Mohon tunggu...
SANTY VIANA
SANTY VIANA Mohon Tunggu... -

sedang menempuh pendidikan di stain ponorogo jurusan tarbiah prodi bahasa arab. juga aktif dalam sekolah menulis online writing revolution

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Sang Waktu yang Bicara

28 Desember 2011   07:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:39 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Romeo and Juliet. Itulah julukan yang selalu dilontarkan kepadaku dan kepada pujaan hatiku oleh temen-teman. Tidak hanya teman-teman, bahkan hampir semua bapak ibu guru dan siapapun orang yang mengetahui hubungan kami mangatakan hal yang serupa. Mereka semua bilang kami adalah pasangan yang begitu serasi. Tapi cinta kami bukanlah seperti kisah tragis di film Romeo and Juliet. Cinta kami adalah cinta yang memotivasi, cinta yang saling menguatkan dikala lemah, dan penghapus air mata taatkala sedih. Entah atas dasar apa banyak orang mengatakan kami ibarat pasangan Romeo and Juliet. Arfan, itulah pujaan hatiku, kasih sayang dan cintanya ku rasakan begitu tulus. Hampir 5 tahun kami pacaran tak sekalipun dia pernah menyakitiku. Tak jua sekalipun dia pernah menambatkan peluk dan cium mesranya padaku seperti pacaran umumnya teman-teman yang lain. Seorang pemuda yang begitu santun, cerdas, sangat cinta pada ilmu dan begitu banyak menginspirasi hidupku. Kami telah merajut cinta kasih sejak kelas 2 SMP. Usia dimana kami hanya merajut cinta monyet atau mainan belaka. Tapi tidak itu yang ku lihat pada Arfan, kesungguhan dan kedewasaan telah ku lihat sejak usia itu. Setelah kami lulus SMP kamipun melanjutkan pendidikan di sekolah yang sama. Cinta kami semakin bersemi, banyak orang iri melihat kekompakan kami. Salah satunya prestasi akademis kami yang selalu lebih menonjol di bandingkan dengan teman-teman. "Salma, setelah lulus SMA kamu mau melanjutkan kuliah dimana? jadi keluar negri?" tanya Arfan padaku, saat kami pulang sekolah bersama. "Ya jadilah, itukan impianku dari dulu. Kamu juga kan yang memotivasiku. Aku sangat ingin meneruskan kuliah di negeri sakura, aku sangat ingin mencontoh kedisiplinan penduduk di sana. Kalau kamu?" tanyaku bersemangat. "Aku ingin ke Mesir Sal." Jawab Arfan datar. "Kok tumben beda sih, kan kamu yang selalu menceritakan kepadaku tentang kehebatan penduduk Jepang? pada tahun yang sama ketika Negara Jepang sedang terpuruk, Negara kita justru sedang merayakan kemerdekaannya. Tapi kenyataannya sekarang kemajuan jauh berada dipihak Jepang. Bukankah kita ingin sama-sama mempelajari teknologi dan etos kerja bangsa Jepang? bukankah kita memiliki cita-cita bisa mendirikan beberapa perusahaan, sehinggga membuka lapangan kerja baru yang seluas-luasnya? bukankah itu cita-citamu dari dulu yang engkau tularkan padaku? tapi kenapa sekarang kau ingin meneruskan kuliah di Mesir? yang sepengetahuanku malah lebih maju ilmu agamanya daripada teknologinya." "Kamu benar Sal, dan itulah salah satunya. Aku ingin memperdalam ilmu agamaku. Tapi aku sungguh kagum denganmu Sal. Kau gadis yang begitu luar biasa bagiku. Engkau memiliki cita-cita yang sungguh mulia bisa bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya orang dan itulah sebaik-baiknya manusia. Sungguh beruntung laki-laki yang kelak bisa mendapatkanmu." "Kamu ini bicara apa sih Fan, bukankah aku ini milikmu? bukankah kita telah berjanji untuk membawa cinta kita kita ke mahligai yang begi...tu indah." "Ya, dan itu juga yang ku harapkan karena aku juga sangat mencintaimu. Tapi aku merasa bersalah padamu sal, karena aku telah memberikan cinta yang salah. Aku telah membawamu ke arah jalan yang di benci Allah." "Maksudmu apa Fan, bukankah kita selama ini selalu menjaga norma agama, bukankah cinta kita justru melejitkan prestasi kita? apanya yang salah?" "Dengarkan aku Sal, kira-kira sebulan yang lalu putra pak lurah pulang dari Mesir. Mas Aziz namanya. Dia begitu hebat Sal, bahasa arabnya begitu fasih, ilmu agamanya juga begitu luas. Beliau banyak menginspirasi penduduk di desaku. Aku begitu tersanjung padanya Sal, aku iri padanya. Oleh karena itu aku ingin melanjutkan studiku ke Mesir." "Oke, aku terima keputusanmu untuk melanjutkan kuliah ke Mesir. Tapi kau mengatakan cinta kita salah? apa hubungannya?" "Sangat ada hubungannya Sal. Setiap seminggu sekali beliau mengadakan majlis ta'lim yang di khususkan untuk para remaja. Dan aku salah satu remaja yang rutin mengikuti majlis ta'lim tersebut. Di sanalah Sal, aku mendapatkan ilmu baru yang sebelumnya tak pernah ku mengerti. Salah satunya masalah cinta. Beliau pernah menukilkan perkataan Ibnu Qoyim al-Jauziah mengenai kaidah cinta. Kurang lebih perkataannya begini : sebab adalah nyawa bagi cinta. Sebab yang sembarangan hanya menumbuhkan cinta yang sembarangan. Cinta yang abadi memerlukan sebab yang abadi, yakni keridhoan Ilahi. Itulah hubungannya Sal, hubungan yang selama ini kita jalani tidak lain hanyalah menambah murkanya. Dan aku tidak ingin kita hanya mendapatkan kebahagian di dunia saja, karena negri akhiratlah yang lebih abadi." "Lalu kau ingin memutuskan cinta yang selama ini telah kita rajut, 5 tahun kita membangun cinta ini, 5 tahun Fan. Begitu sulit bagiku menerima keputusanmu ini ?" tanyaku dengan butiran air mata mulai mengalir. "Aku tahu itu Sal, aku tahu. Aku juga begitu berat kehilanganmu. Tapi kita harus melakukan semua ini. Yang akan terjadi nanti kita serahkan kepada Allah, dan biarlah sang waktu yang bicara." "Kamu tega Fan, kamu tega....." kataku sambil tersedu dan berlari meninggalkannya. ***** Sepanjang sore ini aku terus menangis. Setiap malam minggu seperti ini sehabis isya' Arfan selalu ke rumahku. Bukan untuk mengajakku pergi nonoton atau pergi malam mingguan, bukan itu. Tapi Arfan selalu mengajakku belajar, menyusun pata hidup yang lebih jelas dan berbagai kegiatan positif lainnya. Tapi tidak dengan malam ini. Aku merasakan kehampaan yang begitu luar biasa. Sepanjang sore ini aku hanya berdiam diri di kamar. Air mata tak jua mau berhenti keluar dari kelopak mataku. Aku begitu takut kehilangan Arfan, Arfanlah yang selalu menjadi semangat dalam setiap langkahku. Tak bisa ku bayangkan bila harus berpisah dengannya. "Salma, buka pintunya nak, ada telefon untukmu." Suara ibu dari balik pintu membuyarkan lamunanku. "Dari siapa bu?" tanyaku sambil menyeka air mata dan bangkit untuk membukakan pintu. " Dari Arfan." "Bilang saja buk, Salma sudah tidur." "Lo, kok gitu biasanya kan kamu selalu bersemangat menerima telefon dari Arfan? ada masalah? sapalah dia dulu barangkali ada hal penting yang ingin dia katakan." "Ceritanya panjang buk, Salma sedang malas berbicara dengannya." Jawabku sambil kembali ke atas tempat tidur. Setelah menerima telefon dari Arfan ibupun kembali ke kamarku. Mungkin beliau tahu putrinya ada masalah dengan Arfan. "Ada masalah apa kamu dengan Arfan Sal? Selama ini ibu lihat kamu selalu bahagia, tapi kenapa malam ini kamu terlihat begitu suram?" "Arfan ingin memutuskanku bu, lima tahun kita merajut cinta begitu sulit bagiku untuk menerima kenyataan ini. Aku begitu mencintainya bu, tapi kenapa dia sekarang membuatku tersiksa." "Arfan anak yang baik, dia tidak mungkin malakukan itu tanpa ada alasan yang jelas." "Tapi bu....." "Sudahlah, Arfan berpesan agar kau segera membuka email yang dikirimkannya. Mungkin kau akan lebih tenang setelah membukanya. Ingat Sal, masa depanmu masih panjang, jangan kau hancurkan hanya karena Arfan. Kau sudah dewasa, Yakinlah bahwa kau mampu berdiri tanpa Arfan. Banyak orang yang sedang menanti kesuksesanmu, janganlah kau mengecewakan mereka." Nasihat ibu padaku. "Insya Allah bu, mohon doanya." " ibu tak pernah berhenti mendoakanmu" jawab ibu sambil meninggalkanku. Akupun bangkit membuka laptopku. Setetes, dua tetes air mata masih mengalir dari pelupuk mataku. Tapi aku juga ingin mengetahui apa yang hendak disampaikan Arfan padaku. Mungkinkah ia akan minta maaf dan meralat kata-kata yang disampaikannya tadi siang. Oh semoga, dan itulah yang ku harapkan. Semoga ini hanyalah ujian cinta yang akan memperkokoh ikatan cinta kita. To : Salma el_khumaira, wanita tercerdas yang pernah ku temui. Assalamu'alaikum wr.wb Syukur pada Allah yang masih mengaruniakan nafas padaku dan padamu untuk segera memperbarui taubat. Semoga saat kau membaca email ini kau tak melupakan senyuman yang selama ini menghiasi wajahmu. Aku tahu Sal, ucapanku tadi siang mungkin telah menorehkan luka di hatimu. Tapi aku harus mengatakannya demi kebaikan kita berdua. Jujur Sal, aku juga sangat mencintaimu dan tak ingin kehilanganmu. Oleh karena itu aku perlu waktu berhari-hari agar bisa menyusun kata-kata yang pas, yang tidak akan menorehkan luka di hatimu. Kini aku sadar apa yang kita jalani selama ini adalah suatu yang salah dan juga keliru. Maafkan atas segala khilafku karena aku telah membawamu ke arah jalan yang telah dimurkai Allah. Sal, kamu gadis yang begitu cerdas, begitu baik aku tak ingin menjerumuskanmu. Saranku sal marilah kita sama-sama belajar untuk memperdalam agama kita, agar kita mendapat kabahagiaan di dunia dan di akhirat. Berusahalah untuk melupakan semua yang telah kita lewati. Insya Allah kalau kamu mau aku akan membantumu mencarikan majlis ta'lim muslimat agar engkau memperdalam ilmu agama di sana. Sal, engkau akan menemukan kekasih yang jauh lebih baik daripada diriku. Kekasih yang tidak pernah mengantuk dan tidur, yang selalu menjaga dan menyertaimu. Dialah Allah Sal. Aku bukan apa-apa bila dibandingkan Dia. Aku sangat lemah, kecil dan kerdil dihadapa-Nya. Salma, belum terlambat untuk bertaubat. Apa yang kita lakukan selama ini pasti akan ditanyakan oleh- Nya. Bila kita tetap meneruskan hubungan haram ini Dia bisa marah Sal, marah karena saling pandang yang telah kita lakukan atau marah karena setitik sentuhan kulit kita yang belum halal itu. Tapi sekali lagi semua belum terlambat. Kalau kita memutuskan cinta ini sekarang semoga Allah bersedia mengampuni segala khilaf kita. Dia maha pengampun Sal. Kita harus berpisah untuk menjaga diri, untuk kembali mengarungi hidup dalam ridho Ilahi. Aku yakin bahwa engkau merindukan kasih sayang yang lebih haqiqi dan cinta yang sejati. Itu tidak akan kita dapatkan bila kita tetap meneruskan hubungan haram ini. Biarlah sang waktu yang bicara Sal, dan bila Allah mentakdirkan kita bersama suatu saat nanti kita pasti akan dipersatukan dalam sebuah ikatan yang suci dan di ridhoi. Rasanya cukup sekian Sal, tak baik aku berlama-lama menulis email ini. Email ini adalah doa keselamatan dunia akhirat untukmu, sekaligus tanda akhir dari hubungan haram kita. Maafkan semua khilafku Sal, kambalilah kepada kekasihmu yang sejati. Wassalamu'alaikum wr.wb. Air mataku kambali mengalir deras setelah membaca email dari Arfan. Bukan karena aku takut lagi kehillangan dia, bukan. Tapi sekarang aku justru lebih takut kehilangan Allah. Aku bisa bertahan tanpa Arfan, tapi aku tak akan bisa bertahan bila tanpa Allah. Karena Allahlah yang selalu memberi nafas kehidupan untukku. Ya Robb..... maafanlah atas segala kejahilan hambamu... *****

[caption id="attachment_151793" align="alignnone" width="300" caption="cinta Allah tetap menjadi yang utama"] [/caption] cinta Allah tetap yang paling utama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun