperbaiki kesalahan mereka sendiri. Pada akhirnya, metakognitif berdampak langsung pada peningkatan hasil belajar karena memberi siswa kemampuan untuk merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pembelajaran mereka, yang memungkinkan mereka untuk mengatasi kesulitan belajar dan mencapai hasil akademik yang lebih baik.
Metakognitif terdiri dari tiga komponen utama: perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pertama, "perencanaan" mengacu pada kemampuan siswa untuk menetapkan tujuan belajar dan memilih strategi yang tepat sebelum memulai tugas. Mereka dapat merencanakan berapa lama waktu yang akan dihabiskan untuk setiap aspek materi yang akan dipelajari. Kedua, "pemantauan" mengacu pada kemampuan siswa untuk menilai kemajuan mereka selama proses belajar. Mereka memiliki kemampuan untuk menentukan apakah pendekatan yang digunakan efektif atau memerlukan perubahan. Ketiga, "evaluasi" melibatkan siswa merenungkan apa yang telah mereka pelajari, kesalahan yang telah mereka lakukan, dan strategi yang berhasil. Refleksi ini membantu siswa memahami kekuatan dan kelemahan belajar mereka dan mempersiapkan diri untuk kesulitan di masa depan. Secara keseluruhan, penerapan metakognitif dalam pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis, kemandirian, dan hasil akademik siswa.
Pendekatan Konstruktivisme
Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dimilikinya. Menurut hill konstruktivisme merupakan bagaimana menghasilkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya, dengan kata lain bahwa bagaimana memadukan sebuah pembelajaran dengan melakukan atau mempraktikkan dalam kehidupannya supaya berguna untuk kemaslahatan.
Ada dua prinsip dari teori konstruktivisme Vygotsky diantaranya:
- Bahasa memiliki peran penting dalam komunikasi sosial dan perkembangan kognitif. Proses komunikasi dimulai dengan mengindra simbol atau tanda, yang membantu individu membangun makna dan pengetahuan.
- Zone of Proximal Development (ZPD) menggambarkan jarak antara apa yang dapat dilakukan siswa secara mandiri dan dengan bantuan. Pendidik berperan sebagai mediator yang membimbing siswa dalam mengonstruksi pengetahuan, memberikan scaffolding atau dukungan sementara yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Tytler (Hamzah 2001:6) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut:
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
- Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
- Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
- Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H