Dewasa ini terjadi pergeseran paradigma besar-besaran di dunia kerja. Google, Apple, Starbuck dan Ernest and Young adalah sederet raksasa di industrinya masing-masing yang mengubah pola rekrutmen karyawan tersebut. Bagi perusahaan-perusahaan ini, tak relevan lagi menjadikan secarik kertas ijazah sebagai acuan.
Selembar ijazah atau surat keterangan lulus, tidak benar-benar menggambarkan kebutuhan SDM dengan situasi aktual sebuah industri. Apalagi, bisnis ijazah dan titel palsu semakin menjamur. Siapa yang bisa menjamin, bahwa orang yang bergelar doctor sekalipun, betul-betul memilik kapasitas untuk mengajar misalnya, padahal dia tidak pernah punya pengalaman di bidang tersebut?
Di era kompetisi ketat bertabur inovasi, yang dibutuhkan adalah orang yang memiliki dedikasi tinggi dengan skill mumpuni. Maka wajar bila mulai terjadi pergeseran pola rekrutmen dari paper basemenjadi skill base. Ini sebetulnya juga jadi koreksi bagi dunia pendidikan yang dipandang tidak cukup sukses (kalau tidak dikatakan GAGAL) dalam membaca trend industri.
Untungnya, beberapa universitas mulai terbuka matanya. Melihat bila memang gap antara gemuruh alumni yang diwisuda setiap tahun dengan pasar kerja yang tidak menyerap mereka. Umumnya karena alasan kompetensi.
Maka di kampus-kampus mulai marak program intership (magang) ataupun KKN yang dikonversi ke program jendela profesi (KKN profesi). Program magang dan KKN profesi ini, mungkin satu-satunya ruang yang dimiliki untuk mengenalkan para mahasiswa yang sebentar lagi jadi alumni dengan dunia kerja.
Industri pun membaca situasi ini dengan menjemput bola. Membuka program-program intership sebagai upaya untuk pembibitan dan regenerasi. Siam Cement Group (SCG) misalnya, sejak lima tahun lalu rutin 'merekrut' mahasiswa semester 6 ke atas untuk mengikuti program magang. Tak tanggung-tanggung, kegiatan bertajuk SCG International Intership tersebut dilaksanakan dalam skup ASEAN.
Melalui program intership, setidaknya para mahasiswa yang akan terjun ke industri kerja memiliki bekal awal. Tapi tetap saja, bekal magang itu harus ditambah. Namun bila mujur, tempat magang kerap menawarkan untuk menjadi karyawan pada peserta terbaik. Tentu saja kepada mereka yang kualifikasinya memenuhi standar industri.
Celah yang semakin menganga lebar ini, mestinya dibaca sebagai peluang bagi dunia kampus. Guna memastikan alumni mereka, kelak terserap oleh dunia kerja. Bukankah mencederai almamater, bahkan aib akademik bila lulusan jadi pengangguran?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H