Mohon tunggu...
Safinatun Naja Akaleva
Safinatun Naja Akaleva Mohon Tunggu... -

Lahir di Ukraina, tapi tanah airku Indonesia. Mahasiswa Tingkat Akhir, Suka Menulis Tentang Apa Saja. Mari Belajar Tentang Banyak Hal, Jangan Batasi Ilmu di Ruang Sempit Fakultas.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Terungkap! Strategi Taksi Express Kalahkan Blue Bird

14 Januari 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 2043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_390808" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi (batmanda.com)"][/caption]

Bisnis adalah dunia yang sangat dinamis, penuh persaingan dan oleh W. Chan Kim dan Renée Mauborgne di dalam bukunya Blue Ocean Strategy disebut sebagai kehidupan yang berdarah-darah. Maksud dari frase hiperbolis ini tentu saja ingin menggambarkan betapa sengitnya kompetisi di dunia usaha

Di kancah nasional, ada banyak perusahaan atau merek yang bersaing ketat di segmennya masing-masing. Selain mengamati langsung di pasar, persaingan biasanya nampak vulgar di media. Ketika ada beberapa produk yang serupa diiklankan pada spot iklan yang sama, maka dipastikan kedua produk tersebut tengah bersaing ketat.

Kopi dan berbagai jenis consumer goods (barang untuk konsumsi sehari-hari yang dibutuhkan lebih dari satu unit dan lebih dari sekali konsumsi) seperti sabun, pasta gigi, teh, dan lain sebagainya adalah jenis produk yang banyak diiklankan, bersaing di dunia hingar bingar media (above the line) seperti televisi, radio, koran dan layar bioskop. Selain di media massa, consumer goods yang terlibat persaingan sengit, juga ramai bersaing memajang iklan di media lini bawah (below the line) seperti billboard, pameran dan sponsorship konser-konser musik.

Misalnya, akhir-akhir ini, di berbagai saluran televisi hingga di konser-konser artis ternama, bertebaran iklan kopi sebagai sponsor utama. Paling jamak adalah perang antara Kapal Api vs Luwak White Coffie vs Top Kopi. Saking intensifnya mereka beriklan di media, pemirsa bahkan sampai menghafal “di luar kepala” tagline yang digembar-gemborkan atau bahkan setiap kalimat yang diucapkan di dalam iklan produk tersebut.

Persaingan perusahaan atau brand tak melulu nampak di media. Perusahaan yang produk barang/jasanya menyasar segmen tertentu dengan cakupan yang lebih sempit/terbatas, biasanya tidak jor-joran beriklan. Mereka lebih fokus pada model pemasaran yang langsung “menembak” ke pusat sasaran, yakni pasar yang dibidik. Alasannya sederhana, agar lebih efektif menyentuh pelanggan dan efisien dalam menggrlontorkan anggaran.

Model pemasaran yang ditempuh oleh brand yang terlibat perang lokal, umumnya lebih menukik ke soal esensi. Seperti perang pemanjaan servis pada pelanggan atau perang harga murah. Ini dapat kita lihat pada perusahaan taksi yang merupakan bisnis jasa yang berbasis di daerah-daerah tertentu saja. Hanya ada di Jakarta, atau kota-kota besar serta tidak menasional sebagaimana contoh consumer goods di atas.

Dalam hal ini, yang menarik kita cermati adalah persaingan antara taksi Express dan Blue Bird. Untuk mengerek posisi agar sejajar atau bahkan melampaui Blue Bird yang telah lebih dulu menjadi market leader dan secara usia memang lebih tua, sebelumnya, taksi Express menggunakan tarif bawah yang perbedaan harganya, cukup signifikan dengan tarif Blue Bird. Menempuh perjalanan dari Bumi Serpong Damai (BSD) ke Senayan misalnya, dengan menggunakan taksi Express total tarif hanya di sekitaran Rp 100.000 hingga maksimal Rp 130.000, tapi jika menggunakan Blue Bird, total ongkos yang harus dibayar bisa minimal Rp 150.000 sebab Blue Bird menggunakan tarif atas.

Berkat tarif murah diikuti oleh dengan layanan memuaskan, Express diminati hingga mengantarkan Exspress jadi brand taksi terbesar kedua di Indonesia. Express lantas terus menambah armada dan melakukan ekspansi, perbanyak tempat mangkal (baca : pool), hingga Express terlihat kian besar dan ada dimana-mana, memenuhi jalanan kota. Pada akhirnya, berangkat dari metoda pemasaran esensial (tarif bawah) dan servis yang pas, dimana keduanya dirasakan langsung oleh masyarakat pengguna jasa taksi, Express pun digandrungi dan menuai berkah.

Coba bayangkan, jika sejak awal kehadirannya, Express langsung pasang tarif atas seperti Blue Bird, mungkin Express tidak dilirik. Atau paling tidak, perkembangannya tak sepesat sekarang. Maka satu pelajaran marketing yang cukup penting kita petik dari strategi Express hingga sebesar sekarang, jika ingin sejajar dengan “penguasa” yang sebelumnya telah lama berada di singasana, maka, lakukan langkah-langkah yang terukur dan terencana untuk mensejajarkan diri. Rebut hati masyarakat dengan membangun reputasi melalui langkah nyata dalam bentuk layanan memuaskan dan tampil beda dalam pemberian harga.

[caption id="attachment_390664" align="aligncenter" width="271" caption="(Sumber foto referensibisnis.blogspot.com)"]

1421199151563819520
1421199151563819520
[/caption]

[caption id="attachment_391197" align="alignnone" width="270" caption="Viral tentang taksi Express / Dok. pribadi"]

1421395347675303451
1421395347675303451
[/caption]

[caption id="attachment_391199" align="alignnone" width="300" caption="Dampak layanan, citra Express naik/Dok.Pribadi"]

14213954261127319729
14213954261127319729
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun